Apa yang Harus Dilakukan Jika Jadwal Persalinan Meleset? Yuk Kenali Risikonya
Di awal kehamilan, dokter menghitung hari perkiraan lahir (HPL) akan terjadi maksimal 40 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Di awal kehamilan, dokter menghitung hari perkiraan lahir (HPL) akan terjadi maksimal 40 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir.
Kebanyakan bayi lahir saat usia kandungan antara 37 hingga 41 minggu, kecuali bayi kembar yang umumnya lahir lebih cepat dari jangka waktu ini.
Namun demikian, ada juga bayi yang lahirnya melewati HPL. Misalnya, kecenderungan bayi lahir telat waktu akan semakin besar jika anak pertama.
Baca: Ini 5 Pemicu Diabetes, Bukan Hanya Gula Lho! No 4 Sering Tak Disadari
Selain merupakan kelahiran pertama, menurut dr Intan Nabila Al Mansyuri dari Poli AMS, RSIA Kemang Medical Care, ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan bayi lahir lewat waktu (postterm/postmatur).
Penyebab itu antara lain riwayat persalinan sebelumnya yang lewat HPL, memiliki kerabat perempuan yang pernah melahirkan lewat dari HPL, atau bumil sendiri dilahirkan pada usia kehamilan di atas 40 minggu, berat badan Ibu yang overweight, dan kekeliruan estimasi perhitungan usia kehamilan.
Berdasarkan teori, kehamilan yang usianya lebih dari 42 minggu (lewat waktu) memiliki risiko komplikasi persalinan yang tinggi. Sebab, plasentanya sudah tua, fungsinya pun menurun, sehingga tidak bagus lagi untuk mentransfer makanan.
Akibatnya, bayi bisa kekurangan pasokan nutrisi (dan juga oksigen) sehingga berat badannya menyusut, gerakannya berkurang, kesejahteraan bayi berkurang.
Baca: Terkait Konten Pornografi, Besok Siang KPAI Gelar Pertemuan dengan Pihak WhatsApp
“Risiko terburuk dari kondisi ini, setelah lahir, bayi akan mengalami masalah gizi, sehingga perlu dilakukan pemantauan secara berkala,” jelas dr Merry, SpOG dari Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan
Risiko lainnya adalah air ketuban keburu habis atau bisa juga cairan ketuban menjadi hijau sehingga berbahaya bagi janin, karena bisa menimbulkan keracunan. Inilah yang bisa meningkatkan risiko bayi meninggal di dalam kandungan.
Tak hanya itu, bayi yang lahir lewat waktu juga meningkatkan kemungkinan menelan dan menghirup mekonium (tinja pertama), yang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru-parunya dan mengalami gejala kesulitan bernapas setelah lahir.
Dampak lainnya, bila bayi lahir lebih dari 42 minggu, maka lapisan lemak yang melindungi kulitnya akan hilang, sehingga kulit bayi jadi mengering, pecah-pecah dan mengerut, serta mengelupas.
Selain pada bayi, juga akan mengalami risiko terinfeksi parah saat melahirkan, terutama bila ketubannya menjadi hijau.
Baca: Pernikahan Kahiyang-Bobby, Ternyata Calon Menantu Jokowi Tajir Melintir, Ini Fakta-faktanya
Mengingat risikonya yang tidak ringan, maka ketika usia kehamilan sudah mencapai 41—42 minggu, tapi belum ada tanda-tanda melahirkan atau tak juga terjadi persalinan spontan, umumnya dokter akan “memaksa” untuk segera melahirkan.
Untuk itu, akan dilakukan induksi persalinan, yakni upaya menstimulasi terjadinya proses persalinan. Cara ini merupakan upaya medis untuk memulai proses kelahiran bayi secara normal.
Induksi dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan khusus pada bumil melalui oral, infus, atau dimasukkan ke vagina. Obat-obat ini bertujuan mengeluarkan hormon prostaglandin yang turut menyebabkan otot rahim berkontraksi.
Akan tetapi, induksi tidak boleh sembarangan, harus dinilai berdasarkan kondisi ibu dan bayi, serta dilihat apakah mulut rahim sudah matang dan pas untuk diinduksi.
Baca: Gila! Pria Diduga Guru Seperti Kesetanan Hantam Murid Bertubi-tubi Tanpa Ampun seperti Petinju
Biasanya dokter mengacu pada Bishop score untuk menilai kematangan mulut rahim. Penilaian tersebut penting untuk menghindari kegagalan induksi yang berakibat pada persalinan sesar.
Jika mulut rahim belum matang, bisa dilakukan pematangan dengan pemberian obat atau dengan menggunakan metode mekanis, yakni memasang kateter foley di leher rahim.
Bila serviks sudah matang, induksi dilakukan dengan pemberian obat (oksitosin) melalui cairan infus. Bila sudah dua kali infus tidak ada kemajuan, biasanya dokter akan melakukan bedah sesar. (*)
Artikel ini sudah tayang di nakita.grid.id dengan judul : Jadwal Persalinan Meleset, Apa Yang Harus Dilakukan?
