Cerpen Banjarmasin Post

Bapak dan Kakek

Besok subuhnya Bapak ikut kepada Indah dan Cecep. Sampai di Bandung pukul enam pagi. Anak-anak yang mau berangkat sekolah menyambut di depan rumah.

Editor: Elpianur Achmad
Halaman 19 Harian Banjarmasin Post Edisi Cetak Minggu (13/8/2017) 

“Kakek sudah pikun,” jawab Bapak. “Mungkin juga... setengah gila. Kakek tidak tahu lagi membedakan kamar mandi atau bukan. Masuk saja ke kamarnya, pasti bau pesing. Kakekmu sering mau kabur, entah mau ke mana. Jadi lebih baik dikunci saja di kamar itu.”

“Tapi kasihan kan, Pak.”

“Bapak juga kasihan. Bapak sudah mengusahakan berbagai ramuan obat, tapi hasilnya tidak ada.”
Waktu Indah masuk ke dalam kamar Kakek, Indah memang menghirup bau pesing itu. Awalnya Kakek sulit mengenali Indah. Mungkin karena Indah hanya pulang sebulan sekali. Tapi setelah beberapa kali dibilangin yang datang itu Indah, cucunya, Kakek tersenyum. Indah sering melihat Kakek bicara sendiri. Kadang seperti yang mau menangis. Ucapan Kakek yang sering diingat Indah adalah saat ditanya betah tidak di kamar itu?

“Kakek tidak mau di kamar ini,” katanya. “Tapi Kakek merepotkan, ya. Maafkan Kakek, ya.”

Indah hampir menangis waktu itu. Kakek pasti menderita dikurung di dalam kamar itu. Apalagi saat pulang sebulan berikutnya, Indah melihat Bapak sering membentak Kakek. Mungkin Bapak juga sedang pusing. Kata Emak, pohon-pohon cengkeh di kebun juga ditebangi oleh Bapak. Harga cengkeh waktu itu anjlok sangat murah. Hasil menjual cengkeh kering tidak cukup dipakai membayar buruh para pemetik. Saat Indah lulus SMA, Bapak menyarankan Indah untuk mencari pekerjaan. Bapak tidak bisa membiayai Indah kuliah.

***

Bapak merangkul ketika tahu yang berdiri di hadapannya adalah Indah, anak bungsunya. Bapak menangis.

“Bapak tidak mau tinggal di kamar ini?” tanya Indah.

Bapak mengangguk.

“Bapak mau ikut dengan Indah?”

Bapak merangkul lagi.

Sore hari setelah matahari redup, Bapak minta diantar ke makam Kakek. Di makam Kakek, Bapak berdoa dan menangis, sesenggukan. Indah merasakan penyesalan Bapak.

“Sudah berkali-kali Bapak mau ke makam Kakek, tapi selalu salah jalan,” kata Bapak. “Bapak menyesal, dulu mengurung Kakek di kamar belakang.”

“Oh, berkali-kali Bapak tidak bisa pulang itu karena mau ke makam Kakek?” tanya Indah.

“Iya.”

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved