Kampung Bunga Bumi Barakat

Legenda Nini Randa, Puteri Kerajaan yang Terusir Melingkupi Budidaya Bunga di Bumi Barakat

Rangkaian kembang yang cukup ternama di Kalimantan Selatan (Kalsel) yakni Kambang Barenteng.

Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Eka Dinayanti
banjarmasinpost.co.id/idda royani
Pembeli melihat-lihat aneka kambang barenteng. Pada momen tertentu, dagangan pedagang kembang laris manis. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Rangkaian kembang yang cukup ternama di Kalimantan Selatan (Kalsel) yakni Kambang Barenteng.

Ini tak sekadar berupa rangkaian bunga melati dan sejenisnya belaka.

Di balik itu, ada cerita rakyat yang menyelubungi.

Legenda agung itu menyingkap sejarah atau asal-usul keberadaan kambang barenteng hingga dijadikan bagian dari kebudayaan Banjar sejak ratusan tahun silam.

Kambang barenteng adalah rangkaian bunga-bunga segar yang terdari atas bunga melati, mawar, kenanga, dan kembang kertas.

Asal usul kambang barenteng ternyata dari Desa Bincau, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar.

Kampung Bunga Bumi Barakat, Aneka Bunga Tumbuh Subur di Desa Jingah Habangilir, Kabupaten Banjar

Kebun Bunga Tersebar di Lima Desa di Dua Kecamatan Kabupaten Banjar ini

Petani Bunga Lebih Dominan Kembangkan Bunga Melati dengan Alasan ini

Kampung Bunga Kabupaten Banjar Mudah Dijangkau Ditopang Jalan Beraspal, Sempit Namun Mulus

Ditanam Secara Turun Temurun Sejak Puluhan Tahun Silam, Permintaan Bunga Meningkat saat acara ini

Sejak puluhan tahun silam di desa kecil ini ada sejumlah warga setempat yang aktif membikin kambang barenteng.

Karena itu pula mereka disebut parentengan atau para perajin kambang barenteng.

Salah seorang tetuha pengrajin kambang barenteng di Bincau yakni Anang Sarpini.

Ia menuturkan ihwal adanya kambang barenteng lekat kaitannya dengan legenda puteri kerajaan bernama Nini Randa.

Lantaran kala itu ada gejolak hingga terusir dari kerajaan, sang puteri akhirnya hidup di hutan.

Hutan itu luas dan dipenuhi bunga atau kambang berbagai jenis yang di sebut pengambangan.

Guna memenuhi kebutuhan hidupnya, Nini Randa lantas membuat rangkaian bunga lalu dijualnya kepada para bangsawan.

Rangkaian bunga itu yang kemudian mashur dengan sebutan kambang barenteng.

Kerajaan tempat Nini Randa lahir dan dibesarkan berada di wilayah Kota Banjarmasin.

Persisnya yakni di sekitar Masjid Raya Sabilal Muhtadin di kawasan Jalan Jenderal Sudirman.

Tetuha pengrajin kambang barenteng di Bincau, Anang Sarpini, menuturkan Nini Randa berjualan kembang di sekitar lokasi masjid raya tersebut.

"Rangkaian bunga yang ia bikin disukai para bangsawan dan laris manis," sebutnya, beberapa waktu lalu.

Tersebab begitu disukai kaum bangsawan, rangkaian bunga itu pun kemudian kerap dipakai dalam berbagai upacara.

Selanjutnya hal itu menjadi sebuah budaya yang lantas ditiru oleh rakyat hingga sekarang.

Sementara itu, Nini Randa yang hidup di hutan akhirnya berkeluarga dan memiliki keturunan.

Dalam perjalanan usia yang makin senja, ia kemudian mengajarkan ilmunya merangkai kembang kepada para keturunannya.

"Hingga sekarang pun para pengrajin kambang barenteng yang ada di Banjar ini diyakini adalah para keturunan Nini Randa yang tetap melestarikan kebudayaan khas Banjar tersebut," sebut Anang.

Meski terbuang dari lingkungan kerajaan, Nini Randa mampu hidup mandiri hingga akhirnya menikah dan memiliki keturunan.

Ia hidup bahagia hingga masa tua.

Waktu terus berdetak dan kemudian tiba waktu Nini Randa menghadap Illahi Robbi.

Pascawafatnya, ada sepenggal cerita mistis yang berkembang di sentra perajin kambang barenteng di Desa Bincau, Kecamatan Martapura.

Penuturan tetuha pengrajin kembang barenteng Bincau, Anang Sarpini, pada waktu-waktu tertentu arwah Nini Randa menampakan diri.

Ada tanda khusus yang menjadi penanda kehadiran puteri kerajaan itu.

Biasanya orang yang mencium wangi bunga saat waktu magrib, maka ia akan didatangi arwah Nini Randa.

"Saya pun pernah melihatnya," tutur Anang, belum lama tadi.

Wujud Nini Randa, lanjutnya, seperti nenek pada umumnya yakni bungkuk.

Kehadiran arwah tidak mengganggu orang warga Bincau atau orang melihatnya.

"Mungkin Nini Randa hanya ingin menjenguk anak cucu keturunannya di Bincau yang hingga sekarang tetap meneruskan usahanya membikin kambang barenteng," sebut Anang.

Namun sayangnya, kata dia, generasi perentengan yang ada saat ini umumnya tak begitu akrab dengan legenda tersebut.

Hanya kalangan perentengan angkatan tua yang masih mengetahui cerita tersebut.

Dulu waktu semasa kecilnya, legenda itu sering didongengkan oleh ibundanya agar sang anak tahu tentang asal usul budaya merangkai kambang khas Banjar.

"Karena itu, kami di Desa Bincau rata-rata berprofesi sebagai pengrajin kambang barenteng secara turun-temurun,“ pungkasnya.

(banjarmasinpost.co.id/roy)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved