Tajuk

Bebas PR, Siapa Takut?

kebijakan bebas PR diimplementasikan guna mengurangi beban tugas kepada pelajar SD dan SMP.

Editor: Eka Dinayanti
Banjarmasinpost.co.id/dok
Siswa SD 

BANJARMASINPOST.CO.ID - SEBUAH kebijakan dari Dinas Pendidikan Surabaya membuat publik mengernyitkan dahi.

Penyebabnya, mereka membuat kebijakan yang seolah berbeda dari kelaziman, tak ada lagi pekerjaan rumah (PR) untuk murid atau siswanya.

Menariknya, Mendikbudristek Nadiem Makarim merespons kabar tentang Disdik Surabaya yang akan membebaskan PR mulai 10 November 2022.

Menurutnya, kebijakan ini salah satu bentuk Merdeka Belajar.

Diketahui, kebijakan bebas PR diimplementasikan guna mengurangi beban tugas kepada pelajar SD dan SMP.

Sebagai gantinya, Pemerintah Kota dan Dispendik Surabaya menambah dua jam pelajaran untuk siswa dapat menjalani pendalaman karakter.

Nadiem menuturkan, bisa jadi tak mungkin tak ada PR bagi siswa.

Namun, kegiatan penggantinya dapat mengasah pendalaman karakter tersebut.

Nantinya, sisa waktu siswa sepulang sekolah dengan demikian dapat diisi dengan kegiatan selain drilling materi pelajaran.

Sebenarnya, kebijakan seperti bukan hal baru di dunia.

Ada sejumlah negara di dunia yang sangat sedikit memberikan PR pada siswanya.

Bahkan, ada yang sudah membebaskan muridnya dari PR.

Satu di antaranya adalah Finlandia.

Finlandia dianggap sebagai negara di dunia yang memiliki sistem pendidikan terbaik.

Bahkan, tidak ada ujian kelulusan, sebab mereka menganggap jika sekolah adalah tempat murid belajar.

Ketentuan lulus atau tidaknya seorang siswa ditentukan oleh guru sendiri.
Dan memberikan masa liburan yang cukup panjang bagi siswanya.

Sebaliknya, sekolah-sekolah di Finlandia justru lebih fokus mendengarkan keinginan murid dan menganggap mereka sebagai rekan diskusi yang setara.

Tujuan pemerintah memberlakukan sistem ini adalah untuk membuat siswa bisa lebih bahagia dan menghargai potensi diri sendiri.

Untuk penilaian kompetensi siswa, Finlandia menggunakan kemampuan individu dan kriteria evaluasi yang ditentukan oleh guru mereka sendiri yang diawasi oleh kementerian yang menangani pendidikan di negara setempat.

Kemudian, Korea Selatan terkenal dengan Sistem pendidikan termasuk yang terbaik di dunia.

Anak-anak usia sekolah di sini memang dituntut untuk belajar keras.

Begitu juga Jepang.

Sekolah di Jepang hanya memberlakukan rata-rata waktu pekerjaan rumah sebanyak 3,8 jam.

Negara ini telah memberikan lebih sedikit pekerjaan rumah dan membuktikan bagaimana mereka masih dapat berhasil, bahkan tanpa kerja ekstra sepulang sekolah.

Kebijakan ini bisa saja diadopsi di Kalimantan Selatan.

Namun, harus dilihat juga berbagai pertimbangan.

Termasuk kesiapan guru dan perangkat dari sekolah.

Seperti Finlandia, meski tak ada PR, namun siswa ditunjang untuk meningkatkan potensi dan kreativitasnya.

Hal ini tentunya harus ditunjang dengan perangkat pengajar yang mumpuni.

Mindset tenaga pengajar harus diubah terlebih dahulu.

Maklum, selama ini, guru di Indonesia lebih mengedepankan potensi akademik.
Jangan sampai, ketika kebijakan diterapkan, malah tak sesuai harapan. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved