Berita Nasional
HUT Kemerdekaan, Ini Profil Pengibar Pertama Bendera17 Agustus 1945, Abdul Latief Keturunan Ken Arok
Sang Saka Merah Putih yang sekarang disubut bendera pusaka dikibarkan dengan gagahnya, menjadi saat yang krusial
Penulis: Yayu Fathilal | Editor: Didik Triomarsidi
Pada saat itu, Latief Hendraningrat menjadi orang PETA yang paling bertanggungjawab atas keamanan Jakarta.
Ia menggantikan tugas atasannya, Kasman Singodimejo.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, anak-anak muda berdatangan menuju Lapangan Ikada (kini di area Monumen Nasional atau Monas).
Mereka mendengar bahwa di sana Soekarno-Hatta akan menyatakan proklamasi kemerdekaan Indonesia, namun, sesampainya di Lapangan Ikada, tentara Jepang sudah siap dengan senjata lengkap.
Rupanya, deklarasi Kemerdekaan Republik Indonesia bukan dilakukan di Lapangan Ikada, melainkan di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta Pusat yang merupakan kediaman Soekarno.
Latief Hendraningrat tidak hanya mengamankan halaman depan rumah Soekarno yang akan digunakan sebagai lokasi proklamasi kemerdekaan, ia juga menempatkan beberapa prajurit PETA pilihannya untuk berjaga-jaga di sekitar jalan kereta api yang membujur di belakang rumah itu.
Baca: Timnas U-16 Indonesia Dapat Dua Gelar, Ini Daftar Peraih Penghargaan Piala AFF U-16 2018
Usai pembacaan teks proklamasi, Latief bertindak sebagai pengibar sang saka Merah Putih bersama Suhud Sastro Kusumo.
Pasukan PETA Latief bermarkas di bekas markas pasukan Kavaleri Belanda di Kampung Jaga Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.
Setelah bergabung dengan TNI, kariernya menanjak terus dan bahkan sempat menjadi Rektor IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta) pada tahun 1964-1965.
Baca: Polisi Kejar Ayah Tak Bertanggung Jawab, Bayi Ditemukan Disemak Jadi Rebutan
Dalam masa pendudukan Jepang, Abdul Latief Hendraningrat giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo), yang selanjutnya dia menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA).
Karier militer Latief Hendraningrat di PETA pun berjalan cukup mulus.
Hingga akhirnya PETA dibubarkan pada 18 Agustus 1945, pangkat terakhir Latief adalah chudancho (sudanco) alias komandan kompi, satu tingkat di bawah pangkat tertinggi untuk pribumi saat itu yakni daidanco atau komandan batalyon.
Dalam masa setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Abdul Latief Hendraningrat terlibat dalam berbagai pertempuran.
Kemudian menjabat komandan Komando Kota ketika Belanda menyerbu Yogyakarta (1948).
Kala itu, Yogyakarta sebagai ibukota RI menjadi area pertempuran yang paling genting.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banjarmasin/foto/bank/originals/abdul-latief-hendraningrat_20180812_084549.jpg)