B Focus Economic

Pengrajin Sasirangan Semakin Kreatif, Pewarna Alami Lebih Disukai Wisatawan Luar Daerah

Kain sasirangan dulu adalah pakaian adat yang biasa dipakai pada upacara-upacara adat.

Editor: Eka Dinayanti
BPost Cetak

Pembentukan kampung sasirangan oleh Dinas Pariwisata Pemko Banjarmasin ini bertujuan memudahkan pembeli sekaligus sarana pembinaan kepada usaha mikro kecil dan menengah.

Di kawasan ini, selain penjual juga terdapat beberapa pengrajin sasirangan yang mengolahnya di rumah pribadi.

Salah satunya adalah Rusmalina, yang sudah sejak 1990 bergelut sebagai perajin sasirangan.

"Tapi 10 tahun terakhir selain membuat sasirangan saya juga menjual sendiri, sebelumnya menitip di toko orang," ujar Lina, pemilik Lina Sasirangan.

Tiap tahun menurutnya perkembangan produk sasirangan semakin meningkat, baik itu dari segi motif maupun nilai ekonominya.

Dari sisi desain motif, kini lebih mengikuti perkembangan zaman.

Ia membeberkan soal desain yang dibuat selalu memberikan sentuhan kombinasi apapun, dibanding dulu desainnya terkesan monoton.

"Saya beberapa tahun ini juga mulai membuat sasirangan dengan pewarna alam seperti dari limbah kayu ulin, rebusan daun mangga atau ketapang," kata dia.

Menurutnya hasil dengan pewarna alam lebih diminati oleh wisatawan luar daerah.

"Sedangkan pewarna tekstil diminati masyarakat Kalsel," tuturnya.

Soal harga ia menuturkan untuk sasirangan dengan pewarna alam dibanderol Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu.

Sedangkan yang menggunakan pewarna kimia Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu.

"Untuk jenis kain menggunakan katun dan semi sutra," ungkapnya.

Mengenai omzet sebagai pengrajin dan penjual sasirangan, ia menuturkan bisa menghasilkan Rp 10 hingga Rp 20 juta per bulan.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved