Berita HSU
VIDEO Rebus Purun dalam Pewarnaan untuk Produk Kerajinan Anyaman di Kabupaten HSU
Perajin anyaman di Kabupaten HSU cari purun atau eceng gondok di rawa, nantinya tanaman ini direndam di cairan pewarna.
Penulis: Reni Kurnia Wati | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, AMUNTAI - Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel), memiliki jumlah perajin yang cukup banyak.
Mereka menggunakan bahan utama pembuatan kerajinan dari purun ataupun eceng gondok.
Sebelum dilakukan penganyaman untuk pembuatan kerajinan dengan bahan dasar purun, biasanya purun dipersiapkan terlebih dulu. Tanaman jenis purun yang telah diambil dari rawa-rawa akan dikeringkan.
Setelah dikeringkan, dilakukan pewarnaan dengan cara merebus purun menggunakan zat pewarna kimia. Biasa digunakan, yaitu warna hijau dan juga merah.
Baca juga: Seorang Napi Kabur dari Lapas Banjarmasin, Personel Polda Kalsel Turut Lakukan Pengejaran
Baca juga: Ini Kronologi Narapidana Asal Palangkaraya yang Kabur dari Lapas Banjarmasin
Baca juga: BREAKING NEWS Satu Warga Binaan Asal Palangkaraya Kabur dari Lapas Banjarmasin
Karenanya, sering terlihat hasil kerajinan dari anyaman purun, baik itu tikar, tas purun atau juga topi, didominasi oleh warna hijau dan merah.
Penuturan Amah, seorang perajin di Desa Pulau Tambak, Kecamatan Amuntai Selatan, Kabupaten HSU, setelah anyaman purun kering dan juga dibersihkan, maka dilakukan perebusan sekitar 1 jam menggunakan pewarna kimia.
Pewarna tersebut biasa mereka beli di pasar, harga satu onsnya Rp 50 ribu.
Sekali pemasakan dalam tahap pewarnaan, biasanya sebanyak satu tepung atau satu ikat purun.
Baca juga: Serang ABG Gunakan Pisau, Pelaku Diamankan Anggota Polres Tapin Kalsel
Baca juga: Pria Terjun ke Sungai Setelah Lukai Beberapa Penonton Acara Japin di Candi Laras Selatan Kalsel
Baca juga: Penjual Dextro di Warung Malam Jalan Houling Diamankan Anggota Polres Tapin
"Setelah direbus, purun akan dikeringkan selama 2 hari. Lalu dilakukan penumpukan agar purun yang awalnya berbentuk bulat, menjadi pipih," ujarnya.
Setelah purun ditumbuk, barulah dilakukan pengayaman, hingga akhirnya hasil kerajinan bisa diperjualbelikan.
"Warna yang biasa digunakan, yaitu hijau dan merah. Namun untuk pembuatan warna lain, seperti ungu ataupun hitam, biasanya dilakukan pencampuran dengan takaran tertentu hingga menghasilkan warna yang diinginkan," urai Amah.
Tak heran, untuk di beberapa wilayah seperti Kecamatan Amuntai Selatan, Kabupaten HSU, sering terlihat tungku dan panci besar di depan rumah warga yang tidak jauh dari jalan raya. Panci untuk merebus purun dalam proses pewarnaan.
(Banjarmasinpost.co.id/Reni Kurniawati)