Religi

Kamis 18 Maret 2022 Malam Masuk Nisfu Syaban, Begini Pendapat UAS dan Buya Yahya

Ustadz Abdul Somad ( UAS), Buya Yahya dan Pengurus MUI Pusat beberapa waktu lalu telah memberikan pendapat tentang Nisfu Syaban.

Editor: M.Risman Noor
Capture Youtube BPost
Suasana malam Nisfu Syaban di Masjid Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Minggu (28/3/2021) malam. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Besok Kamis 17 Maret 2022 malam, sudah masuk Nisfu Syaban 2022 .

Pada tahun ini, Bulan Syaban 1443 Hijriah jatuh pada 18 Maret 2022

Di bulan istimewa jelang Ramadhan ini, ada salah satu amalan yang sering terdengar yakni puasa Nisfu Syaban.

Sebenarnya bagaimanakah hukum puasa Nisfu Syaban ini?

Apakah semua umat Islam wajib menunaikannya puasa Nisfu Syaban?

Baca juga: Rekam Jejak Syekh Arsyad Al Banjari, Paman Birin: Datu Kelampayan Layak Jadi Pahlawan Nasional

Baca juga: Menggabung Puasa Nisfu Syaban 2022 dengan Ayyamul Bidh, Begini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Ustadz Abdul Somad ( UAS), Buya Yahya dan Pengurus MUI Pusat beberapa waktu lalu telah memberikan pendapatnya.

Menurut Ustadz Abdul Somad dalam video ceramahnya, hadis tentang puasa di siang hari saat Nisfu Syaban adalah daif atau lemah, tetapi boleh saja kita lakukan jika ingin berpuasa.

"Kalau mau, silakan saja, apalagi jika untuk kebaikan bersama, tetapi hadisnya lemah. Hadis puasa di bulan Syaban yang kuat adalah berpuasa di bulan-bulan haram atau mulia, yaitu Zulhijjah, Zulkaidah, Rajab dan Syaban, dan Allah akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya di malam Nisfu. Jadi, ini hadisnya umum bulannya, tak khusus dijelaskan harus di saat Nisfu Syaban, tetapi di bulan-bulan haram," jelas UAS.

Kemudian amalan di malam Nisfu Syaban, apakah ada shalat sunnah Nisfu Syaban?

Tangkapan Layar Tanggapan Ustadz Abdul Somad
Tangkapan Layar Tanggapan Ustadz Abdul Somad (YouTube/Ustaz Abdul Somad Official via TribunSumsel.com)

Kata UAS tak ada.

Di malam itu, kita dianjurkan untuk melakukan amalan sunnah apa saja.

"Mau salat sunnah, silakan. Salat sunnahnya apa saja, terserah," beber UAS.

Sementara itu, ulama Indonesia lainnya, Buya Yahya menjelaskan tentang puasa saat Nisfu Syaban tersebut bukanlah puasa terlarang.

"Kalau ada yang mengatakan bid’ah, dialah ahli bid’ah," tegas Buya Yahya, seperti dilansir Tribun Pontianak.

Yang dimaksud puasa di Nisfu Syaban adalah puasa Ayyamul Bidh.

Baca juga: Malam Nisfu Syaban di Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Ini Imbauan kepada Jemaah

"Nabi menganjurkan kita untuk puasa di setiap bulan itu tiga hari. Kalau kamu ingin puasa di setiap bulan, maka puasalah kamu di hari 13, 14 dan 15," kata Buya Yahya.

"Puasalah Anda di tanggal 15 karena itu hari putih. Dianjurkan kita untuk berpuasa dan Rasulullah SAW memberikan petunjuk," katanya.

Artinya, yang dimaksud puasa Nisfu Syaban adalah puasa sunnah di pertengahan bulan atau puasa Ayyamul Bidh.

Staf Komisi Dakwah MUI Pusat Faruq Hamdi dalam opininya yang diterbitkan di situs Bimas Islam Kemenag berjudul Nisfu Syakban menjelaskan, bahwa kata Syaban merupakan singkatan dari huruf shin yang berarti kemuliaan, huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi yang terhormat, huruf ba’ yang berarti kebaikan, huruf alif yang berarti kasih sayang, dan huruf nun yang berarti cahaya.

Bulan Syaban juga merupakan bulan yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa bersejarah, yakni peristiwa berpindahnya arah kiblat dari Masjidil Aqsha Palestina menuju Ka’bah, peristiwa diturunkannya QS. al-Baqarah: 144, diturunkannya ayat yang menganjurkan untuk membaca shalawat (QS. al-Ahzab: 56), serta diangkatnya amal-amal manusia menuju kehadirat Allah SWT dan berbagai peristiwa lainnya.

Malam Nisfu Syaban jatuh pada hari Kamis 17 Maret 2022 malam.
Malam Nisfu Syaban jatuh pada hari Kamis 17 Maret 2022 malam. (kolase picsart via surya)

Bila ditinjau dari segi amaliyah Islamnya, termaktub beberapa hal yang lazim dilaksanakan pada malam Nisfu Syaban, yakni membaca Surah Yasin sebanyak 3 kali yang dilanjutkan dengan berdoa.

Tradisi demikian selain sudah berkembang di Nusantara, juga menjadi amaliyah tahunan yang dilaksanakan secara rutin terutama oleh masyarakat NU.

Berikut penjelasannya:

Rasulullah SAW  dalam sebuah hadis sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Dailami, Imam ‘Asakir dan al-Baihaqy.

"Ada 5 malam di mana doa tidak tertolak pada malam-malam tersebut, yaitu: malam pertama bulan Rajab, malam Nisfu Syaban, malam jumat, malam Idul Fitri dan malam Idul Adha."

"Siapa saja yang menghidupkan dua malam hari raya dan malam Nisfu Syaban, niscaya tidaklah akan mati hatinya pada hari di mana pada hari itu semua hati menjadi mati".

"Sungguh telah dikumpulkan doa ma’tsur yang terkait khusus dengan malam Nisfu Syaban. Doa tersebut dibaca oleh para muslimin pada malam yang diberikan anugerah secara sendiri-sendiri dan beramai-ramai. Seorang dari mereka mentalqin doa tersebut dan jemaah mengikutinya atau ada juga salah seorang yang berdoa dan jemaahnya meng-aminkan saja sebagaimana maklumnya. Tata cara pertama adalah: Membaca Surat Yasin dibaca 3 kali pasca shalat maghrib diawali dengan berdoa."

Berdasarkan informasi tersebut tentu bisa mengindikasikan bahwa melaksanakan ibadah pada malam Nisfu Syaban merupakan suatu anjuran dari syariat Rasulullah SAW.

Oleh karena itu, siapapun yang tidak sepakat dengan amaliyah untuk menghidupkan malam Nisfu Syaban, tentu tidak sepatutnya memberikan kecaman yang tidak berdasar, karena sikap demikian selain dapat menganggu kerukunan antar masyarakat, juga dapat mengganggu pelaksanaan ibadah bagi orang yang bersedia mengerjakannya.

Upaya menata stabilitas hati dan pikiran merupakan sikap yang sangat bijak untuk dapat diimplementasikan, bahkan berprinsip pada; "pendapatku mengandung kebenaran dan bisa berpeluang juga dalam kesalahan" merupakan suatu keniscayaan untuk memelihara persaudaraan antar sesama muslim.

Di sisi lain penting untuk diperhatikan juga bahwa amaliah menghidupkan malam Nisfu Syaban merupakan persoalan furu’iyyah yang tetap membuka ruang perbedaan tapi tetap dalam semangat yang saling toleran.

Pelaksanaaan amaliyah ini berfungsi untuk mempertebal keimanan hamba terhadap Tuhannya.

Oleh karena itu, tidak sepatutnya untuk diarahkan pada dimensi sakralitas hukum.

Sakralitas hukum terhadap persoalan keimanan juga bisa berimplikasi pada munculnya gesekan-gesekan.

Selama semua amaliyah memiliki dasar dan pijakan ilmu pengetahuan tentu tidak perlu untuk dipertentangkan.

Perbedaan merupakan suatu keniscayaan (sunnatullah), tapi menyikapi perselisihan dengan hal yang tidak bijak tentu semakin menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai luhur ke-Islaman-nya.

Islam adalah agama yang fleksibel terkait perkara prinsip dasar (usuliyyah) bergerak secara eksklusif, sedangkan terkait perkara cabang (furu’iyyah) bergerak secara inklusif.

Urusan-urusan yang termasuk unity of diversity (al-ijtima’ fi al-ikhtilaf) merupakan bentuk keluasan dari ajaran Islam itu sendiri. Wallahu a'lam. (*)

Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul 10 Hari Lagi Malam Nisfu Syaban 2021, Wajibkah Berpuasa? Penjelasan UAS, Buya Yahya dan Pengurus MUI,

Sumber: Tribun Kaltim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved