Opini Publik
Politik Hukum Pemindahan Ibu Kota Provinsi
Kedudukan Ibu Kota Provinsi dipindahkan ke Banjarbaru. Konsekuensinya kedudukan Pemerintahan Daerah Provinsi harus pula berpindah ke Banjarbaru.
Oleh: Riswan Erfa Mustajillah (Analis Legislasi pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan)
BANJARMASINOST.CO.ID - DPR RI telah memberikan persetujuan atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Kalimantan Selatan menjadi Undang-Undang (UU) dalam rapat Paripurna pada tanggal 15 Februari 2022. RUU ini tinggal menunggu proses pengundangan melalui lembaran negara. Persetujuan DPR RI terhadap RUU tersebut diberikan bersamaan dengan 6 RUU Provinsi lainnya. Enam RUU tentang Provinsi yang juga telah mendapat persetujuan DPR RI itu adalah RUU Provinsi Sulawesi Utara, RUU Provinsi Sulawesi Tengah, RUU Provinsi Sulawesi Tenggara, RUU Provinsi Kalimantan Barat, dan RUU Provinsi Kalimantan Timur.
Pembentukan RUU Provinsi dilakukan oleh Pemerintah dengan berbagai argumentasi. Beberapa di antaranya adalah adanya penilaian bahwa UU sebelumnya yang mengatur pembentukan daerah otonom masing-masing provinsi telah tidak lagi relevan. Dasar hukum pembentukan provinsi yang ada masih mendasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950. Karenanya perlu dilakukan pengubahan serta penataan kembali dasar hukum yang tepat. Selain itu, secara konseptual UU Provinsi yang ada sudah tidak sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur mengenai otonomi daerah.
Keinginan melakukan penyesuaian dan penataan dasar hukum dalam membentuk UU tentang provinsi dapat dibaca sebagai langkah untuk meletakan basis yuridis pada kerangka yang konstitusional. Dalam konteks politik hukum, meletakan pembentukan hukum yang berpijak pada dasar konstitusi yang tepat merupakan hal penting. Hal demikian tidak bisa dilepaskan dari prinsip dasar politik hukum. Prinsip dasar itu menguraikan penjelasan kebijaksaan negara mengenai hukum yang ideal dan mewujudkan ketentutan hukum yang ada.
Membaca Politik Hukum
Politik hukum dalam pembentukan UU tentang Provinsi Kalimantan Selatan merupakan bagian dari upaya untuk menghadirkan instrumen hukum ideal sesuai amanat UUD NRI 1945. Tujuannya adalah meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang efektif. Pembentukan UU itu juga didasarkan atas pertimbangan penyelenggaraan pembangunan Provinsi Kalimantan Selatan secara berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Substansi yang diatur dalam UU tentang Provinsi Kalimantan Selatan tentu harusnya juga dimuat untuk mendorong hal itu dapat diwujudkan.
Salah satu hal yang substansial dalam UU tersebut adalah mengenai kedudukan Ibu Kota Provinsi. Kota Banjarmasin tidak lagi menjadi Ibu Kota Provinsi. Kedudukan Ibu Kota Provinsi dipindahkan ke Banjarbaru. Konsekuensinya kedudukan Pemerintahan Daerah Provinsi harus pula berpindah ke Banjarbaru. Namun demikian, memindahkan Ibu Kota bukan sekadar memindahkan gedung-gedung atau pusat perkantoran pemerintahan saja. Memindahkan Ibu Kota Provinsi tak boleh dimaknai sebagai tujuan. Memindahkan Ibu Kota Provinsi hanya sarana untuk mencapai tujuan. Karenanya diperlukan peta jalan pembangunan Ibu Kota Provinsi yang komprehensif.
Peta jalan sebagai garis besar rencana pembangun di Ibu Kota Provinsi yang baru harus dibuat untuk mengakselerasi pembangunan. Ia juga harus mampu mengantisipasi masalah serupa Ibu Kota Provinsi di masa mendatang. Karena Kota Banjarmasin sebagai kedudukan Ibu Kota Provinsi sebelumnya telah dinilai menunjukan ‘over capacity’. Kota Banjarmasin saat ini harus menanggung beban sebagai sentral ekonomi, keuangan, politik, dan pemerintahan Kalimantan Selatan secara bersamaan.
Pemerintah Provinsi secara tersirat sebenarnya telah melakukan upaya untuk mengurangi beban Kota Banjarmasin sebagai Ibu Kota Provinsi. Hal tersebut dapat dibaca dari langkah Pemerintah Provinsi yang memindahkan pusat perkantoran pemerintah ke Banjarbaru sejak beberapa tahun yang lalu. Kendati hal tersebut juga menuai kritik dari berbagai pihak. Kritik tersebut di dasarkan pada UU Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur yang menyatakan kedudukan Ibu Kota Provinsi di Banjarmasin. Karenannya kantor pemerintah Provinsi harusnya berkedudukan di Banjarmasin. Terlebih dalam kerangka yuridis kita tidak mengenal istilah pusat pemerintahan.
Kehadiran UU tentang Provinsi Kalimantan Selatan akan kembali membuat Gubernur berkantor di dekat semua perangkat daerah. Gubernur akan lebih mudah menjalankan tugas dan kewajibannya. Salah satu kewajiban Gubernur yang diamanatkan oleh UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah. Amanat UU ini menjadikan kedudukan kantor Gubernur krusial. Ketentuan UU tetang Pemerintahan Daerah mendesain Gubernur menjadi nahkoda perangkat daerah dalam menjalankan tugas.
Desain itu menuntut kerja ekstra dari seorang Kepala Daerah untuk mengkoordinasikan dan membangun kolaborasi antar perangkat daerah. Upaya ini akan lebih efektif dan efisien jika tempat berkantor seorang Kepala Daerah tidak terlalu jauh dengan perangkat daerah. Komunikasi akan lebih mudah untuk dilakukan. Kontrol terhadap kinerja perangkat daerah juga akan lebih mudah dilaksanakan.
RUU tentang Provinsi Kalimantan Selatan yang telah disetujui oleh DPR RI menjadi UU pada dasarnya sejalan dengan langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang memindahkan ruang-ruang pemerintahan ke Banjarbaru. Tetapi, pemindahan tentu bukan sekedar makna tekstual dalam UU. Ada tanggung jawab untuk memastikan pemindahan Ibu Kota Provinsi membawa eksestensi dan keberlanjutan Provinsi Kalimantan Selatan semakin baik di masa depan.
Mewujudkan tujuan pembangunan melalui pemindahan Ibu Kota Provinsi ke Banjarbaru tentu bukan kerja singkat. Ia adalah kerja kolosal yang memerlukan waktu tak sebentar. Perlu dukungan dan kolaborasi berbagai pihak. Karenanya mari kita sambut amanat konstitusional itu dengan menyiapkan berbagai instrumen pendukung. Kemudian kita upayakan bersama dengan sebaik-baiknya ikhtiar. Wallahualam bi sawab. (*)