Selebrita

Sempat Disentil Nikita Mirzani, Akhirnya Puan Maharani Jawab Soal Matikan Mikrofon yang Viral

Heboh mematikan mikrofon saat sidang DPR yang jadi viral akhirnya dijelaskan Ketua DPR RI, Puan Maharani. Pada Boy William, putri Megawati ungkap ini

Kresno/Man (dpr.go.id)
Ketua DPR RI Dr. (H.C.) Puan Maharani.Sempat Disentil Nikita Mirzani, Akhirnya Puan Maharani Jawab Soal Matikan Mikrofon yang Viral 

BANJARMASINPOST.CO.ID -Insiden mematikan mikrofon saat sidang DPR RI oleh Ketua DPR RI Puan Maharani beberapa waktu sempat viral.

Beragam komentar pun disampaikan netijen, yang mayoritas mengkritik tindakan putri Presiden RI periode 2001-2004, Megawati Soekarnoputri. Salah satunya adalah artis Nikita Mirzani.

Namun untuk pertama kalinya, presenter Boy William lah yang bisa mendapatkan penjelasan langsung dari Puan Maharani.

Baca juga: Penyebar Video Syur Mirip Gisel Ditangkap, Pria Inisial PP Jadi Tersangka

Baca juga: Peringatan Ustadz Derry Sulaiman Lihat Kemesraan Dul Jaelani dan Tissa Biani, Singgung Soal Nikah

Hal itu terungkap saat Boy untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di gedung DPR/MPR dan bertemu langsung dengan Ketua DPR RI Puan Maharani.

Boy mengunjungi ruang kerja Puan hingga diantar ke beberapa gedung yang biasa digunakan untuk sidang hingga pelantikan Presiden.

Dalam kesempatan itu, Boy William mempertanyakan hal yang sempat ramai di media sosial pada Puan, yaitu insiden mematikan mikrofon saat sidang.

"Bu, Ketua DPR aku punya pertanyaan, itu kenapa kemarin kasus mic tiba-tiba bisa mati?" tanya Boy pada Puan, dikutip dari YouTube Boy William, Kamis (12/11/2020).

Puan dengan tenang menjelaskan aturan dan sistem yang terjadi ketika mikrofon di atas meja ruangan sidang dipergunakan peserta sidang.

Memang semua anggota DPR memiliki hak untuk berbicara, dan Puan serta pemimpin lain yang duduk di depan biasanya bergilir untuk menjadi ketua sidang,

di mana saat insiden tersebut terjadi, orang yang bertugas memimpin sidang adalah orang yang duduk di sebelah kanan Puan.

Pemimpin sidang memiliki tugas menjaga jalannya persidangan baik dan benar.

Ruangan sidang memiliki sistem ketika di mana mikrofon anggota yang menyala, maka mereka yang di depan atau anggota lain tidak akan bisa menggunakannya untuk berbicara.

"Jadi kalau satu orang sudah diberikan kesempatan bicara, harusnya tidak mengulang lagi berbicara, tapi memberikan kesempatan pada yang lain untuk berbicara," kata Puan.

"Dan kalau di floor itu lagi berbicara, di atas itu enggak bisa ngomong, karena otomatis," ujar Puan sambil memberikan contoh sistem kerja mikrofon di sana pada Boy.

Puan Maharani saat mengajak Boy William melihat salah satu ruangan di gedung DPR RI.
Puan Maharani saat mengajak Boy William melihat salah satu ruangan di gedung DPR RI. (Boy William)

Karena anggota tersebut terus berbicara, akhirnya ketua sidang tidak memiliki kesempatan untuk berbicara akibat mikrofon mati.

"Kebetulan teknisnya itu, yang mengatur bisa berhenti tidak berhentinya orang berbicara atau di-mute atau tidak, hanya yang di meja depan yang di tengah," jelas Puan.

"Pimpinan sidang meminta kepada saya untuk (mematikan mic), supaya dia bisa berbicara," lanjutnya.

Karenanya, Puan membantah jika dia melakukan insiden yang kemudian ramai di media sosial itu karena disengaja.

"Saya mematikan mic tersebut bukan disengaja, tapi untuk menjaga jalannya persidangan, supaya berjalan baik dan lancar,

dan karena waktu itu sebenarnya sudah diberikan kesempatan untuk berbicara tapi ingin berbicara lagi, berbicara lagi," kata Puan Maharani menjelaskan insiden mic mati.

* Sentilan Nikita Mirzani Soal Video Viral Puan Maharani Matikan Mikropon Politisi Demokrat di DPR RI

Sebelumnya, video viral Ketua DPR RI, Puan Maharani mematikan mikrofon saat rapat pengesahan UU Cipta Kerja, pada Senin (5/10/2020) jadi perhatian artis Nikita Mirzani.

Kala itu, Puan Maharani diduga mematikan mikrofon di saat Politikus Partai Demokrat, Irwan yang sedang memberikan pendapat.

Pada video yang Viral di Medsos tersebut terlihat Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sempat berdiskusi singkat saat Irwan sedang bicara.

"Menghilangkan hak-hak rakyat kecil. Kalau mau dihargai tolong ha.." belum sempat Irwan menyelesaikan kalimatnya, Puan tiba-tiba mematikan mikrofon.

Saat itu, tangan Puan Maharani terlihat bergerak dan seakan menekan suatu tombol.

Selebriti Nikita Mirzani tampak tak sepakat dengan sikap Puan Maharani tersebut.

Di Instastorynya pada Selasa (6/10/2020), Nikita Mirzani menyampaikan sejumlah pendapat.

Menurutnya tak adil apabila Puan Maharani tak memberikan kesempatan bagi anggota DPR RI yang lain untuk menyuarakan aspirasi mereka.

Postingan Nikita Mirzani soal Puan Maharani matikan mikropon
Postingan Nikita Mirzani soal Puan Maharani matikan mikropon (Instagram nikitamirzanimawardi_17)

"Kenapa Ibu Puan Maharani matiin mikrofonnya?

Kurang fair ketika orang sedang menyuarakan suaranya tapi tidak bisa didengar," tulis Nikita Mirzani.

Nikita Mirzani kemudian mengingatkan Puan Maharani soal isi dari Pancasila.

"Negara ini di bangun atas dasar Pancasila.

Masih ingat enggak Pancasila dari 1 sampai ke-5," tulis Nikita Mirzani.

Ia mengatakan jika Puan Maharani tak ingat soal Pancasila, ibu tiga orang anak itu mengancam akan mendatangkan Tante Lala.

Tante Lala adalah seorang ibu asal Manado yang beberapa hari ini tengah viral di media sosial.

Tante Lala viral lantaran videonya saat mengajarkan sang anak menghapal Pancasila mengundang tawa netizen.

Tak cuma itu Nikita Mirzani juga mengunggah video saat Puan Maharani mematikan mikrofon.

"Ibu Puan ini loh suka jail aja jarinya," tulis Nikita Mirzani.

Baca juga: Jadi Korban Pelecehan Seksual, Aurel JKT48 Dapat Dukungan Manajemen Lapor ke Polisi

Sementara, sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar menjelaskan perihal insiden mikrofon yang dimatikan pimpinan DPR saat anggota Fraksi Demokrat (FPD) menyampaikan interupsi.

Indra menegaskan, pimpinan sidang hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban peserta rapat saat menyampaikan pendapat.

“Semua diberikan waktu untuk berbicara, bergantian," ucap Indra, dikutip TribunJakarta.com dari Tribunnews.

"Jika sampai dimatikan mikrofonnya, itu hanya untuk menertibkan lalu lintas interupsi. Pimpinan punya hak mengatur jalannya rapat,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, mikrofon di ruang rapat paripurna DPR RI sudah diatur otomatis mati setelah lima menit digunakan.

Hal itu dilakukan agar masing-masing anggota memiliki waktu bicara yang sama dan supaya rapat berjalan efektif.

“Supaya tidak ada tabrakan audio yang membuat hang, maka perlu diatur lalu lintas pembicaraan,” katanya.

Bab Kontroversi UU Cipta Kerja

Di tengah kerasnya seruan penolakan dari berbagai elemen masyarakat sipil, omnibus law RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020).

UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal, yang di dalamnya mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga.

Menurut Ketua DPR RI Puan Maharani, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.

Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.

"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.

Pengesahan UU Cipta Kerja yang terkesan terburu-buru ini pun menuai kontroversi dari berbagi pihak, terutama dari kalangan pekerja.

Dilansir Kompas.com ada beberapa pasal kontroversial dalam Bab IV tentang Ketenagakeraan UU Cipta Kerja.

Berikut beberapa pasal yang dianggap bermasalah dan menimbulkan kontroversi di kalangan pekerja dan buruh:

Pasal 59

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Artinya, UU Cipta Kerja mengizinkan perusahaan mengontrak pekerja atau buruh sebagai karyawan kontrak seumur hidup.

Pasal 79

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 88

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Soal pesangon

Selanjutnya, item lain dalam UU Cipta Kerja yang dianggap bermasalah dan paling mendapat sorotan adalah mengenai pesangon.

Masih dikutip dari Kompas.com, pemerintah dan DPR melalui aturan itu sepakat untuk mengubah besaran nilai maksimal pesangon yang didapatkan pekerja.

Yakni menjadi 25 kali upah yang terdiri atas 19 kal upah bulanan buruh, serta 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

Jumlah pesangon tersebut jelas berbeda dengan UU Ketenagakerjaan, yang mana pekerja bisa mendapatkan pesangon mencapai 32 kali upah.

Berikut rincian nilai pesangon dan uang penghargaan kerja yang didapatkan buruh atau pekerja bila mengalami PHK dalam UU Cipta Kerja:

Uang pesangon

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;

b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;

c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;

e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;

g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Uang penghargaan masa kerja

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;

b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;

c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;

d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;

e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;

f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;

g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;

h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.

Baca juga: Identitas Calon Suami Luna Maya Dibocorkan Raffi Ahmad, Ayu Dewi Langsung Kaget

Baca juga: Pujian Gading Marten di Unggahan Gisel Jadi Sorotan, Ayah Gempi Sebut Kata Berani untuk Sosok Ini

Editor : Anjar Wulandari

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Heboh Insiden Matikan Mikrofon, Puan Maharani Ungkap Alasannya kepada Boy William"dan di Tribunjakarta.com dengan judul Viral Video Puan Maharani Matikan Mic Politikus Demokrat, Nikita Mirzani: Masih Ingat Pancasila?

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved