Berita HSS

VIDEO Perempuan di Desa Tabihi HSS Kalsel, Bergelut dengan Kembang Setiap Hari

Warga Kambang Basar (Kambas) di Desa Tabihi, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan masih bertahan dengan usaha mengarang bunga

Penulis: Hanani | Editor: Eka Dinayanti

Editor: Eka Dinayanti

BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN - Warga Kambang Basar (Kambas) di Desa Tabihi, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan masih bertahan dengan usaha mengarang (merangkai) kembang kenanga.

Tiap hari mereka tetap mengarang bunga meski permintaan tak sebanyak menjelang lebaran idul fitri dan idul Adha.

Warga Tabihi, terkenal dengan kampung Kambas tersebut mengarang bunga untuk mengisi waktu luang mereka, sebagai pekerjaan seligan selain pekerjaan utama bercocok tanam padi.

Mereka adalah para perempuan yang mencari penghasilan tambahan keluarga.

Seperti dilakukan Fitriyani, Mahriati dan Liyah.

VIDEO Selain Terima Paket Sembako, Masyarakat Batola Terdampak Covid-19 Juga Dapat Bantuan Tunai

VIDEO Masih Pandemi, PKKMB Tahun Ajaran 2020/2021 Politeknik Negeri Banjarmasin Digelar Virtual

VIDEO Sejarah Berdirinya SMPN 7 Banjarmasin, Ternyata Gabungan dari Sekolah Swasta Ini

Tiap hari mereka berkumpul di teras rumah melakukan kegiatan mengarang bunga, sejak pukul 09.00 wita sampai pukul 11.00 wita.

Meski pendapatan sehari hanya Rp 5.000 jika mengarang 50 lembar renteng bunga kenanga, mereka tetap bersemangat.

“Dari pada diam, lebih baik mengisi waktu dengan mengarang bunga. Pekerjaaannya juga cuma selingan,” kata Fitriyani, yang rata-rata mengarang 20 lembar rentengan Bunga kenanga sehari.

Satu lembar renteng bunga dia menerima upah Rp 250.

Sedangkan pemiliknya menjual Rp 2.000.

Fitriyani dan kawan-kawan hanya mengambil upah dari mengarang bunga milik warga setempat.

Berbeda dengan daerah lain yang jenis bunganya beraneka macam, karangan bunga yang dibuat warga setempat hanya kembang kenanga, yang dirangkai di janur (daun kelapa muda).

Menurut Mahriati, perangkai bunga lainnya, penjualan bunga akan ramai menjelang idul fitri, idul adha dan bulan maulid nabi.

Pada saat itu masyarakat banyak yang membeli bunga untuk berziarah ke makam masing-masing keluarga maupun makam para ulama.

Saat permintaan bunga meningkat harga pun bisa lebih mahal, berkisar Rp 5.000 sampai Rp 7.500.

Kegiatan mengarang bunga sendiri dilakukan para perempuan setempat secara turun temurun.

Sejak kecil para perempuan sudah diajarkan kerajinan tersebut.

Untuk bunga kenangaya, hampir semua warga menanamnya di pekarangan rumah.

Adapun pemasarannya ada yang langsung menjual ke pasar, adapula yang menjual melalui pedagang pengumpul.

(banjarmasinpost.co.id/hanani)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved