BPost Cetak
Perceraian Seperti Bom Waktu, Urgensi Edukasi Pranikah
ingginya perceraian yang tinggi di negara kita mesti segera diatasi. Membiarkannya berarti sengaja menyimpan bom waktu
Oleh: Irma Suryani, Peminat masalah pendidikan, Alumni STAI Sukabumi
BANJARMASINPOST.CO.ID - Tingginya perceraian yang tinggi di negara kita mesti segera diatasi. Membiarkannya berarti sengaja menyimpan bom waktu yang cepat atau lambat akan meledak dan melahirkan goncangan sosial yang dahsyat.
Salah satu upaya untuk menekan angka perceraian agar tidak semakin meningkat adalah dengan menyelenggarakan pendidikan pranikah.
Memiliki rumahtangga yang langgeng dan harmonis adalah cita-cita dan harapan semua pasangan yang melangsungkan pernikahan.
Tidak pernah ada pasangan yang melangsungkan pernikahan atau perkawinan dengan tujuan untuk bercerai. Boleh jadi dalam hemat banyak pasangan yang menikah, kiranya hanya mautlah yang satu-satunya boleh memisahkan mereka.
• Amukan Raul Lemos Imbas Isu Bercerai dengan Krisdayanti, Ayah Tiri Aurel Hermansyah Malah Kata Ini
• INNALILLAHI Kabar Duka, Suami BCL, Ashraf Sinclair Meninggal Dunia, Yuni Shara Langsung Ucap Ini
• Cegah Virus Corona Masuk ke Kotabaru, ABK Sakit Ditangani di Kapal
• Kontroversi RUU Cipta Kerja, Pemerintah Ternyata Juga Ingin Urusi Pers
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan menurut ajaran Islam, pernikahaan yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan sekaligus merupakan ibadah.
Dalam ajaran Islam, hukum sebuah pernikahan dapat bersifat kondisional. Itu artinya hukum bisa berubah menurut situasi dan kondisi seseorang dan lingkungannya.
Misalnya, pernikahan menjadi wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan memiliki kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zina, bila mereka tidak segera melangsungkan Pernikahan atau bagi mereka yang telah memiliki keinginan yang sangat untuk menikah dan dikhawatirkan terjerumus ke dalam perzinahan apabila tidak segera melangsungkan pernikahan.
Namun, bisa juga pernikahan menjadi makruh, yaitu bagi mereka yang tidak/belum mampu memberikan nafkah.
Di sisi lain, pernikahan dapat juga berubah menjadi haram apabila motivasi untuk menikah karena ada niat buruk atau niat jahat, seperti untuk menyakiti pasangan dan keluarga pasangan serta niat-niat buruk atau jelek lainnya.
Agar prosesi pernikahan berlangsung dengan baik, persiapan menjelang pernikahan menjadi hal yang mesti selalu diprioritaskan.
Setiap pernik prosesi pernikahan akan menjadi noktah-noktah sejarah yang boleh jadi akan sangat bermakna bagi kedua mempelai yang hendak mengikat janji suci mengarungi kehidupan bersama dalam bahtera rumahtangga.
Sudah barang tentu, cita-cita dan harapan kedua mempelai, begitu juga keluarga mereka, yaitu pernikahan yang mereka langsungkan dan rumahtangga yang mereka bentuk dapat berjalan mulus. Akan tetapi, cita-cita dan harapan terkadang tidak selamanya sejalan dengan realita kehidupan.
Maka, dalam perjalanan sejak ikrar sakral pernikahan dilangsungkan, tidak sedikit pasangan yang telah sah menjadi suami-istri, karena didera berbagai persoalan, akhirnya mengambil keputusan pahit untuk bercerai.
Persoalannya, perceraian rumahtangga bukan saja menggoreskan kenangan getir bagi pasangan menyangkut relasi dua hati yang terpaksa kandas, tetapi juga kerap dibarengi dengan muculnya problem-problem lain yang tidak kalah getirnya.
Faktanya, sejumlah problem sosial yang muncul di masyarakat dipicu antara lain oleh perceraian rumahtangga.
Ada korelasi bahwa semakin tinggi tingkat perceraian, maka semakin besar pula risiko lahirnya berbagai problem sosial di tengah-tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi bagi pasangan yang telah dikaruniai buah hati.
Berbagai kajian memperlihatkan, anak-anak yang kedua orang tuanya bercerai biasanya mengalami penurunan kualitas kehidupan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan pendapatan keluarga.
Perceraian juga dapat membuat anak-anak menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk menerima pelecehan dari anak lainnya dan rentan terkena masalah kesehatan.
Pada saat bersamaan, trauma psikologis yang dialami oleh anak korban perceraian menjadikan mereka mudah menderita stres, depresi, dan kecemasan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Oleh sebab itu, kita patut prihatin dengan kenyataan semakin tingginya tingkat perceraian yang terjadi di negeri ini.
Berdasarkan simpulan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia, rata-rata tiap tahun terjadi 333.000 kasus perceraian. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat perceraian paling tinggi di kawasan Asia-Pasifik.
Faktor ketidakharmonisan, faktor ekonomi, dan hadirnya pihak ketiga menjadi penyebab terbesar perceraian di Indonesia.
Pendidikan Pranikah
Sangat tingginya tingkat perceraian di negara kita mesti segera diatasi. Membiarkannya berarti sengaja menyimpan bom waktu yang cepat atau lambat akan meledak dan melahirkan goncangan sosial yang dahsyat.
Salah satu upaya untuk menekan angka perceraian agar tidak kian meningkat adalah dengan menyelenggarakan pendidikan pranikah.
Lewat pendidikan pranikah, calon pengantin dibekali sejumlah pengetahuan serta soft skill ihwal bagaimana seharusnya menjalani dan mengelola kehidupan berumahtangga dengan sebaik-baiknya.
Target utamanya adalah agar kelak mereka mampu membangun kehidupan keluarga yang, meminjam istilah dalam agama Islam, sakinah, mawaddah, warahmah.
Secara sederhana, sakinah dapat diartikan sebagai kedamaian, ketenteraman, ketenangan, serta kebahagiaan.
Dengan demikian, sakinah dapat bermakna membina atau membangun sebuah rumah tangga yang penuh dengan kedamaian, ketentraman, ketenangan sehingga melahirkan kebahagian lahir maupun batin.
Sedangkan mawaddah bermakna cinta atau harapan. Cinta menjadi salah satu elemen penting dalam sebuah pernikahan. Pasangan suami-istri harus mampu menumbuhkembangkan cinta dalam bahtera rumahtangga mereka, baik di kala suka maupun di kala duka.
Adapun warrohmah berati kasih sayang. Selain menumbuhkembangkan cinta, pasangan suami-istri wajib pula menumbuhkembangkan kasih sayang. Rumanhtangga akan hambar dan tak bermakna jika pasangan suami-istri tuna kasih sayang.
Psikolog, agamawan dan konselor spesialis perkawinan dapat dimintai bantuan untuk memberikan pendidikan pranikah untuk membantu pasangan calon pengantin menggapai sebuah rumahtangga yang benar-benar sakinah, mawaddah, warahmah. Selain dapat diselenggarakan secara mandiri atas inisiatif calon pengantin atau keluarga calon pengantin, pendidikan pranikah juga dapat diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementrian Agama yang bekerjasama dengan Badan Penasehat Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4).
• Aib Rumah Tangga Lina & Teddy Dibongkar Nenek Rizky Febian & Delina, Mantan Sule Diperlakukan Begini
• Lamaran Gading Marten ke Juria Hartmans Disebut Pria Ini, Eks Gisella Didukung Andhika Pratama
Materi yang diberikan dalam pendidikan pranikah sendiri adalah tata cara dan prosedur pernikahan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami-istri, kesehatan reproduksi, manajemen rumahtangga serta psikologi perkawinan.
Sejatinya, pemerintah wajib secara aktif untuk menyelenggarakan pendidikan pranikah. Ini sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah tatkala semakin banyak keluarga di negeri ini menemui prahara dalam mengarungi bahtera rumahtangga yang berbuntut dengan perceraian.
Kelurga adalah unit terkecil dari negara. Ketahanan negara dibangun antara lain dari ketahanan keluarga. Pendidikan pranikah diperlukan sebagai bagian dari upaya membangun ketahanan keluarga dan juga negara. (*)