Tajuk

Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat Adat

Masyarakat HST dan dewan Kabupaten meminta Gubernur Kalsel meninjau ulang kesepakatan tapal batas dengan Kotabaru

Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/Dok
Tajuk : Mengakomodasi Aspirasi Masyarakat Adat 

BANJARMASINPOST.CO.ID- MASYARAKAT Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) melalui pemerintah dan dewan kabupaten tengah meminta Gubernur Kalimantan Selatan meninjau ulang kesepakatan mengenai tapal batas dengan Kabupaten Kotabaru. Surat permintaan pun telah dilayangkan Pemkab dan DPRD HST.

Kesepakatan yang dibuat pada 2021 tersebut dinilai tidak adil bagi HST. Pertama karena dari 34 ribu hektare kawasan Pegunungan Meratus yang dipersoalkan, HST hanya mendapatkan 11 ribu hektare. Sedang Kotabaru mendapatkan 23 ribu hektare.

Kedua, kesepakatan tersebut tidak melibatkan masyarat adat yang tinggal di kawasan perbatasan tersebut. Padahal mereka telah tinggal di sana turun-temurun.

Ini terasa agak aneh mengingat kesepakatan telah dibuat. Semestinya Pemkab HST melibatkan warganya di kawasan perbatasan untuk membahas tapal batas dengan kabupaten tetangga. Hal ini karena merekalah yang lebih tahu mana garis batasnya.

Kendati demikian, Pemerintah Provinsi Kalsel tetap harus mengakomodasi aspirasi dari HST. Tidak ada yang tidak bisa dibicarakan demi kemaslahatan banyak orang.

Kedua belah pihak bisa diminta duduk bersama kembali membahasnya. Tentunya dengan membawa data dan bukti kepemilikan, termasuk sejarah kawasan tersebut. Pemerintah daerah tidak bisa asal patok, tanpa melibatkan masyarakat.

Persoalan serupa terjadi berkaitan dengan rencana Pemprov Kalsel menetapkan status Taman Nasional di kawasan seluas hampir 220 ribu hektere di Pegunungan Meratus. Padahal kawasan yang berada di lima kabupaten tersebut berada kawasan Hutan Lindung.

Muncul penolakan dari masyarakat adat karena khawatir kehidupan mereka terganggu. Muncul pula kekhawatiran hutan di lingkungan mereka dibabat pengusaha dan kemudian ditambang.

Penolakan juga muncul karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Terlebih setelah melihat rusaknya bumi Kalsel oleh penebangan hutan dan penambangan.

Padahal selama ini masyarakat adatlah yang merawatnya secara turun-temurun hingga tetap lestari hingga kini. Pemprov jangan mengabaikan masyarakat di kawasan tersebut. Jika ini dilakukan maka tujuan dari status Taman Nasional tidak akan tercapai.

Pemerintah perlu terlebih dulu memberikan perhatian lebih kepada masyarakat setempat agar mereka percaya.

 Sosialisasi mengenai manfaat Taman Nasional juga harus disampaikan. Jika disetujui maka proses status Taman Nasional pun dilakukan. Bukan malah sebaliknya. Jika ini dilakukan maka status tersebut rawan digugat masyarakat.

Demikianlah yang terjadi pada persoalan tapal batas. Semoga para pemimpin di bumi Kalsel semakin bijaksana. (*)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved