Berita Internasional
Kasus Virus Corona Baru di Wuhan China Tak Ditemukan dalam 3 Hari Terakhir, WHO: Harapan bagi Dunia
Kota Wuhan, China tidak mencatat kasus Virus Corona atau Covid-19 baru dalam 24 jam, untuk pertama kalinya
BANJARMASINPOST.CO.ID - Kota Wuhan, China tidak mencatat kasus Virus Corona atau Covid-19 baru dalam 24 jam, untuk pertama kalinya sejak melaporkan kasus pertama pada Desember dalam wabah yang telah menginfeksi lebih dari 250.000 orang di seluruh dunia dan membunuh lebih dari 11.000 orang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, Wuhan, episentrum wabah virus corona baru di China, pada pelaporan terakhir tidak ada kasus lokal baru, yang memberi harapan kepada seluruh dunia untuk memerangi pandemi.
Hingga Jumat (20/3/2020), melansir Reuters, Komisi Kesehatan Nasional China melaporkan, Wuhan, Ibu Kota Provinsi Huvei, selama tiga hari berturut-turut nol kasus penularan lokal virus corona.
"Kemarin, Wuhan melaporkan tidak ada kasus baru untuk pertama kalinya sejak wabah dimulai," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers virtual di Jenewa seperti dikutip Channelnewsasia.com.
• Daftar Kabar Baik Terkait Virus Corona yang Kini Mewabah, Termasuk Soal Vaksin dan Obat Covid-19
• Aktor Detri Warmanto Positif Virus Corona Saat Istri Sedang Hamil, Menantu Tjahjo Kumolo Curhat Ini
• Fakta Tak Terduga Tingkat Kematian di Wuhan China Imbas Virus Corona, Bandingkan dengan Indonesia!
"Wuhan memberikan harapan bagi seluruh dunia, bahwa bahkan situasi yang paling parah bisa berbalik," ujar dia.
"Tentu saja, kita harus berhati-hati, situasinya bisa terbalik. Tetapi, pengalaman kota-kota dan negara-negara yang telah berhasil memukul virus corona memberi harapan dan keberanian kepada seluruh dunia," imbuh Tedros
Hanya, Tedros mengatakan, walau orang lebih tua yang paling parah terkena penyakit ini, orang lebih muda juga tidak luput dari cengkeraman virus corona.
Orang muda justru membuat banyak penderita membutuhkan perawatan di rumahsakit.
"Hari ini saya punya pesan untuk kaum muda: Anda bisa terkalahkan. Virus ini bisa membuat Anda masuk rumahsakit selama berminggu-minggu - atau bahkan membunuh Anda," tegasnya memperingatkan.
"Bahkan jika Anda tidak sakit, pilihan yang Anda ambil tentang ke mana Anda pergi bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati untuk orang lain. Saya bersyukur, begitu banyak anak muda yang menyebarkan berita dan bukan virusnya," kata Tedros.
Dia menyatakan, solidaritas antargenerasi adalah salah satu kunci untuk mengalahkan penyebaran pandemi.

• Daftar Kabar Baik Terkait Virus Corona yang Kini Mewabah, Termasuk Soal Vaksin dan Obat Covid-19
• Aktor Detri Warmanto Positif Virus Corona Saat Istri Sedang Hamil, Menantu Tjahjo Kumolo Curhat Ini
• Fakta Tak Terduga Tingkat Kematian di Wuhan China Imbas Virus Corona, Bandingkan dengan Indonesia!
Kunci Jerman Tangani Virus Corona Sehingga Angka Kematian Rendah
Angka kematian akibat virus corona baru di Jerman tidak setinggi negara lain di Eropa yang terus meningkat. Meski berada di antara negara paling terpukul karena virus corona, Jerman mencatat jumlah kematian sangat rendah.
Angka resmi terbaru yang Lembaga Pengendalian Penyakit Institut Robert Koch (RKI) terbitkan pada Kamis (19/3) menunjukkan, ada 10.999 kasus infeksi dengan 20 angka kematian akibat virus corona di Jerman.
Angka kematian itu hanya 0,18%, jauh lebih rendah dari China mencapai 4%, Inggris sebesar 3,9%, Prancis 2,9%, dan Italia 8,3%.
"Hal itu sulit untuk dijelaskan," ungkap Richard Pebody dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (18/3). "Kami tidak punya jawaban yang benar dan mungkin kombinasi dari berbagai faktor".
Tapi, berikut ini adalah penjelasan yang pakar spesialis kemukakan:
1. Peralatan medis Jerman lebih baik
Dengan 25.000 tempat tidur perawatan intensif lengkap juga alat pernapasan, peralatan, dan perlengkapan, Jerman lebih baik dibandingkan dengan negara tetangganya di Eropa. Sebaliknya, Perancis hanya punya 7.000 dan Italia 5.000 tempat tidur.
Di Inggris, angka-angka NHS terbaru menunjukkan, ada lebih dari 4.000 tempat tidur perawatan kritis di Inggris. Sementara Menteri Kesehatan Matt Hancock mengatakan, Inggris memiliki 5.000 ventilator.
Pasien yang sakit di Jerman sejauh ini pun bisa pulih dengan cepat. Untuk mencegah rumahsakit menjadi kewalahan, seperti yang terjadi di Italia atau Peancis Timur, Pemerintah Jerman berencana menggandakan tempat tidur perawatan intensif.
Bahkan, hotel dan aula publik besar harus digunakan kembali sebagai rumahsakit darurat untuk pasien dengan gejala yang kurang serius. Sehingga, rumahsakit bisa dibebaskan untuk merawat mereka yang sakit parah.
2. Tes awal
Christian Drosten, Direktur Institut Virologi Rumahsakit Charite, Berlin, mengatakan, pengujian awal juga bisa menjadi faktor kematian kecil. "Kami mengenali penyakit ini sangat dini di negara kami. Kami unggul dalam hal diagnosis dan deteksi," ungkapnya.
Pada Januari, para peneliti di Charite menjadi yang pertama mengembangkan tes untuk virus corona. Jerman juga memiliki jaringan laboratorium independen yang banyak di antaranya mulai melakukan tes paling awal sejak Januari, ketika jumlah kasus masih sangat rendah.
Jumlah laboratorium yang banyak telah meningkatkan kapasitas penyaringan nasional, dan RKI memperkirakan, 12.000 orang bisa diuji dalam sehari di Jerman. Karena itu, mendapatkan tes di Jerman lebih mudah dibanding beberapa negara lain.
Siapa pun yang menunjukkan gejala, telah melakukan kontak dengan kasus yang terkonfirmasi, atau baru saja kembali dari zona risiko memenuhi syarat untuk dites.
3. Pasien lebih muda
Virus ini juga sebagian besar menginfeksi populasi usia muda dan lebih sehat di Jerman dibanding negara lain. "Di Jerman, lebih dari 70% yang terinfeksi hingga sekarang berusia antara 20 dan 50 tahun," kata Presiden RKI Lothar Wieler.
Seperti di Skandinavia, infeksi pertama di Jerman teridentifikasi pada orang yang baru saja kembali dari liburan bermain ski di Italia atau Austria.
Namun, di negara dengan hampir seperempat dari populasi lebih dari usia 60 tahun itu ada kekhawatiran jumlah kematian akan meroket ketika virus menyebar lebih lanjut.
4. Tidak ada uji pasca kematian (post-mortem)
Penjelasan lain, mengutip, para ahli Italia, bisa jadi Jerman, tidak seperti negara lain, cenderung tidak menguji mereka yang sudah meninggal.
"Kami tidak menganggap tes post-mortem sebagai faktor penentu. Kami bekerja berdasarkan prinsip bahwa pasien diuji sebelum mereka meninggal," kata RKI kepada AFP seperti dilansir Kompas.com.
Itu berarti, jika seseorang meninggal di karantina di rumah dan tidak pergi ke rumahsakit, ada kemungkinan besar mereka tidak akan dimasukkan dalam statistik, kata Giovanni Maga dari Dewan Riset Nasional Italia dalam sebuah wawancara dengan Euronews.
• Daftar Kabar Baik Terkait Virus Corona yang Kini Mewabah, Termasuk Soal Vaksin dan Obat Covid-19
• Aktor Detri Warmanto Positif Virus Corona Saat Istri Sedang Hamil, Menantu Tjahjo Kumolo Curhat Ini
• Fakta Tak Terduga Tingkat Kematian di Wuhan China Imbas Virus Corona, Bandingkan dengan Indonesia!
Artikel ini telah tayang di Kontan.id dengan judul : Harapan dari Wuhan bagi dunia, situasi yang paling parah bisa berbalik