Penanganan Covid 19
Percepat Transisi ke Zona Hijau Covid-19, Tim Pakar ULM Sarankan Formula (3T+3M)-3KMo
Guru Besar Ilmu Kesehatan ULM menawarkan formula (3T+3M)-3KMo sebagai kerangka langkah mengakselerasi bertambahnya zona hijau Covid-19 di daerah.
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Syaiful Akhyar
Editor: Syaiful Akhyar
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Guru Besar Ilmu Kesehatan ULM, Prof Dr dr Syamsul Arifin, menawarkan formula (3T + 3M)- 3KMo sebagai kerangka langkah mengakselerasi bertambahnya zona hijau Covid-19 di berbagai daerah.
Berdasarkan data publikasi Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 pada 4 Oktober 2020 diketahui Indonesia terdapat 54 atau 10,51 persen kabupaten/kota dengan zona merah.
Kemudian 307 atau 59,73 persen zona oranye, 121 atau 23,54 persen dengan zona kuning, 17 atau 3,31 persen dengan zona hijau tidak ada kasus baru dan 15 atau 2,92 persen dengan zona hijau tidak terdampak.
Baca juga: Hari Hak Asasi Hewan Sedunia 15 Oktober 2020, Kenali 5 Hak Asasi Binatang Berikut
Baca juga: Kalpolda Kalteng Berikan Rompi Pengaman untuk Para Jurnalis Peliput Aksi Demo di Kalteng
Baca juga: Besok Arba Mustakmir, Ini Niat Sholat Rebo Wekasan dan Sholat Sunnah Rabu Terakhir di Bulan Safar
Menurut Guru Besar Ilmu Kesehatan dan anggota Tim Pakar Covid-19 Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Prof Dr dr Syamsul Arifin, jika diperhatikan pergerakan zona risiko penularan Covid-19 masih fluktuatif dan kecenderungan menjadi zona hijau masih lambat.
Apalagi kondisi ini diberat dengan kekhawatiran terhadap klaster baru baik klaster unjuk rasa maupun klaster Pilkada.
Kondisi ini seperti ini menurutnya busa jadi merupakan pertanda bahwa upaya yang telah dilakukan belum memperoleh hasil yang maksimal.
Oleh karena perlu upaya yang lebih komprehensif dan konsisten untuk dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat/Daerah maupun masyarakat Indonesia itu sendiri.
Karena itu, Syamsul mengemukakan formula (3T+3M)-3KMo sebagai kerangka langkah-langkah dalam mengakselerasi bertambahnya zona hijau Covid-19 di berbagai daerah.
Pertama yaitu Komponen 3T meliputi Tracing, Testing, Treatment.
Dijelaskan Syamsul, agar suatu daerah dengan cepat dapat terkendali penularan Covid-19, maka upaya Pemerintah Daerah dalam bentuk tracing, testing dan treatment harus dimasifkan.
Upaya massif yang dimaksudkan bukan berarti upaya masal, sebab makna massif berarti peningkatan kuantitas namun dengan tetap memperhatikan kriteria tertentu.
Berdasarkan data tanggal 10 Oktober 2020 di Indonesia diketahui kategori suspek 151.652 orang dan jumlah orang yang telah dilakukan pemeriksaan swab 2.283.369 orang.
Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 adalah 268.583.016 jiwa diketahui bahwa prosentasi penduduk yang telah dilakukan swab baru 0,85 persen.
Target yang harus dicapai sesuai standar WHO adalah minimal 1 persen dari jumlah penduduk.
"Dengan data ini mau tidak mau testing tetap harus menjadi kegiatan yang harus terus ditingkatkan. Peningkatan testing terutama ditujukan untuk 151.652 orang yang termasuk kategori suspek," kata Syamsul.
Selanjutnya yang telah dinyatakan positif harus segera dilakukan tracing dan Treatment. Kegiatan 3T ini harus dilakukan secara terus menerus dan holistik.
Kedua yaitu komponen 3M meliputi mencuci tangan pakai sabun, memakai masker dan menjaga jarak 1,5 meter.
Upaya yang dilakukan Pemerintah tidak dapat memperoleh hasil maksimal, jika tidak didukung oleh masyarakat secara luas berupa penerapan 3M.
Penerapan protokol 3M ini seyogya harus dilakukan pada seluruh aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas 3M ini bukan hanya diterapkan saat diluar rumah seperti kantor, tempat ibadah, rumah makan dan lain-lain.
Namun seharusnya juga saat di rumah sendiri dengan beberapa ketentuan khusus yang harus diketahui masyarakat.
Pemahaman tentang mencuci tangan, masker dan jaga jarak harus dipahami secara paripurna, sehingga 3M ini dapat memberikan perlindungan yang sesungguhnya dan bukan malah menciptakan perlindungan yang semu.
Berdasarkan survei BPS diketahui mayoritas masyarakat tidak patuh dalam penerapan protokol kesehatan ini.
Sekitar 55 persen mengaku karena tak ada sanksi, 33 persen karena kondisi pekerjaan, 23 persen karena harga APD yang mahal, 21 persen karena mengikuti orang lain dan 15 persen karena aparat atau pimpinan tidak memberi contoh.
Komponen terakhir yaitu 3KMo meliputi kamar/ruangan sempit dan buruk ventilasi, kerumunan, kontak dekat, mobilitas tinggi.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah agar penduduk juga harus memperhatikan faktor yang dapat memperburuk kondisi transmisi Covid-19.
Yaitu keberadaan pada ruangan yang sempit dan ventilasi yang buruk, baik di kantor maupun di rumah, pertemuan dengan banyak orang (berkerumun), kontak fisik secara dekat seperti jabat tangan dan yang terakhir mobilitas yang tinggi.
Hal utama yang harus diperhatikan adalah mobilitas, dengan mobilitas yang tinggi akan memperberat tracing dan penerapan protokol kesehatan, yang berpotensi memperluas daerah penularan.
Untuk itu silaturrahmi, gathering, pergi luar kota harus benar-benar dipertimbangkan.
Masyarakat diharapkan hanya keluar rumah untuk keperluan penting kecuali karyawan/pekerja dengan tetap memperhatikan sirkulasi udara, kapasitas daya tampung yang seyogyanya hanya 50 persen dan tanpa melakukan jabat tangan atau cium tangan.
(banjarmasinpost.co.id/Achmad Maudhody)