Guru di Papua Ini Blak-blakan Sebut Aksi seperti Dilakukan Zaadit Taqwa Tak Beretika

Kini, giliran guru bernama Sigit Arifian yang mengeluarkan curahat hatinya (curhat). Diketahui Sigit merupakan salah satu guru yang

Editor: Ernawati
Sigit, guru di Papua. 

Salah satu persoalan yang sedang heboh saat ini adalah mengenai gizi buruk di asmat.
Aku bukan orang kesehatan tapi aku meyakini gizi buruk itu bukan semata masalah kurangnya tenaga kesehatan melainkan efek dari kemiskinan dan pendidikan rendah.

Kenapa sih masalah kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan masih belum teratasi hingga saat ini, apa kendalanya.
Kendala pertama di papua adalah kondisi medan dan geografisnya.

Untuk menjangkau masyarakat di kampung-kampung sangat sulit sekali, dimana harus melewati gunung-lembah, melintasi laut, sungai bahkan rawa-rawa.

Makanya pemerintah saat ini mengenjot pembangunan infrastruktur guna membuka akses daerah sulit, bandara-bandara dan pelabuhan yang terus dibangun dan diperbesar, harga bbm satu harga (udah jalan kebijakannya meski di lapangan ada “seseuatu” yang mengganjal), hal yang langsung kurasakan adalah menyaksikan pembangunan di distrik tempatku mengajar, distrikku berada di perbatasan Papua Nugini, saat ini sudah di bangun puskesmas, tower telekomunikasi meski belum beroperasi dan sedang dalam proses survey untuk pembangkit tenaga surya).
Namun itu semua hanyalah bangunan kosong tanpa SDM yang menjalankan, Nah kendala kedua ya itu SDM, Papua sangat kurang SDM mulai dari tenaga kesehatan, insinyur, guru. Mengabdi di Papua itu sulit jika tidak pake hati apalagi hanya mengejar uang.

Bagi tenaga medis yang melayani dipedalaman-pedalaman terpencil Papua, mereka harus menempuh perjalanan yang jauh, harus berjalan kaki berjam-jam hingga berhari-hari sambil memikul obat dan perlengkapan medis lainnya.

Bagi guru yang mengajar di pedalaman harus hidup dengan ketiadaan akses sinyal, tanpa listrik PLN, transportasi ke kota yang sulit, biaya hidup mahal karena bbm aja bisa 50-70rb.

jadi jangan kaget di pedalaman papua, mata uang paling kecil itu 5rb, akses air bersih yang sulit karena di sebagian daerah hanya mengandalkan air hujan, bisa tidak mandi berhari-hari saat kemarau, bahkan di beberapa wilayah nyawa taruhannya.

Makanya banyak pegawai-pegawai yang tidak betah untuk bekerja dan memilih untuk secepatnya pulang,

Jadi pesanku yang kedua, kalau memang peduli dengan papua, kuliah dulu lah yang benar jadilah orang yang ahli dibidangmu, pas udah lulus ajak teman-temenmu ramai2 datang ke papua dan tunjukkan secara nyata kontribusi kalian sesuai kompetensi yang dimiliki.
FYI, aku udah balik ke Jakarta barangkali ada yang mau ngobrol2 sharing pengalamanku satu tahun mengajar di papua, sambil liat foto"

Postingan yang baru diunggah pada hari Rabu (7/2/2018) tersebut sudah disukai lebih dari 5.500 kali.
Berbagai komentar juga muncul dari warganet.

Berikut beberapa di antaranya.

@heni_kafita "Aq selalu menunggu postinganmu mas.... Dg begitu aq bisa melihat seperti apa saudara saudara kita disana"

@marrintarina "Masyaallah bang, aku berkaca-kaca bacanya"

@aditrocka "tak perlu koar koar biar untuk di lihat orang banyak, seperti beliau ini lah contoh generasi yg patut di contoh , semangat terus bang sigit"

@david.wp.khusairi "mas @sigit.arifian itu tolong mas @zaaditt dibantu.. seperti.nya papua tidak membutuh.kan kartu kuning untuk bangkit.. karna sebelum kartu.kuning keluar.. papua.pun sudah mulai sdikit.demi sdikit bangkit.."

@bamsembiring "Keren kak. Semangat terus. Btw aku terinspirasi jadi pengen kesana kak hehe. @sigit.arifian" (Tribunstyle/ Irsan Yamananda)

Sumber: TribunStyle.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved