Berita Banjarmasin

Sarjana Kimia ULM Ini Merasakan dengan Melukis, Menulis dan Membaca Menjadi Obat Baginya

Jika sudah menjadi kebiasaan, maka kita tak nyaman jika kebiasaan itu terabaikan. Sebagaimana pula gadis satu ini yang terbiasa membaca

Penulis: Salmah | Editor: Didik Triomarsidi
dokumen pribadi
Nurwahdah, Sarjana Kimia alumnus FMIPA ULM Banjarbaru. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Jika sudah menjadi kebiasaan, maka kita tak nyaman jika kebiasaan itu terabaikan. Sebagaimana pula gadis satu ini yang terbiasa membaca dan akan merasa gelisah jika dalam aktifitasnya tak membawa bahan bacaan.

"Iya. Saya risih ketika ke kampus atau penelitian tak ada bahan bacaan yang dibawa," ujar Nurwahdah, Sarjana Kimia alumnus FMIPA ULM Banjarbaru ini.

Di sela-sela menunggu dosen, penelitian, atau jeda antar kegiatan adalah waktu yang bisa Ia manfaatkan untuk membaca meski hanya sedikit selain waktu sore hari atau malam hari.

Nurwahdah, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Salamat dan Siti Maryam ini kelahiran Kota Tanjung, 9 Juni 1997.

Ia mempunyai nama pena Wahda Hobakci atau akrab disapa Wahda semasa putih abu-abu dan kuliah.

Alumnus Madrasah Aliyah Negeri 1 Barabai 2015 ini semasa kecil akrab dengan dunia membaca. Ia dan adiknya begitu bersemangat mendengarkan cerita ataupun 'manaqib' dari ayahnya menjelang tidur.

Baca: Momen Anang Hermansyah & Ashanty Sebut Pernikahan Nagita Slavina & Raffi Ahmad Tak Sehat

Kadang diselipkan cerita tentang BJ Habibie ataupun Prof Hamka. Cerita tokoh nasional yang sangat memotivasinya kala itu.

"Saya juga senang membaca kitab yang berkaitan agama, sesekali saya baca kitab punya ayah," ujar Wahda yang pernah meraih gelar Wisudawati Santri terbaik Hulu Sungai Tengah, mengalahkan 2000 peserta.

Semasa MTs dan MA, Ia tinggal bersama neneknya dan memilih sekolah yang ia rasa lebih baik terutama memiliki perpustakaan dan fasilitas lain yang lebih besar dibandingkan sekolah yang berada dekat rumahnya.

Perahu Kertas karya Dee Lestari dan Autumn in Paris karya Ilana Tan yang dipinjanmkan teman kelas X-nya merupakan awal ketertarikannya membaca buku novel atau sastra.

Baca: DPW PPP Kalsel Tak Hanya Jadi Penonton di Pada Pilkada 2020, Tapi Juga Lakukan Ini

Buku bergenre romance memang merupakan awal ketertarikannya terhadap novel tetapi genre Science fiction (Sci-Fic), fantasy, self-improvement, dan sajak yang menjadi favoritnya.

"Penulis Indonesia bergenre science fiction yang begitu saya kagumi adalah Dee Lestari dengan proses riset menghasilkan karya yang begitu epic seperti Supernova dan Aroma Karsa," ungkapnya.

Buku serial Supernova ia pinjam dari temannya dan ia pernah bolos kuliah untuk bertemu Dee dan membeli buku Aroma Karsa bertanda tangan di KalSel Book Fair 2018.

Baca: Profil Suami Citra Monica, Aditiyo Januajie yang Laporkan Ifan Seventeen, Berprofesi Dokter

Selama kuliah, Wahda juga memanfaatkan waktunya untuk mengasah soft skills antara lain aktif dalam berbagai kepanitian dan organisasi.

Ia aktif berpartisipasi di Himpunan Mahasiswa Kimia (Himamia) Redoks periode 2017 sebagai Anggota Divisi Informasi dan Komunikasi dan periode 2018 sebagai Anggota Divisi Kaderisasi.

Hobinya dalam dunia literasi (membaca dan menulis) dan dunia seni (melukis) membuatnya aktif di organisasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Science Goes to Opera (SGO) periode 2016 sebagai Anggota Divisi Sastra dan periode 2017 sebagai Koordinator Divisi Sastra.

Baca: BREAKING NEWS - Bayi Laki-laki di Semak Belakang Kantor Perindag Murungraya, 2 Pekan 3 Bayi Dibuang

Meskipun menerbitkan buku semasa kuliah merupakan resolusi yang belum Ia raih tetapi Ia berhasil menjadi bagian yang berperan penting dalam terbitnya buku Nuxvar bersama teman-temanya, karena baginya masa muda masa berkarya, bukan banyak pusing hanya karena jatuh cinta dan patah hati.

Beberapa buku yang Ia baca juga kadang dalam bentuk e-book. Ia juga mengagumi Stephenie Meyer seorang novelist Amerika bergenre Sci-Fic, Paulo Coelho, dan JK Rowling penulis bergenre Fantasy. The Wizard of Oz juga merupakan buku fantasy yang Ia sukai.

Koleksi buku sastra di kamar kos Wahda di antaranya Under The Dome full series (Stephan King), Self-Driving (Rhenald Kasali), Hujan Bulan Juni & Pinkan Melipat Jarak (Sapardi Djoko Damono), Aroma Karsa (Dee Lestari), Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer), Negeri Lima Menara (A. Fuadi), Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (Marchella Fp), Arah Langkah (Fiersa Besari), The Things You Can See Only When You Slow Down (Haemin Sunim), dan beberapa buku lainnya.

