Harga Bitcoin Hari Ini
Harga Bitcoin Hari Ini Masih Bertengger di US$32.185, Imbas Tambang Kripto China Bertumbangan
Harga Bitcoin hari ini dan uang kripto populer lainnya masih terus merosot. Minggu siang ini, Bitcoin hanya mampu bertengger di angka US$32.185
BANJARMASINPOST.CO.ID -Tekanan terhadap mata uang kripto atau crypto currency dari China terus berlanjut. Bahkan upaya pemberantasan situs-situs "penambangan" mata uang kripto di Negeri Tirai Bambu itu turut memaksa miner menjual kartu pengolah grafis (GPU) yang tidak terpakai lagi.
Kondisi ini berimbas harga mata uang kripto, seperti Bitcoin, Ethereum dan lainnya.
Hari ini, dikutip banjarmasinpost.co.id dari coinmarketcap.com pukul 11.16 WIB, harga Bitcoin dan uang kripto populer lainnya masih terus merosot. Minggu (18/7/2021) siang ini, Bitcoin hanya mampu bertengger di angka US$32.185 dan Ethereum US$1.982.
Angka ini secara mingguan memerah alias turun. Namun secara harian atau 24 jam terakhir sedikit menguat dibandingkan kemarin.
Sebelumnya, Jumat (17/7/2021) siang Bitcoin berada di US$31.223, sedangkan Ethereum US$1.864.
Baca juga: Harga Bitcoin Hari Ini Hampir Terjungkal ke US$30.000, Ini kata Bos Twitter
Baca juga: Harga Bitcoin Hari Ini Memerah di Angka $31.927, Ethereum dan Dogecoin Senasib
Diketahui, China sudah lama menjadi pusat penambangan kripto global. Namun akibat kebijakan pemerintah China, kekuatan produksi Bitcoin global dari China turun tajam.
Banyak penambang Bitcoin di China menggunakan bahan bakar fosil termasuk batubara, memicu kekhawatiran atas jejak lingkungan kripto itu.
Mengutip Reuters, bagian China dari kekuatan komputer yang terhubung ke jaringan Bitcoin global, yang dikenal sebagai "hash rate," turun menjadi 46% pada April 2021, dari 75,5% di September 2019, menurut data Cambridge Center for Alternative Finance.
Pada periode yang sama, pangsa hash rate Amerika Serikat melonjak menjadi 16,8% dari sebelumnya hanya 4%, menjadikannya produsen Bitcoin terbesar kedua. Pangsa Kazakhstan juga naik menjadi sekitar 8%, dengan Rusia dan Iran sebagai produsen utama lainnya.
Penelitian University of Cambridge itu memberikan pandangan sekilas tentang tren global penambangan Bitcoin, di tengah peningkatan kekhawatiran dari invidu dan institusi seperti Tesla tentang bagaimana kripto diproduksi.
Penurunan kekuatan pertambangan China terjadi menjelang tindakan keras oleh Dewan Negara China atas penambangan dan perdagangan Bitcoin pada akhir Mei lalu, dengan alasan risiko keuangan yang mendasarinya.
Anhui, di China Timur, minggu ini menjadi provinsi terbaru yang mengumumkan larangan menyeluruh terhadap penambangan kripto.
Pusat pertambangan utama China termasuk Sichuan, Mongolia Dalam, dan Xinjiang, semuanya telah mengeluarkan langkah-langkah yang melumpuhkan industri pertambangan, ketika para penambang membuang mesin atau pindah ke tempat-tempat termasuk Texas atau Kazakhstan.
Bitmain, pembuat mesin penambangan kripto terbesar di China, bulan lalu menghentikan penjualan menyusul larangan penambangan oleh Beijing, dan mengatakan sedang mencari pasokan listrik di luar negeri termasuk Amerika Serikat, Rusia, juga Kazakhstan.

Sementara itu, upaya pemberantasan situs-situs "penambangan" mata uang kripto (cryptocurrency) di China turut memaksa miner menjual kartu pengolah grafis (GPU) yang tidak terpakai lagi.
Walhasil, ratusan GPU mumpuni bekas dengan harga miring pun membanjiri e-commerce setempat.
Dilansir dari kompas.com, kartu grafis Nvidia GeForce RTX 3070, misalnya, dijual dengan kisaran harga 400 dolar AS (sekitar Rp 5,8 juta), lebih murah dibanding harga resmi yang dipatok 500 dolar AS (Rp sekitar Rp 7,2 juta).
Pantauan KompasTekno di sejumlah e-commerce lokal, Kamis (15/7/2021), harga GPU kelas atas di Indonesia tampaknya masih sama dengan sebelumnya, alias masih mahal.
Untuk Nvidia GeForce RTX 3070 dan RTX 3070 Ti, misalnya, sejumlah toko daring masih menjual kedua kartu grafis tersebut di kisaran harga Rp 20 jutaan, tergantung vendor yang merancangnya.

Padahal, harga ritel resmi yang ditetapkan Nvidia Indonesia sendiri adalah mulai dari Rp 8,83 juta untuk RTX 3070 dan Rp 10,4 juta untuk RTX 3070 Ti. Apabila harganya berbeda, selisihnya biasanya tidak akan begitu besar.
Hal yang sama juga melanda GPU Nvidia RTX 3000 Series lainnya yang mengalami peningkatan harga sekitar 1,5 hingga 2 kali lipat dari harga resmi.
Tak hanya Nvidia, aneka GPU mumpuni bikinan AMD juga masih dijual di atas banderol resmi.
AMD Radeon RX 6700 XT, misalnya, dijual di kisaran harga Rp 14 jutaan, alih-alih harga resmi Rp 8,4 juta. Lalu, GPU RX 6800 XT dan RX 6900 XT juga masih dijual di kisaran harga Rp 20 jutaan dan Rp 30 jutaan.

Baca juga: Inflasi di Amerika Serikat Melonjak, Harga Bitcoin Hari Ini Anjlok Hingga ke Level 31.000 Dolar
Baca juga: UPDATE Harga Bitcoin Hari Ini, Uang Kripto Merosot ke US$ 32.000 Terdampak Pengurangan Likuiditas
Harga GPU turun tapi harus borongan
Apabila dibandingkan dengan kondisi saat ini di China, wajar saja efek penurunan harga ini belum sampai ke Indonesia.
Pasalnya, penurunan harga di "Negeri Tirai Bambu" hanya melanda sejumlah GPU bekas yang sudah dipakai oleh para penambang mata uang kripto, bukan GPU baru.
Artinya, aneka GPU yang dijual miner ini kemungkinan besar pernah "dipaksa" menyala selama 24 jam tanpa henti karena bekas kegiatan penambangan. Sehingga, kondisinya bisa jadi akan berkurang drastis karena pemakaian ekstrem.
Selain itu, penurunan harga hanya berlaku untuk pembelian GPU borongan, bukan satuan. Berdasarkan laporan TomsHardware, banderol 400 dolar AS untuk Nvidia RTX 3070 second di hanya berlaku untuk pembelian minimal 100 unit.
Ada pula GPU GeForce RTX 3060 dan RTX 3060 Ti yang masing-masing dibanderol 293 dolar AS (sekitar Rp 4,2 juta) dan 370 dolar AS (sekitar Rp 5,3 juta), namun minimal pembeliannya harus 200 unit.
Terlepas dari apa yang terjadi di China, kelangkaan GPU, sebagai efek dari kelangkaan komponen semikonduktor dan para miner yang memborong GPU sebelumnya, juga masih melanda dunia saat ini.
Bahkan, Nvidia dan AMD kompak mengatakan bahwa stok kartu grafis buatan mereka masih akan terbatas di sepanjang tahun 2021.
"Untuk tahun ini (2021), (stok GPU) masih akan tetap sedikit dan kondisinya akan bergantung pada kondisi pasar pada 2022," ujar CEO AMD, Lisa Su dalam sebuah wawancara belum lama ini.
"Saya yakin permintaan (GPU) akan melebihi semua pasokan GPU kamu sepanjang tahun (2021)," jelas CEO Nvidia, Jenseng Huang, di wawancara terpisah akhir tahun lalu.
Lisa dan Jenseng mengungkap kelangkaan GPU ini disebabkan oleh permintaan yang membeludak dan melebihi ekspektasi atau target yang dipasang kedua perusahaan chip tersebut.
Sehingga, stok GPU menjadi terbatas karena tidak selaras dengan permintaan pasar.
Keterbatasan stok ini lantas membuat GPU langka di pasaran, memicu hukum ekonomi di mana para pedagang yang memiliki stok GPU anyar dan mumpuni yang sedikit meningkatkan harganya.
Artinya, GPU dengan harga ritel resmi masih akan sulit didapatkan di pasaran, sama seperti kondisi di Indonesia saat ini. (*)