Berita Banjarmasin

Kasus Stunting Kalsel Naik Dibanding 2020, DPRD: Perlu Dituntaskan Bersama

Kasus stunting di Kalimantan Selatan berdasarkan data surveilanse gizi e-PPGBM mengalami kenaikan 0,4 dari 2020 lalu.

Penulis: Milna Sari | Editor: Edi Nugroho
BIRO ADPIM SETDAPROV KALSEL
ilustrasi: Penjabat Ketua PKK Provinsi Kalimantan Selatan, Safriati Safrizal ZA, menandatangani komitmen bersama dalam hal penanganan stunting dalam kegiatan di Kabupaten Tapin, Selasa (8/6/2021). 

Editor: Edi Nugroho

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kasus stunting di Kalimantan Selatan berdasarkan data surveilanse gizi e-PPGBM mengalami kenaikan 0,4 dari 2020 lalu.

Jika di 2020 angka stunting di Kalsel 12,2, sementara di 2021 hingga 15 Juli sebesar 12,6. Sedangkan di 2019 sebanyak 18,98.

Kasus stunting tertinggi terjadi di Kabupaten Balangan dengan nilai 24,9 dan disusul Hulu Sungai Selatan sebesar 21,3.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan menurut Wakil Ketua DPRD Kalsel M Syaripuddin Sabtu (28/8/2021) tengah berusaha keras mengurangi kasus stunting di Banua. Terlebih kini angka stunting Kalsel saat ini berada di atas nasional.

Baca juga: Pemerintah Kabupaten Balangan Berkomitmen Jalankan Program Penurunan Stunting

Baca juga: Resmi Luncurkan Bulin Tertawa, Bupati Batola Harapkan Bisa Turunkan Angka Stunting

Baca juga: Program Pemerintah Kabupaten HSU untuk Kurangi Angka Stunting

Baca juga: Cegah Stunting, Kemkominfo Sosialisasikan Bahaya Pernikahan Dini

Stunting sendiri jelasnya merupakan masalah kurang gizi kronis karena kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, akibatnya pertumbuhan anak terganggu dan tinggi badannya lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Permasalahan stuting tegasnya harus dituntaskan secara bersama-sama.

"Anak-anak ini adalah yang nantinya menjadi penerus kita dalam membangun banua, tentunya harus lebih baik dari kita, stunting harus diselesaikan bersama" ujar Bang Dhin, panggilannya.

Bang Dhin mengatakan untuk mencegah dan menanggulangi stunting di Kalsel, diperlukan penanganan secara komprehensif dan terpadu oleh unsur pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, kembaga/organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi serta pemangku kepentingan. Pasalnya permasalahan ini harus diatasi semenjak calon pengantin, hamil, melahirkan dan periode emas 1000 hari kehidupan anak.

"Langkah pertama adalah kita perlu landasan hukum Peraturan Daerah yang mengatur mengenai Stunting, di sana diatur bagaimana penyelenggaraan pencegahan dan penanganan stunting. Sehingga dari sana dapat jadi acuan agar penanganan menjadi selaras," urai politisi asal Tanah Bumbu ini.

Nantinya di dalam Perda tersebut memuat tentang upaya peningkatan kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat untuk mencegah stunting serta memuat terkait komitmen para pemangku kepentingan untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan stunting. Dalam Perda yang dimaksud diperlukan juga poin-poin berkenaan meningkatkan dan memperkuat koordinasi dan konsolidasi antar sektor baik tingkat Daerah, Kecamatan dan Desa.

"Korona sedang merajalela, stunting jangan terlupa. Jangan-jangan korona yang menjadi faktor pendukung peningkatan stunting" imbuhnya.

Sulitnya penanganan stunting di Kalsel jelas Syarifuddin juga diperburuk dengan minimnya jumlah tenaga gizi di Kalsel.

"Satu orang petugas gizi ada yang sampai mengurus tiga desa" jelas Bang Dhin

Berdasarkan data informasi SDM Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan didapatkan Rasio Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk (Per Provinsi) Per 100.000 Penduduk di Kalimantan Selatan untuk Ahli Gizi adalah 1 : 19. Sedangkan sesuai dengan Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit, terutama dengan mengacu pada metode perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan pendekatan rasio terhadap nilai tertentu pada tahun 2019 diharapkan ketersediaan tenaga gizi 48 per 100.000 penduduk.

"Jadi PR kita adalah, pertama penuhi kebutuhan profesi ahli gizi, kemudian lengkapi mereka dengan alat ukur yang standar. Sekian senti itu sangat berarti loh ya. Alat ukur itu merupakan alat tempur orang gizi," tutup Bang Dhin.

Sementara Kadinkes Kalsel, HM Muslim saat dihubungi tidak menjawab.
(Banjarmasinpost.co.id/Milna sari).

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved