Berita Tanahlaut
Eks RSUD Hadji Boejasin Pelaihari Sempat Gaduh, Terkait Warga yang Dikarantina?
Diduga merasa kelamaan berada di eks RSUD Hadji Boejasin Pelaihari, pasien yang hasil radid tesnya reaktif merasa resah dan menyampaikan aspirarasi.
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Alpri Widianjono
Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Tak seperti biasanya, suasana di eks RSUD Hadji Boejasin (RSHB) Pelaihari, Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan, mendadak ramai, bahkan sempat gaduh, Rabu (3/6/2020) sore.
Hal itu menyusul memuncaknya kegundahan orang-orang yang menjalani karantina di Fasilitas Layanan Khusus (Fasyansus) Covid-19 tersebut.
Sebagian dari mereka bahkan ada yang melontarkan kalimat-kalimat bernada protes dengan intonasi suara yang cukup lantang.
Dari video yang beredar di grup social chat, sejumlah orang hilir mudik di selasar di belakang gedung utama eks RSHB. Tak cuma laki-laki, tapi juga perempuan. Jumlahnya cukup banyak.
• Orang Terpapar Covid di Tala Terus Melonjak, Hari ini Bertambah Segini
• VIDEO 200 Paket Sembako Disalurkan PTPN 13 untuk Warga Tala Terdampak Covid
Mereka bermasuk hendak ke luar guna menyampaikan uneg-uneg tentang ketidaknyamanan yang dialami selama menjalani karantina.
Sejumlah petugas keamanan bergegas menemui dan meminta mereka bersabar dan tetap bertahan di dalam.
Beberapa orang dari mereka kemudian ada yang menyetuskan slogan bernada protes. "Ayo kita ucapkan sama-sama, kami manusia bukan binatang. Kami orang sehat, bukan orang garing (sakit)," cetusnya.
Spontan beberapa orang lainnya yang jumlahnya sekitar beberapa puluh orang orang, mengikuti.
• Pandemi Covid-19 Berkepanjangan, Warga Tala Berharap Pembikinan SIM Diperingan
• VIDEO Nelayan Muara Asamasam Kabupaten Tala Istirahat Melaut
Sebagian lagi meminta agar aspirasi disampaikan secara damai. "Damailah kita, damai, jangan sampai anrkis," pesan beberapa orang lainnya.
Informasi diperoleh Banjarmasinpost.co.id, penghuni eks eks RSUD Hadji Boejasin yang berstatus reaktif Covid-19 dilanda kegamangan. Pasalnya, mereka merasa diri sehat dan meyakini tidak terinfeksi virus ganas itu.
Lebih dari itu mereka gundah memikirkan keluarga yang ditinggalkan (suami/istri dan anak), terutama mengenai keberlangsung pemenuhan keperluan hidup sehari-hari.

Karena itu, sebagian dari mereka bermufakat untuk menyampaikan kegundahan tersebut kepada pihak berwenang.
Mereka ingin mendapatkan solusi terbaik karena sejak menjalani karantina, banyak akses negatif yang mendera.
Paling nyata yakni keluarga yang ditinggalkan menjadi dikucilkan oleh lingkungan tempat tinggal.