Setelah Oxford Kini Kota Dublin Cabut Penghargaan untuk Aung San Suu Kyi
Anggota Dewan Kota Dublin, Irlandia, memutuskan mencabut penghargaan Freedom of Dublin City yang mereka anugerahkan kepada
BANJARMASINPOST.CO.ID, DUBLIN - Anggota Dewan Kota Dublin, Irlandia, memutuskan mencabut penghargaan Freedom of Dublin City yang mereka anugerahkan kepada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi.
Bulan lalu, musisi pop Bob Geldof menyerahkan kembali penghargaan Freedom of Dublin yang pernah diterimanya.
Geldof melakukannya sebagai protes karena sesama penerima penghargaan, Aung San Suu Kyi dianggap tak berbuat apa pun terkait kekerasan yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar.
Suu Kyi telah dituduh tutup mata terkait penindasan militer Myanmar terhadap etnis Rohingya yang adalah pemeluk agama Islam.
Sejauh ini sudah lebih dari setengah juta warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dari gelombang kekerasan sejak Agustus lalu.
Menurut pemberitaan RTÉ, pemungutan suara dilakukan di Dewan Kota Dublin terhadap usulan mencopot penghargaan untuk Suu Kyi.
Hasilnya, 59 suara mendukung pencabutan penghargaan, 2 suara menentang, dan 1 suara abstain.
Para anggota Dewan Kota Dublin juga setuju menghapus nama Sir Bob Geldof dari daftar setelah musikus itu mengembalikan hadiah kehormatan tersebut ke Dewan Kota Dublin bulan lalu.
Sebelumnya Kota Oxford mencabut penghargaan untuk Suu Kyi.
Pemerintah kota Oxford, Inggris memutuskan untuk mencabut penghargaan "Freedom of the City" yang diberikan kepada Aung San Suu Kyi karena respon lemahnya terhadap krisis Rohingya.
Freedom of the City adalah penghargaan yang diberikan pemerintah sebuah kota yang diberikan kepada sosok yang dianggap berprestasi, tokoh ternama, atau selebriti yang berkunjung.
Penghargaan ini masih dilakukan di Inggris, Irlandia, Australia, Kanada, Afrika Selatan, dan Selandia Baru.
Pemimpin de facto Myanmar, yang adalah lulusan salah satu perguruan tinggi di Oxford, mendapatkan penghargaan ini pada 1997 karena perjuangannya untuk demokrasi.
Penghargaan itu diberikan setelah Aung San Suu Kyi menjadi tahanan rumah beberapa tahun di Yangoon karena memperjuangkan demokrasi.
Namun, lemahnya kebijakan Suu Kyi dalam krisis Rohingya membuat pada anggota dewan kota Oxford memutuskan tak ingin memberikan penghargaan untuk "mereka yang menutup mata terhadap kekerasan".
