Wabah Virus Corona
Akhirnya WHO Ungkap Bukti Penelitian Virus Corona Menyebar dan Menular di Udara
Akhirnya WHO Ungkap Bukti Penelitian Virus Corona Menyebar dan Menular di Udara
BANJARMASINPOST.CO.ID - Inilah bukti penelitian bahwa Virus Corona menyebar melalui udara yang diungkap WHO.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi virus corona jenis SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dapat menyebar di udara atau airborne.
Hal ini diungkap WHO dalam ringkasan ilmiah berisi 10 halaman yang diunggah pada Kamis (9/7/2020).
Ringkasan tersebut merangkum berbagai cara penularan virus corona jenis SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, termasuk penularan airborne.
• Cara Aktivasi Promo Telkomsel 25GB Cuma Rp 10, Paket Internet Murah 30GB Rp 25 Ribu & Kuota Gratis
• Penjelasan Peserta Kartu Prakerja Wajib Kembalikan Insentif, Link Pendaftaran www.prakerja.go.id
• Kepastian Jadwal Pencairan Gaji Ke 13 PNS, Pensiunan, TNI dan Polri Saat Uang Pensiun Naik, Kapan?
Apa yang dimaksud penularan melalui udara atau airborne?
Penularan melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen penularan yang disebabkan oleh tetesan nukleus ( aerosol).
Aerosol adalah tetesan pernafasan yang sangat kecil sehingga dapat menempel di udara selama beberapa jam dan dalam jarak jauh.
Penularan SARS-CoV-2 melalui udara dapat terjadi ketika petugas medis melakukan prosedur seperti memasukkan tabung pernapasan ke pasien.
Namun dalam pernyataan terbaru WHO, penularan di udara juga dapat terjadi di dalam ruangan tertutup yang dipadati banyak orang dan memiliki ventilasi buruk.
"WHO bersama dengan komunitas ilmiah secara aktif mendiskusikan dan mengevaluasi bagaimana SARS-CoV-2 dapat menyebar melalui aerosol, terutama di dalam ruangan dengan ventilasi buruk," tulis WHO dalam rilis terbaru yang terbit kemarin.
Perhitungan fisika dari udara yang dihembuskan dan aliran udara di dalam ruangan menghasilkan hipotesis tentang kemungkinan mekanisme transmisi SARS-CoV-2 melalui aerosol.
"Teori ini menunjukkan bahwa sejumlah droplet atau tetesan pernapasan dapat menghasilkan aerosol mikroskopis (<5 μm) saat menguap, bernapas normal, dan berbicara," imbuh WHO dalam rilisnya.
Dengan demikian, saat seseorang menghirup aerosol yang mengandung virus SARS-CoV-2, dia akan terinfeksi Covid-19.
Namun, berapa banyak proporsi droplet yang dapat menghasilkan aerosol tidak diketahui. Begitu pun dengan dosis SARS-CoV-2 di dalam aerosol yang dapat menyebabkan infeksi. Ini masih perlu studi lebih lanjut.
Penelitian
WHO memaparkan, ada satu studi eksperimental yang mengukur jumlah tetesan (droplet) dalam berbagai ukuran yang ternyata tetap melayang di udara.
Namun, penulis penelitian tersebut mengakui, hipotesis ini belum divalidasi antara manusia dan SARS-CoV-2.
Selain studi tersebut, model eksperimental lain menemukan bahwa individu yang sehat dapat menghasilkan aerosol melalui batuk dan berbicara.
Lalu, ada model eksperimental lain lagi yang menyarankan variabilitas yang tinggi antara individu dalam hal tingkat emisi partikel selama berbicara dengan peningkatan tingkat amplitudo vokalisasi.
Ahli menyebut, perlu lebih banyak penelitian terkait implikasi rute penularan airborne.
Studi eksperimental menghasilkan aerosol terinfeksi menggunakan nebulator jet bertenaga tinggi dalam kondisi laboratorium yang terkontrol.
Studi ini menemukan RNA virus SARS-CoV-2 dalam aerosol pada sampel udara bertahan hingga 3 jam. Sementara studi lain menunjukkan selama 16 jam. Akan tetapi, harus diingat bahwa temuan ini berasal dari eksperimen yang diinduksi, dan mungkin tidak merefleksikan aerosol yang terperci dari batuk seseorang.
Kemudian, ada beberapa studi yang dilaksanakan dalam lingkungan kesehatan yang merawat pasien Covid-19 tetapi tidak menggunakan prosedur yang menghasilkan aerosol. Studi ini melaporkan adanya RNA SARS-CoV-2 di sampel udara.
Sebaliknya, ada juga penyelidikan serupa yang dilakukan di tempat perawatan medis dan perawatan non-medis yang tidak menemukan adanya RNA SARS-CoV-2.
Secara keseluruhan, tidak ada studi yang menemukan virus yang layak di sampel udara, dan kalaupun ditemukan RNA SARS-CoV-2, jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan volume udaranya.
WHO juga menegaskan bahwa deteksi RNA menggunakan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) assay berbasis tes tidak selalu mengindikasikan replikasi dan infeksi-kompeten (viable) virus yang dapat menular dan mampu menyebabkan infeksi.
Penularan SARS-CoV-2 lewat udara, terjadi di mana saja?
Laporan klinis dari petugas kesehatan yang terpajan kasus Covid-19 dan tidak melakukan prosedur medis penghasil aerosol, tidak menemukan penularan nosokomial saat menggunakan tindakan pencegahan seperti alat pelindung diri (APD).
Pengamatan ini menunjukkan, transmisi aerosol tidak terjadi dalam konteks ini.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menemukan apakah mungkin mendeteksi SARS-CoV-2 dalam sampel udara di mana tidak ada prosedur medis penghasil aerosol yang dilakukan. Selain itu juga untuk mengetahui peran aerosol dalam transmisi SARS-CoV-2.
Selain di rumah sakit, beberapa laporan wabah mengungkap adanya penyebaran di dalam ruangan. Hal ini merupakan contoh penularan Covid-19 lewat udara yang dikombinasikan penularan droplet.
"Penularan lewat udara bisa terjadi selama latihan paduan suara, di restoran, ata kelas kebugaran," ungkap WHO dalam rilisnya.
Dalam kejadian ini, transmisi aerosol jarak pendek, khususnya di lokasi indoor tertentu, seperti ruang yang penuh sesak dan tidak berventilasi selama periode waktu yang lama dengan orang yang terinfeksi tidak dapat dikesampingkan.
Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul WHO Ungkap Virus Corona Menyebar di Udara, Berikut Bukti Penelitiannya