B Focus Economic
Pengrajin Sasirangan Semakin Kreatif, Pewarna Alami Lebih Disukai Wisatawan Luar Daerah
Kain sasirangan dulu adalah pakaian adat yang biasa dipakai pada upacara-upacara adat.
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kain sasirangan dulu adalah pakaian adat yang biasa dipakai pada upacara-upacara adat.
Bahkan kain ini mulanya digunakan untuk kesembuhan bagi orang yang tertimpa suatu penyakit (pamintaan).
Pada zaman dulu kain sasirangan sebagai pakaian adat biasanya berupa ikat kepala (laung), sabuk untuk lelaki serta sebagai selendang, kerudung, atau udat (kemben) bagi kaum wanita.
Seiiring dengan perkembangan zaman, kain sasirangan kini tidak hanya menjadi pakaian adat tapi juga menjadi sandang khas Kalimantan Selatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kain sasirangan kerap dijadikan bahan bagi busana pria maupun wanita yang dipakai sehari-hari, baik resmi atau non resmi.
Tak sulit mendapatkan kain yang khas ini.
Baca: Lokasi, Jadwal Tes SKD Pendaftaran CPNS 2018 Kemenag, Cetak Kartu Ujian di Sscn.bkn.go.id
Baca: Jadwal dan Link Pengumuman CPNS Kemenkumham 2018 Serta Tahapan Tes Usai CAT
Baca: Maia Estianti dan Irwan Mussry Menikah, Ibunda: Semoga mendapat Mantu yang Baik Hati
Bahkan di Banjarmasin ada kampung yang disebut Kampung Sasirangan, tepatnya Kampoeng BNI Sasirangan Banjarmasin.
Kampung Sasirangan adalah tempat pembuatan batik khas Banjarmasin yaitu kain sasirangan dimana pembuatan batik ini masih menggunakan cara tradisional.
Di sini, pengunjung tidak hanya bisa membeli aneka produk sasirangan, tapi juga bisa menyaksikan proses pembuatannya.
Kini, kerajinan sasirangan pun semakin bebas dan tidak tabu terhadap perkembangan zaman.
Hal ini tampak dari motif dan desain yang mengikuti tren serta penuh kreativitas.
Sejumlah motif khas yang sudah dikenal sejak lama seperti kulat karikit, gigi haruan, iris pudak, ular lidi, daun jaruju, tampuk manggis, hiris gagatas dan kambang sasaki.
Namun saat ini, bertambah dengan aneka motif baru.
Kampung Sasirangan terletak di Jalan Seberang Masjid Kelurahan Kampung Melayu.
Sejak 2010 telah dijadikan salah satu objek wisata suvenir kerajinan kain dan busana sasirangan.
Pembentukan kampung sasirangan oleh Dinas Pariwisata Pemko Banjarmasin ini bertujuan memudahkan pembeli sekaligus sarana pembinaan kepada usaha mikro kecil dan menengah.
Di kawasan ini, selain penjual juga terdapat beberapa pengrajin sasirangan yang mengolahnya di rumah pribadi.
Salah satunya adalah Rusmalina, yang sudah sejak 1990 bergelut sebagai perajin sasirangan.
"Tapi 10 tahun terakhir selain membuat sasirangan saya juga menjual sendiri, sebelumnya menitip di toko orang," ujar Lina, pemilik Lina Sasirangan.
Tiap tahun menurutnya perkembangan produk sasirangan semakin meningkat, baik itu dari segi motif maupun nilai ekonominya.
Dari sisi desain motif, kini lebih mengikuti perkembangan zaman.
Ia membeberkan soal desain yang dibuat selalu memberikan sentuhan kombinasi apapun, dibanding dulu desainnya terkesan monoton.
"Saya beberapa tahun ini juga mulai membuat sasirangan dengan pewarna alam seperti dari limbah kayu ulin, rebusan daun mangga atau ketapang," kata dia.
Menurutnya hasil dengan pewarna alam lebih diminati oleh wisatawan luar daerah.
"Sedangkan pewarna tekstil diminati masyarakat Kalsel," tuturnya.
Soal harga ia menuturkan untuk sasirangan dengan pewarna alam dibanderol Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu.
Sedangkan yang menggunakan pewarna kimia Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu.
"Untuk jenis kain menggunakan katun dan semi sutra," ungkapnya.
Mengenai omzet sebagai pengrajin dan penjual sasirangan, ia menuturkan bisa menghasilkan Rp 10 hingga Rp 20 juta per bulan.