Baca: Curhatan Putra Maia Estianty, Dul dan El Melihat Kondisi Ahmad Dhani Satu Sel 12 Orang di Cipinang

Buku-buku tersebut Ia beli dengan uang hasil lukisan, honor bimbingan belajar, dan tabungan dari beasiswa sebagai reward untuk appreciate dirinya sendiri yang telah selesai melakukan a great things.

"Kadang saya tak masalah jika uang tabungan sekitar 400 ribuan habis hanya untuk membeli buku akademik ataupun non akademik dibandingkan membeli pakaian ataupun makeup," selorohnya.

Bagi Wahda, melukis, menulis, dan membaca adalah obat. Semua bersifat menyembuhkan.

Melukis atau menggambar adalah dimensi tanpa batas dalam mengekspresikan cerita.

"Semua orang bisa melakukannya, hanya saja kebanyakan orang dewasa terlalu terpatok dengan “
rules, ingin lukisan atau gambarannya seperti professional, tidak seperti anak-anak. Padahal, kita hanya perlu meanuangkan dalam berbagai medium warna dengan cerita masing-masing," ungkapnya.

Sama halnya menulis. Tentang jatuh di jalanan terjal nan berbatu, rasa yang tak bisa diceritakan pada orang lain, atapun kadang susah memahami apa yang dirasa.

Baca: Shandy Aulia Hamil Setelah Pernikahan 8 Tahun dengan David Herbowo, Jadi Trending Twitter

Melalui karya Sapardi dan Bung Fiersa, ia jadikan menulis sebagai medium untuk bercerita pada diri sendiri, charge kembali motivasinya, dan mengabadikan sebuah kisah seperti menulis sajak untuk mengekspresikan rindu.

Sajaknya yang bertema “Rindu” pernah meraih penghargaan sajak terbaik bulan Juni 2018 yang diadakan oleh @menulis_yuk.

"Literasi memang memegang peranan begitu penting dalam segala lini modern saat ini. Membaca menjadi kunci untuk membuat sebuah tulisan yang baik dan mengurangi adanya miss interpretation," paparnya.

Membaca juga bermakna menjelajah belantara pengetahuan. Menyelami berbagai konflik dan penyelesaian masalah dalam berbagai alur cerita membuat kita belajar melihat dari berbagai sudut pandang sehingga tak mudah underestimate pendapat dan keputusan (mampu mendengar, mau memahami, peduli, dan berempati pada orang lain) dalam kehidupan sehari-hari.

Baginya membaca juga salah satu langkah untuk melakukan perubahan dari seorang passanger menjadi driver. Perubahan menuntut manusia berpikir, demikian kutipan Rhenald Kasali dalam bukunya Self-Driving.

Banyak buku yang disenangi Wahda, antara lain buku bergambar; Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini. Bercerita tentang memori, gagal, tumbuh, patah, bangun, hilang, menunggu, bertahan, berubah, dan segala ketakutan manusia pada umumnya.

Baca: Susul X-Men Dark Phoenix, Men In Black : International Dapat Kritik Buruk

Menjadi begitu berkesan karena ditulis dengan kalimat sederhana namun tak surut makna. Buku yang berkesan juga datang dari beberapa buku lainnya.

The Alchemist karya Paulo Coelho menceritakan petualangan dan perjalanan seorang anak laki-laki yang mempunyai mimpi. Buku yang menumbuhkan optismisme meledak-ledak kepada tiap pembacanya dengan salah satu quote yang begitu melekat. Jika seseorang memiliki keinginan yang kuat dari dalam hati maka semestapun akan bahu-membahu mewujudkannya.

The One Things karya Garry Keller dan Jay Papasan memberikan banyak pelajaran bagaimana mengatur fokus dan prioritas untuk mendorong produktivitas diantara banyak mimpi. Manajemen prioritas antara akademik dengan organisasi kampus misalnya.

Dan terakhir buku terbaik yang ia punya adalah The Things You Can See Only When You Slow Down: How to Be Calm in A Busy World, dengan gaya bicara kepada pembaca yang jelas dan ilustrasi yang sangat indah di setiap akhir bab.

Setiap bab diawali dengan refleksi, memuat pembaca bertanya dan merenung. Lalu ada kata-kata bijak yang dimudah dicerna dan begitu menenangkan.

Kutipan yang sangat Ia suka adalah yang artinya jangan berjuang untuk menyembuhkan lukamu, cukup luangkan waktu ke hatimu dan tunggu, ketika lukamu sudah siap, mereka akan sembuh dengan sendirinya.

Selain buku-buku sains dan sastra, buku bertemakan agama seperti tauhid dan tasawuf juga menjadi koleksinya sebagai pelengkap dalam menuntut ilmu.

Baca: Chef Arnold Pernah Alami Masa Kelam, Tak Bisa Kuliah, Bahkan Sudah Bekerja Sejak Usia 14 Tahun

Ia sadar bahwa nilai seorang hamba bukan berdasarkan pada apa yang orang lain lihat, apa yang telah Ia dilakukan dan apa yang orang lain ketahui tentangnya. Juga bukan dari status atau pangkat kehidupan, juga tidak didefinisikan dari masa lalu.

"Masa lalu adalah sejarah sebagai pusat untuk belajar dan berbenah menjadi manusia yang lebih baik dari tahun, bulan, dan hari kemarin. Sejatinya nilai hamba yang sebenarnya adalah seberapa dekat ia dengan Tuhannya," pungkas Wahda.

Wahda yang senang mencoba banyak hal, juga sadar bahwa masanya tak berulang. Baginya, perjalanan dan pengalaman adalah ruang sejati untuk memahami dan mengilhami.

(banjarmasinpost.co.id/salmah saurin)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved