Cerpen Banjarmasin Post
Bapak dan Kakek
Besok subuhnya Bapak ikut kepada Indah dan Cecep. Sampai di Bandung pukul enam pagi. Anak-anak yang mau berangkat sekolah menyambut di depan rumah.
Oleh : PELANGI PAGI
“Bapak kenapa lagi, Ceu?” tanya Indah lemah. Pertanyaan yang mirip keluhan.
“Wah, Bapak sudah keterlaluan sekarang! Euceu sudah ampun!” jawab Ceu Anah di seberang HP seperti berteriak. “Bapak tidak hanya sering menyimpan barang-barang secara sembarangan, kabur dari rumah dan tidak bisa pulang, Tadi pagi Bapak pipis di pinggir lemari bajunya!”
“Sabar, Ceu. Tenang bicaranya.”
“Sabar bagaimana? Kamu yang jauh enak-enak saja!” teriak Ceu Anah. “Mungkin Bapak sudah setengah gila, seperti Kakek dulu.”
“Ceu...!”
“Makanya kamu ke sini! Jangan hanya sibuk-sibuk saja!”
“Iya Ceu, nanti malam saya berangkat.”
***
Rumah Bapak termasuk besar. Kamarnya ada empat buah. Halamannya luas. Selain taman dan bebungaan, pohon besar seperti mangga, rambutan, dan advokat, menjadi peneduh. Bapak dulunya adalah seorang petani cengkeh yang berhasil.
Rumah besar dengan halaman luas itu selain ditinggali Bapak, juga keluarga Ceu Anah. Ceu Anah adalah satu-satunya kakak Indah. Mereka hanya dua bersaudara. Sejak menikah, Ceu Anah dan Kang Iwan tinggal bersama Bapak dan Emak. Setahun yang lalu Emak meninggal. Sejak setahun yang lalu itu keluhan Ceu Anah tentang Bapak mulai sering.
Dulu, waktu Indah kelas enam SD, Bapak membangun sebuah kamar tambahan. Mungkin lebih tepat disebut paviliun. Ruangannya luas, ada terasnya. Indah tidak tahu buat apa Bapak membangun kamar itu, karena kamar yang empat buah itu sudah cukup. Kamar yang paling besar dipakai Bapak dan Emak. Dua kamar dipakai Ceu Anah dan Indah. Sebuah kamar lagi dipakai Kakek. Bila ada tamu, biasanya Indah tidur di kamar Ceu Anah.
Kamar di belakang itu ternyata dipakai Kakek. Indah baru tahu saat membersihkan kamar Kakek, kamar itu bau pesing. Saat itu Kakek sudah diketahui beberapa kali pipis di kamar. Indah tidak begitu tahu kisah selanjutnya, karena dia melanjutkan sekolah ke kota kabupaten.
Hanya saat pulang sebulan sekali Indah merasakan semakin kasihan kepada Kakek. Di kamar belakang itu Kakek dikunci. Makanan diantar oleh Emak. Di kamar itu sebenarnya selain tempat tidur, juga ada kursi dan karpet. Tapi siapa yang betah seharian selama bertahun-tahun tinggal di dalam kamar? Mungkin tidak lah berbeda dengan penjara.
“Kenapa kamar Kakek dikunci, Pak?” Indah pernah bertanya seperti itu.
