Kabar DPRD Tala
Serap Aspirasi Nelayan Tabanio, Komisi Terkait DPRD Kabupaten Tanah Laut Kritik Pengelola SPBUN
Anggota DPRD Kabupaten Tanah Laut (Tala) mengkritik manajemen SPBUN Tabanio yang tidak berpihak kepada nelayan sehingga kesulitan dapat solar subsidi.
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Rapat Dengar Pendapat (RDP) berlangsung di Gedung DPRD Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kota Pelaihari, Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin (13/6/2022).
Agendanya, membahas permasalahan distribusi solar subsidi khususnya kepada Nelayan Tabanio di Desa Tabanio, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tala.
Selain dihadiri dan dipimpin Ketua DPRD Tala Muslimin SE, perwakilan dari seluruh perwakilan komisi juga hadir. Dua orang Ketua Komisi juga hadir, yaitu Ketua Komisi I Yoga Pinis Suhendra dan Ketua Komisi II H Junaidi.
Pada agenda yang dimulai sekitar pukul 10.20 Wita tersebut, perwakilan Nelayan Tabanio mendapat kesempatan pertama menyampaikan aspirasinya terkait permasalahan penyaluran solar subsidi di desa setempat.
Di antaranya, dipaparkan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tabanio, M Iqbal, kemudian Fahmi yang merupakan nelayan dan selanjutnya H Yusdiansah yang merupakan tokoh warga.
Aspirasi yang disampaikan, sama dengan yang pernah mereka suarakan pada aksi demonstrasi ke gedung DPRD Tala pada 17 Mei 2022 .
Intinya, mereka meminta pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) di Tabanio diganti dengan pengelola yang lebih profesional dan amanah.
Mereka menyatakan kerap kesulitan mendapatkan solar dan terkesan dipersulit karena dipersyaratkan ini dan itu seperti surat ukur.
Jatah solar yang didapatkan juga kerap dikurangi sehingga akhirnya terpaksa membeli solar di luaran (pelangsiran) yang harganya mahal.
Anggota DPRD Tanahlaut yang juga warga Desa Tabanio, Khairil, mengatakan, berdasar data, kuota solar dari PT Pertamina untuk SPBUN Tabanio sebanyak 110 ribu liter per bulan. Sebenarnya, cukup untuk keperluan nelayan.
Dikatakannya, data terkini jumlah kapal Nelayan Tabanio 161 buah, bukan 250 sebagaimana data yang disampaikan pengelola SPBUN ke PT Pertamina.
Dengan jatah tiap kapal 440 liter, maka keperluan total Nelayan Tabanio hanya 70.840 liter.
Jadi menurut Khairil, masih ada kelebihan 39.160 liter solar. Tapi kenyataan di lapangan nelayan Tabanio kerap kekurangan solar.
Penuturan nelayan, kapal dengan enam silinder yang mestinya dapat jatah 3 drum, tapi hanya diberi dua drum, sehingga tidak cukup untuk melaut. Lalu terpaksa membeli solar mahal di luaran, Rp 9 ribu-Rp 10 ribu per liter.
"Jadi kenapa hingga sekarang nelayan ribut akibat minyak kurang, ini artinya sistem penyalurannya tidak beres. Ini yang perlu diperhatikan bersama," tandas Khairil.
Pelayanan oleh petugas SPBUN Tabanio pun, dikatakannya, tidak ramah dan kerap berkata kasar kepada nelayan.
"Padahal pembeli itukan diibaratkan raja yang harus mendapat pelayanan baik seperti di SPBU yang sangat santun, bahkan tutup tangki pun dibukakan," paparnya.
Hal lain yang membuat nelayan di kampungnya bingung, sebut Khairil, tiap kali nelayan hendak membeli solar di SPBUN setempat selalu diminta menunjukkan surat kapal, surat ukur.
Dirinya meyakini, semua kapal Nelayan Tabanio ada surat masing-masing, sehingga mestinya tidak selalu ditanyakan lagi. "Apakah ini memang dipersyaratkan oleh pihak PT Pertamina atau bukan," tanya Khairil.
Anggota DPRD Tanahlaut, Yudi Rizal, mengaku heran sejak dulu hingga sekarang permasalahan solar subsidi di Tabanio terus saja bergejolak.
"Jika memang ada indikasi penyelewengan, kami minta lakukan pengawasan yang lebih ketat dari DKPP dan kepolisian. Jika memang pengelola tidak amanah, ambil langkah tegas," tandasnya.
Ketua Komisi I, Yoga Pinis Suhendra, mempertanyakan ketegasan dari PT Pertamina terhadap pengelola SPBUN ketika terjadi indikasi penyimpangan.
Dirinya juga tidak sependapat terhadap pernyataan manajemen Pertamina terhadap pembulatan harga. Karena, sekecil pun nilai rupiah sangat berarti bagi nelayan.
"Menurut saya, sederhana saja, kembalikan segala sesuatunya sesuai aturan, maka pasti penyaluran solar subsidi lancar dan tepat sasaran. Penyaluran BBM bersubsidi jangan sampai memberatkan rakyat," tegasnya.
Ketua Komisi II, H Junaidi, menekankan, permasalahan penyaluran solar subsidi di Tabanio tersebut sudah cukup lama, sejak sekitar 2013. Sehingga seharusnya, pihak pengelola dapat melaksanakan secara baik.
"Seperti, tentang persyaratan surat kapal atau surat ukur. Kalau misalnya masih sedang diurus, mestinya dapat ditoleransi," cetusnya.
Sales Manager PT Pertamina Kalsel, Handy, mengatakan, pihaknya tidak pernah mempersyaratkan adanya surat kapal atau surat ukur untuk pembelian solar subsidi.
"Dari kami cuma ada dua syarat saja, yaitu rekomendasi kapal dan rekomendasi BBM dari instansi teknis," sebutnya.
Terkait indikasi penyelewengan solar subsidi di SPBUN Tabanio, ia mengajak semua pihak turut melakukan pengawasan secara ketat.
"Ditunggui sampai habis penyalurannya tiap mobil tangkinya datang. Disaksikan bersama dan ditandatangani bersama," cetusnya. (AOL/*)
