Berita Kaltim
Kakek Suhendri Tolak Rp 10 Miliar dan Pertahankan Hutan 1,5 Hektare Miliknya demi Warga Tenggarong
Suhendri, kakek berusia 78 tahun asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berharap hutan buatannya di tengah Kota Tenggarong akan terus dijaga.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Jiwa sosial dan sifat kemanusian yang sudah tertanam di hati Kakek Suhendri (78) membuat dirinya tak goyah mempertahankan 1,5 haktere lahan hutan kota miliknya meskipun ditawar miliaran rupiah.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (4/11/2019), Suhendri, kakek berusia 78 tahun asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berharap hutan buatannya di tengah Kota Tenggarong akan terus dijaga dan dirawat.
Alasannya, perjuangan untuk menyediakan oksigen bagi masyarakat Tenggarong yang telah dirintisnya sejak 1986 itu sudah melalui cobaan yang tidak mudah.
"Saya menyiapkan oksigen bagi masyarakat di kota ini," kata Suhendri.
Salah satu pengalaman yang tak pernah dia lupakan adalah saat menolak tawaran senilai Rp 10 miliar untuk lahan 1,5 hektar miliknya itu.
Baca: Kepanikan Nagita Slavina Sampai Datangi Dokter Seusai Kehamilan Istri Raffi Ahmad Disinggung Ashanty
“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meskipun bukan keluarga saya,” ujar Suhendri saat berbincang di kediamannya bersama Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Suhendri menjelaskan, niat dirinya untuk menjaga lingkungan dengan menanam pohon di tengah kota sudah tertanam dalam hati.
Godaan para investor yang menawar akan membeli lahan seluas 1,5 hektar untuk dijadikan perumahan pun tak mempan baginya.
“Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri.
Awal mula perjuangan Suhendri
Kakek dua anak ini menceritakan, saat pertama kali menginjak tanah Kalimantan Timur pada 1971, dia bekerja sebagai pekerja proyek pembangunan asrama milik perusahaan kayu.
Baca: Makcomblang Rezky Aditya & Citra Kirana Hingga Susul Ammar Zoni-Irish Bella dan Roger-Cut Meyriska
Saat itu juga bisnis kayu sedang marak. Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa.
"Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani, tapi garap lahan orang lain," ujar dia.
Lalu, Suhendri melanjutkan, pada 1979 dirinya membeli lahan seluas 1,5 hektar. Saat itu dia beli dengan harga Rp 100.000.
Lahan itu dia gunakan untuk bertani dengan konsep pertanian agroforestri, yaitu menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian.
Awalnya, ia menanami komoditas pertanian, seperti lombok, sayuran, dan buah-buahan.