Berita Jakarta
Tak Konsisten Soal Naiknya Tarif Listrik, Ombudsman Nilai PLN Tak Profesional
Ombudsman Republik Indonesia menanggapi klarifikasi kedua PLN soal kenaikan tagihan listrik pelanggan secara tiba-tiba.
Editor : Didik Trio Marsidi
BANJARMASINPOST.CO.ID - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Laode Ida menanggapi klarifikasi kedua PLN soal kenaikan tagihan listrik pelanggan secara tiba-tiba.
Diketahui, pada Selasa (5/5/2020), PLN mengeluarkan klarifikasi kedua soal lonjakan tagihan listrik sejumlah pelanggan.
Menurut PLN, adanya peningkatan tagihan rekening listrik bulan April disebabkan karena adanya selisih tagihan rekening di bulan sebelumnya.
Selisih ini kemudian terakumulasi ke dalam rekening bulan April dan ditagihkan pada rekening bulan Mei.
• VIRAL Video Detik-detik Penangkapan Youtuber Ferdian Paleka, Polisi: Diem Kamu! Turun Kamu!
• UPDATE Corona Dunia 8 Mei: 3,9 Juta Orang Terinfeksi Tapi 1,3 Juta Berhasil Sembuh
• Giliran Obat Radang Sendi Diuji Coba pada 330 Pasien Parah Infeksi Virus Corona
Hal itu berbeda dari pernyataan PLN sebelumnya yang menyebut kenaikan tarif listrik disebabkan oleh intensitas pemakaian yang lebih tinggi akibat work from home (WFH).
Bagi Laode, hal itu menunjukkan bahwa PLN tidak profesional dalam memberikan pelayanan sehingga menciptakan ketidaknyamanan masyarakat.
"PLN telah melakukan tindakan maladministrasi berupa ketidakprofesionalan dalam memberikan pelayanan yang mencipatakan ketidaknyamanan masyarakat, khususnya para pelanggan," kata Laode kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2020) malam.
Peringatan khusus

Komisioner Ombudsman RI, Laode Ida ditemui di kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta, Senin (22/5/2017).(Fachri Fachrudin)
Menurut Laode, sikap PLN tersebut seharusnya mendapat peringatan khusus dari pihak pengawas, Kementerian ESDM, atau bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ada dua hal yang membuat PLN pantas mendapatkan peringatan khusus dari pihak terkait.
Pertama, terkait dengan inkonsistensi dalam memberikan pernyataan atau penjelasan atas komplain para pelanggan.
"Semula menyatakan bahwa kenaikan tagihan listrik disebabkan oleh meningkatnya daya listrik pada saat work from home, sekolah dari rumah, dan sejenisnya. Tapi pada hari-hari terakhir malah mengakui ada tambahan pembayaran sebagai carry over dari pemakaian pada bulan-bulan sebelumnya," jelas dia.
Jika klarifikasi terakhir itu benar, kata Laode, aparat PLN berarti tidak menjalankan tugasnya dengan baik, seperti melakukan pencatatan dengan cermat dan benar tentang jumlah pemakaian listrik tiap bulannya.
Padahal angka penggunaan daya adalah sesuatu yang pasti dan tak bisa dikarang-karang.
Produk kerja spekulatif

Pemasangan jaringan listrik di Pulau Seliu, Belitung.(KOMPAS.com/HERU DAHNUR)
Kedua, patut diduga kuat bahwa pengenaan tagihan pada bulan Mei 2020 ini adalah produk kerja spekulatif.
Sebab, PLN dengan seenaknya menaikkan tagihan pada bulan Mei tanpa didasarkan fakta riil penggunaan di lapangan.
"Betapa tidak, dengan kebiasaan menentukan jumlah tagihan yang tak akurat, pada saat yg sama juga para petugas PLN tidak turun lakukan pengecekan di kotak-kotak meteran listrik pelanggan," kata Laode.
"Tepatnya, sangat kuat dugaan tagihan bulan Mei 2020 ini adalah produk spekulasi yang sistematis," tambahnya.
Oleh karena itu, Laode berharap adanya investigasi lebih jauh untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di PLN.
"Maka diperlukan investigasi lebih jauh untuk mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi di intern PLN? Apa ada unsur kesengajaan dengan memanfaatkan momentum Covid-19 untuk secara paksa menyedot uang rakyat?" tutupnya.
