Bisnis Tekno

Demi Pasokan Baterai iPhone dan iPad, Apple Cari Penambang Kobalt

Patut diketahui, kobalt merupakan materi utama pembuatan baterai lithium ion yang biasa digunakan untuk baterai iPhone dan iPad.

Editor: Didik Triomarsidi
Apple
Charger nirkabel Apple AirPower 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Apple dilaporkan ingin mengamankan pasokan kobalt jangka panjang untuk perusahaannya. Caranya dengan melobi perusahaan penambang agar menjual hasil kobaltnya langsung ke perusahaan Cupertino.

Patut diketahui, kobalt merupakan materi utama pembuatan baterai lithium ion yang biasa digunakan untuk baterai iPhone dan iPad.

Baca: Wow! Ada Desa yang Menyajikan Wisata Kopi di Tanjung Puting, Ayo Mampir!

Menurut seorang sumber anonim, Apple berencana mengamankan ribuan metrik ton kobalt dalam kurun waktu lebih dari lima tahun. Guna melancarkan rencana, Apple sudah melakukan diskusi pertama setahun lalu.

Sayangnya, diskusi pertama tidak berjalan mulus. Alhasil, Apple masih terus mencari penambang lain yang mau diajak bekerja sama.

Sebelumnya, pembuatan baterai pada sejumlah perangkat Apple dipercayakan ke pihak ketiga. Namun belakangan ini, Apple dikabarkan bakal membuat baterai sendiri. Alasannya, mitra Apple tidak dapat memastikan ketersediaan dengan alasan ketergantungan jumlah kobalt.

Menanggapi kabar ini, juru bicara Apple ini enggan berkomentar.

Dikutip KompasTekno dari Bloomberg, Jumat (23/2/2018), saat ini Apple tercatat sebagai pengguna kobalt terbesar di dunia lantaran jumlah penggunaan baterainya.

Jika kedepannya rencana pembelian kobalt jangka panjang bisa disepakati, persediaan bahan baku pembuatan lithium-ion ini dipastikan memenuhi target. Ini berdampak langsung pada stabilnya pendapatan Apple beberapa tahun kedepan.

Selain keuntungan, keterlibatan Apple pada sektor penambangan juga disinyalir memberikan angin segar mengenai peraturan penambang bawah umur. Sebab, Apple merupakan perusahaan yang menentang pekerja anak.

Konsumsi kobalt kian meningkat

Muculnya beragam perangkat elektronik mengakibatkan kebutuhan perusahaan akan kobalt bertambah. Dibanding tahun tahun 2016, konsumsi kobalt setelahnya meningkat 6,5 ton pertahun.

Tahun 2016, konsumsi kobalt mencapai 289.000 ton pertahun. Sedangkan di tahun 2017, jumlahnya menjadi 554.000 ton. Dari jumlah tersebut, seperempatnya digunakan untuk pembuatan lithium-ion.

Angka ini dipastikan terus naik setiap tahunnya. Apalagi ketika mobil listrik, power bank, dan pembangkit listrik tenaga lithium-ion mulai bermunculan. Dibanding lithium-ion ponsel, kebutuhan kobalt untuk produksi peralatan tersebut jauh lebih tinggi.

Hingga tahun 2030 mendatang, konsumsi kobalt untuk perangkat elektronik disinyalir mencapai 324,3 ribu ton.

Tidak hanya jumlah penggunaan, harga kobalt juga tercatat mengalami kenaikan hingga tiga kali lipat dalam satu setengah tahun terakhir.

Sebelumnya, unsur yang banyak ditemukan di Kongo ini dihargai sekitar 27.000 dollar (Rp 385,7 juta) per metrik ton. Namun sekarang, harganya sudah mencapai 80.000 dollar (Rp 1,14 miliar) per metrik tonnya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved