OTT KPK di HSU
Kasus OTT KPK di HSU, Bupati Abdul Wahid Diduga Terima Uang Suap Mencapai Rp 18,9 Miliar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid (AW) sebagai tersangka.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Perkembangan kasus OTT KPK di HSU menambah tersangka baru.
Dari live streaming KPK RI, ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kalau Bupati HSU Abdul Wahid menjadi tersangka.
Total jumlah tersangka kasus OTT KPK menjadi 4 orang.
Kini Abdul Wahid ditahan KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Ada beberapa hal baru terungkap dari konferensi pers digelar KPK melalui channel KPK RI, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: OTT KPK di HSU - Bupati Abdul Wahid Disebut Firli Bahuri Tersangkut Dua Perkara
Baca juga: BREAKING NEWS, Bupati Abdul Wahid Ditahan KPK
Politikus Partai Golkar ini dijerat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU, Kalimantan Selatan, tahun 2021-2022.
"Tim KPK telah mengumpulkan berbagai informasi dan data serta keterangan mengenai dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, sehingga KPK menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan KPK selanjutnya meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (18/11/2021).
Perkara ini berawal dari kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim KPK pada Rabu (15/9/2021) di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
KPK juga telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka, yaitu Maliki, Plt Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus PPK dan KPA; Marhaini, Direktur CV Hanamas; dan Fachriadi, Direktur CV Kalpataru.
Untuk konstruksi perkaranya, dijelaskan Firli, Abdul Wahid selaku Bupati HSU untuk dua periode (2012-2017 dan 2017-2022) pada awal tahun 2019, menunjuk Maliki sebagai Plt Kepala Dinas PUPRP Kabupaten HSU.
"Diduga ada penyerahan sejumlah uang oleh MK (Maliki) untuk menduduki jabatan tersebut karena sebelumnya telah ada permintaan oleh tersangka AW," kata Firli.
Firli menyebutkan penerimaan uang oleh Abdul Wahid dilakukan di rumah Maliki pada sekitar Desember 2018 yang diserahkan langsung oleh Maliki melalui ajudan Abdul Wahid.
Kemudian, pada sekitar awal tahun 2021, Maliki menemui Abdul Wahid di rumah dinas jabatan Bupati untuk melaporkan terkait plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP HSU tahun 2021.

Dilansir dari Tribunnews.com dengan judul Terima Suap Rp18,9 Miliar, KPK Tetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid Sebagai Tersangka, Dalam dokumen laporan paket plotting pekerjaan tersebut, Maliki telah menyusun sedemikian rupa dan menyebutkan nama-nama dari para kontraktor yang akan dimenangkan dan mengerjakan berbagai proyek dimaksud.
"Selanjutnya tersangka AW menyetujui paket plotting ini dengan syarat adanya pemberian komitmen fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk tersangka AW dan 5% untuk MK," beber Firli.
Adapun, diungkapkan Firli, pemberian komitmen fee yang antara lain diduga diterima oleh Abdul Wahid melalui Maliki, yaitu dari Marhaini dan Fachriadi dengan jumlah sekitar Rp500 juta.
"Selain melalui perantaraan MK, tersangka AW juga diduga menerima komitmen fee dari beberapa proyek lainnya melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara," tutur Firli.
Baca juga: OTT KPK di HSU - Rumah Dinas Bupati Disambangi Lagi, Anggota Polres Lakukan Penjagaan
Rinciannya yaitu pada tahun 2019 sejumlah sekitar Rp4,6 miliar; tahun 2020 sejumlah sekitar Rp12 miliar; serta tahun 2021 sejumlah sekitar Rp1,8 miliar. Sehingga total uang yang diterima Abdul Wahid sekitar Rp18,9 miliar.
"Selama proses penyidikan berlangsung, tim penyidik telah mengamankan sejumlah uang dalam bentuk tunai dengan pecahan mata uang rupiah dan juga mata uang asing yang hingga saat ini masih terus dilakukan penghitungan jumlahnya," kata Firli.
Atas perbuatannya, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jo. Pasal 64 KUHP Jo. Pasal 65 KUHP.

Sebelumnya, Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi Rumah Dinas Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) di Amuntai, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kedatangannya merupakan lanjutan pemeriksaan dimana sebelumnya KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi di Kabupaten HSU, Provinsi Kalsel, tersebut.
Kemudian dari OTT KPK di HSU tersebut ditetapkan tiga tersangka, termasuk Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum HSU, Maliki, dan dua tersangka lain yang merupakan pengusaha yaitu Marhaini dan Fachriadi.
Anggota Polres HSU juga diminta melakukan pengamanan terhadap kegiatan KPK di Rumah Dinas Bupati HSU di Kota Amuntai.
"Kami diminta menurunkan anggota untuk melakukan pengamanan terhadap kegiatan KPK di Rumah Dinas Bupati HSU, ada empat orang yang ikut menjaga," ujar Wakapolres HSU, Kompol Irfan SH MH, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: OTT KPK di HSU - Kasus Proyek Irigasi di Kabupaten HSU Diagendakan di Tipikor Banjarmasin
Pantauan di lapangan, Rumah Dinas Bupati HSU dijaga oleh Satpol PP seperti hari biasa, terdapat beberapa mobil dibagian depan rumah dinas termasuk mobil patroli dari Polres HSU.