Serbuan Gepeng Saat Ramadhan

Bertambah, Setelah Gepeng dan Pengemis, Kota Banjarmasin Juga Diserbu Manusia Gerobak

Pasukan manusia gerobak ini pada malam hari sering terlihat mengumpul di sekitar Kampus Unlam Kayutangi Jalan Hasan Basri.

Editor: Elpianur Achmad
Halaman 1 Harian Banjarmasin Post Edisi Kamis (7/6/2018) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kota Banjarmasin dan sekitarnya menjadi sasaran bagi para gepeng dan pengemis untuk mengadu nasib mencari rezeki terutama di Bulan Ramadhan. Kini masalah sosial itu bertambah dengan kian maraknya manusia gerobak.

Pasukan manusia gerobak ini pada malam hari sering terlihat mengumpul di sekitar Kampus Unlam Kayutangi atau di sekitar Mahligai Pancasila. Masalah ekonomi menjadi alasan utama manusia gerobak memilih menekuni profesi itu.

Masnah (53) menuturkan kehidupannya yang sulit. Nenek yang sehari-hari mengais sampah plastik, malam itu memarkirkan gerobaknya di depan Kampus Unlam Kayutangi. Dia duduk berdampingan dengan suaminya yang juga parobaya.

Sambil mengamati jalan Jalan Hasan Basyri, Masnah berdiri dan mengais-ngais sampah plastik di tong sampah dan memasukkannya ke dalam gerobak yang dibawanya. Wanita asal Alalak Selatan, Banjarmasin Utara, itu tengah istirahat setelah sejak siang hari mencari sampah plastik.

Baca: Gugatan PT Sebuku Sejaka Coal Putus! PTUN Batalkan Keputusan Gubernur Kalsel

Masnah mengaku baru menjalani profesi selama bulan Ramadan demi demi mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Angin malam yang menusuk kulit tak dihiraukannya. Dia menutup tubuhnya dengan pakaian seadanya agar tidak sakit.

Masnah menuturkan, empat anaknya yang sudah dewasa tidak dapat membiayai kehidupannya. Bahkan, beberapa anak laki-lakinya yang sudah berumah tangga tidak pernah lagi memberinya nafkah. "Kasarannya 500 ribu per orang pun tidak apa-apa memberi orangtua seperti saya,” tuturnya dengan bahasa memelas.

Melihat suaminya yang juga sudah tua dan kurang bertenaga lagi, Masnah terdorong untuk membantunya mencari sampah plastik di perumahan-perumahan di Banjarmasin.

Keberadaan tuna sulila (pengemis) dengan membawa gerobak, tampaknya kembali marak di Kota Banjarmasin.
Keberadaan tuna sulila (pengemis) dengan membawa gerobak, tampaknya kembali marak di Kota Banjarmasin. (banjarmasinpost.co.id/rahmadhani)

Masnah berujar, kondisi ekonomoni yang sulit, biaya listrik dan PDAM yang sudah tak terbayar hingga dua bulan, menjadi alasan dia bersama suaminya menjadi manusia gerobak.

Baca: Prediksi Susunan Pemain Bhayangkara FC vs Madura United Liga 1 2018 Pekan 13 Malam Ini

Siang berangkat dari rumah dan baru kembali bersama suaminya pada tengah malam. Dia tak memungkiri menjadi manusia gerobak suatu aib. Namun karena tuntutsan ekonomi, mau tidak mau tidak harus melalukan hal itu.

"Kalau saja waktu masih muda, tidak akan pernah saya mau melakukan pekerjaan ini. Saya lebih suka bejualan, atau mengambil upah jadi buruh cuci,” ungkap Masnah.

Sehari-hari suaminya bekerja sebagai buruh kayu dan kadang menjadi pemulung. Saat bulan Ramadan dia dan suami mencoba peruntungan dengan mengharapkan uang zakat atau pemberian makanan berbuka puasa.

"Yang penting halal, tidak mencuri,” timpal Anang, suaminya.

Selain Anang dan Masnah, sebagian besar tetangganya di Gang Ar Ridha, RT 07 Alalak Selatan juga terjun menjadi‘manusia gerobak’. Hal itu disebabkan warga di kawasan itu adalah buruh kayu.

"Nah yang itu, suamiya sudah meninggal, hidup dengan dua kerjanya membawa gerobak juga,” ujar Anang sambil menunjuk perempuan yang membawa gerobak yang ditiduri anaknya.
Setiap hari setelah pulang membawa sampah plastik kemudian dijual kepada pengepul yang ada di Alalak Selatan juga.

Baca: Serbu Kota Banjarmasin Jelang Lebaran, Ternyata Ini Beda Antara Pengemis dan Gepeng

"Kadang dapat dua puluh ribu, paling banyak lima puluh ribu. Dari sekarung besar itu dapatnya hanya sepuluh ribu saja,” jelas Anang.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved