Subsidi BBM

Subsidi BBM Diakui Jokowi Tidak Besar, Tapi Besar Sekali dan Bisa Bangun Ibu Kota Nusantara

Subsidi BBM di Indonesia diakui Presiden Jokowi bukan besar. Melainkan besar sekali dan bisa digunakan untuk membangun Ibu Kota Nusantara.

Editor: M.Risman Noor
tribunnews
Jokowi mengatakan subsidi BBM bukan besar melainkan besar sekali. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Masalah subsidi BBM tampaknya menjadi persoalan yang masih sulit dituntaskan dalam waktu dekat.

Subsidi BBM di Indonesia diakui Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan besar. 

Melainkan besar sekali dan bisa digunakan untuk membangun Ibu Kota Nusantara.

Hal ini diakui Jokowi di saat memberikan sambutan pada Rakernas PDI-P di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Selasa (21/6/2022)

Baca juga: Baru Dapat Lima Siswa, SDN Bata Kecamatan Juai Masih Buka PPDB Jelang Tahun Ajaran Baru

Baca juga: Ketua KPU RI Hasyim Asyari Tak Suka Gunakan Kalimat Pesta Demokrasi, Pemilu Itu Kerja

Presiden Joko Widodo mengatakan, subsidi yang dialokasikan negara untuk menekan harga BBM sangat besar.

Menurut dia, besar total subsidi yang diberikan negara itu bisa digunakan untuk biaya pembangunan ibu kota.

"Kita saat ini sebagai contoh, harga bensin saja, harga Pertalite saja Rp 7.650, Pertamax Rp 12.500. Hati-hati ini bukan harga sebenarnya, ini harga yang kita subsidi dan subsidinya besar sekali," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada Rakernas PDI-P di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Selasa (21/6/2022).

Jokowi membandingkan harga bensin di Singapura dan Jerman yang mencapai Rp 31.000, sedangkan di Thailand Rp 20.000.

"Kita masih Rp 7.650, tapi ini yang harus kita ingat, subsidi kita ke sini bukan besar, (tapi) besar sekali. Bisa buat bangun ibu kota satu karena angkanya sudah Rp 152 triliun," tegasnya.

Jokowi menekankan, kondisi seperti ini harus dipahami semua pihak. Sebab, belum bisa dipastikan sampai kapan negara bisa bertahan dengan subsidi sebesar itu.

"Kalau kita enggak ngerti angka-angka, kita enggak merasakan betapa besarnya persoalan saat ini. Membangun ibu kota itu Rp 466 triliun, ini untuk subsidi. Tapi ini enggak mungkin tidak disubsidi sebab akan ramai. Hitungan sosial politiknya juga kita kalkulasi," jelas Jokowi.

HUT ke-61, Presiden Jokowi merayakannya dengan blusukan.
HUT ke-61, Presiden Jokowi merayakannya dengan blusukan. (Capture Youtube BPost)

Di sisi lain, menurut dia, masyarakat harus diberitahu bahwa ada kondisi global yang sangat berat.

Jokowi menjelaskan, pada Januari 2022 saat Indonesia menghentikan ekspor batu bara, ada lima orang presiden meneleponnya.

Mereka memohon agar segera dikirim batu bara.

"Presiden Jokowi mohon kita dikirim batu bara segera, secepatnya. Kalau tidak mati kita listrik, industri kita mati," kata Jokowi menirukan pembicaraan para presiden itu.

Namun, dirinya jadi paham di mana kekuatan Indonesia. Di sisi lain, saat Indonesia menghentikan ekspor minyak goreng, ada juga dua hingga tiga kepala negara yang menelepon Jokowi.

Baca juga: Bertolak Belakang dengan Disdukcapil, PN Surabaya Izinkan Perkawinan Beda Agama

"Waktu minyak goreng stop ekspor, batu bara juga untuk kebutuhan dalam negeri juga ada 2-3 presiden telepon saya. Pak, kalau enggak segera kirim, kami akan ada gejolak politik di negara saya tolong dikirim," ungkap Jokowi menirukan permintaan para presiden itu.

"Saya cek kira-kira ada (persediaan) 3 juta ton, permintaan 200.000 ton. Ya sudah kirim saja. Jadi kita tahu posisi kita di mana, di sini mulai kelihatan, batu bara kita punya kekuatan besar, CPO, nikel kita punya kekuatan besar," lanjutnya.

Namun, Jokowi mengingatkan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus melakukan ekspor bahan mentah. Sebab, Indonesia sedang menggencarkan industrialisasi dan hilirisasi.

Dalam waktu dekat mobil mewah, mobil dinas TNI/Polri serta BUMN dilarang mengkonsumi Bahan Bakar Minyak (BBM)  jenis Pertalite atau Ron 90.

Pasalnya Pertalite saat ini masih dibawah harga atau mendapatkan subsidi dari Pemerintah.

video Jokowi Tahan Harga Pertalite agar Tak Naik dan Subsidi hingga Rp502 Triliun.
video Jokowi Tahan Harga Pertalite agar Tak Naik dan Subsidi hingga Rp502 Triliun. (capture video)

Rencana pelarangan mobil mewah dan mobil dinas membeli Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ini akan diatur Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

"Pertalite ini harganya masih di bawah harga keekonomian dan pemerintah harus memberikan kompensasi dan diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu. Mobil mewah tentu tak diperkenankan," kata Kepala BPH Migas, Erika Retnowati saat rapat dengan Komisi VII DPR, beberapa waktu lalu.

Erika menjelaskan pihaknya tengah menyusun petunjuk teknis kriteria pembeli Pertalite, termasuk definisi kendaraan mewah yang dimaksud.

"Upaya yang kami lakukan saat ini adalah kami sedang mengusulkan untuk perubahan atau revisi atas Perpres 191 Tahun 2014. Jadi kemarin sudah disampaikan Pak Menteri (ESDM) ke Presiden untuk kemudian kami bahas dengan Setneg dan Setkab," katanya.

Baca juga: LPPL dan Bawaslu Tabalong Teken Nota Kesepahaman, Bupati :Bentuk Kebersamaan Pengawasan Partisipatif

Erika mengatakan kategori mobil mewah itu nantinya akan merujuk pada besarnya Cubicle Centimeter (cc) mesin.

"Memang pada saat kami membahas banyak perdebatan dan kami sampai pada kesimpulan akan ditetapkan pada cc-nya. Kenapa? Kami melihat konsumsinya karena cc-nya besar maka akan mengonsumsi BBM yang banyak dan mereka itu dirancang untuk tidak konsumsi Pertalite dengan spesifikasi mesin dan bahkan lama-lama akan merusak mesin juga," ujar Erika.

Kajian soal kategori mobil mewah berdasarkan cc itu akan dilakukan dengan menggandeng Universitas Gadjah Mada.

Diharapkan ketetapan soal itu bisa terbit pada Agustus atau September.

"Kami harapkan sekitar Agustus-September bisa kita launching, bisa kita lakukan uji coba ini kan masih proses penerbitan regulasi, setelah ditetapkan kita akan lakukan sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga itu diharapkan bisa di Agustus dan September," kata Erika.

Sejauh ini, kriteria pembeli BBM yang diatur dalam Perpres 191/2014 hanya untuk Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar.

"Konsumen pengguna sekarang yang diatur hanya terkait dengan JBT Solar, tapi nanti termasuk juga JBKP. Nantinya JBKP itu tidak bisa dipakai oleh semuanya (masyarakat), akan dilakukan pengaturan juga," jelasnya.

Selain mobil mewah berdasarkan cc, Erika menyebut kendaraan dinas TNI, Polri dan BUMN juga akan dilarang membeli Pertalite. BPH Migas dikatakan akan bekerja dengan kepolisian untuk pengawasan.

"Jadi kendaraan dinas mobil TNI-Polri sama gak boleh gunakan Pertalite termasuk mobil yang dimiliki BUMN," ucap Erika.

Direksi Pertamina cek stok dan layanan di sebuah SPBU di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Mobil mewah dan dinas akan dilarang beli Pertalite? (PERTAMINA)

Erika juga mengungkap data kriteria masyarakat yang berhak membeli Pertalite sudah ada.

Nantinya, jika kebijakan ini berjalan, konsumen akan menggunakan aplikasi dalam pembelian bensin Pertalite itu.

Ia mengatakan sejak Pertalite ditetapkan sebagai bahan bakar subsidi, volume dan harga jualnya ditetapkan pemerintah.

Maka itu tidak semua orang dapat membelinya di SPBU.

"Jadi kami tidak menggunakan data-data seperti Kemensos, tapi kami meminta siapa yang ditetapkan untuk didaftarkan dan registrasi melalui aplikasi digital. Sehingga operator bisa tahu, apakah konsumen tersebut sudah terdaftar dan berhak membeli Pertalite," kata Erika.

Sementara Pertamina yang menjadi produsen bahan bakar pelat merah mengatakan kriteria pembeli Pertalite dan solar subsidi bisa dipilah menggunakan cc mobil.

Selain itu disebut juga bisa dilihat dari warna pelat nomor hitam atau kuning.

Direktur Pemasaran Regional PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra berharap pemerintah tak terlalu berat menentukan kriteria pembeli.

Pihaknya dikatakan menyiapkan aplikasi MyPertamina untuk registrasi segmentasi pembeli bahan bakar.

"Harapan kami ini bisa dilakukan proses registrasi ke depan sehingga kami menyiapkan MyPertamina untuk registrasi per segmentasi BBM. Dengan registrasi ini kita bisa melihat siapa yang berhak, sehingga masyarakat bisa terfiliter dengan sendirinya, kami bisa memilah ini berhak atau tidak berhak," ujar Mars Ega.

Kata dia masyarakat tingkat ekonomi menengah atas dapat didorong mengonsumsi bahan bakar nonsubsidi seperti Pertamax, Pertamax Turbo, atau Pertamina Dex.

Sementara bahan bakar subsidi, Pertalite dan Solar, diberikan pada masyarakat yang membutuhkan.(tribun network/mam/dod).Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mobil Mewah akan Dilarang Konsumsi Pertalite, Termasuk Kendaraan Dinas BUMN dan TNI/Polri,

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi: Subsidi untuk Bensin Besar Sekali, Bisa buat Bangun Ibu Kota

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved