Seputar Kaltara
Siswi di Nunukan Gugat SMA Negeri yang Menolaknya Gara-gara Kartu Keluarga
Anggita akan menggugat sejumlah pihak seperti Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 SMA Negeri 1 Nunukan cq Kepala SMA Negeri 1 Nunukan,
tribunkaltim.co/niko ruru
Rianto Junianto SH bersama Mustiqa, ibunda Anggita Arsyikirani memberikan keterangan pers di Nunukan, Jumat (14/7/2017).
BANJARMASINPOST.CO.ID, NUNUKAN - Anggita Arsyikirani, calon siswa yang gagal diterima di SMA Negeri 1 Nunukan melalui kuasa hukumnya dari Firma Hukum Katon and Partner, Rianto Junianto SH akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Nunukan.
Anggita akan menggugat sejumlah pihak seperti Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017 SMA Negeri 1 Nunukan cq Kepala SMA Negeri 1 Nunukan, Cq Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan, Cq Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Utara, untuk menuntut haknya mendapatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Nunukan.
“Ada diskriminasi, pelanggaran hak asasi manusia karena hak anak atau pendidikan warga negara dijamin undang-undang. Kami akan mengajukan gugatan,” ujar Rianto saat memberikan keterangan pers bersama Mustiqa, ibu Anggita, Jumat (14/7/2017).
Sebagai kuasa hukum, Rianto akan menguji petunjuk teknis serta parameter proses PPDB 2017 di Nunukan.
“Sejauh mana pelaksanaan Permen 17/2017? Seperti apa pemahaman SE Nomor 3 yang keluar atas desakan Komisi X DPR RI? Di mana fokusnya diberlakukan bagi keluarga miskin yang memperoleh jatah lima persen dari sistem zonasi,” ujarnya.
Rianto mengatakan, alasan panitia PPDB SMA Negeri 1 Nunukan menolak Anggita sangat tidak berasalan.
Apalagi semua persyaratan bahkan nilai Anggita mencapai 29, 95.
Pihaknya juga menilai pada pelaksanaan PPDB ini nihil transparansi.
“Kami akan adu di persidangan mengenai kepemilikan SK panitia sampai kerugian yang timbul dan memengaruhi psikologis Anggita,” ujarnya.
Dia mengatakan, dalam gugatan itu nantinya, pihaknya juga akan memasukkan materi berupa aksi protes yang melibatkan Anggita pada aksi di Tugu Dwi Kora, Rabu (5/7/2017).
Dia menilai, ada upaya menjadikan Anggita ikon bagi kelompok minoritas yang menunggangi kasus Anggita.
Karena ternyata belakangan diketahui nilai mayoritas masyarakat yang berdemo di bawah standar.
"Siapa yang harus bertanggung jawab atas ini semua? Anggita down, nggak mau sekolah dan merasa dikucilkan.
Ini kerugian yang fatal karena ia di bawah umur. Ini bisa kena Pasal 76 A huruf (a) UU 23/2002 jo UU 35/2014, selain diskriminatif ini penelantaran, ancaman hukumannya lima tahun penjara," ujarnya.
Mustiqa menegaskan, anaknya bukan memaksakan diri harus masuk sekolah negeri. Anggita hanya memperjuangkan haknya.
