Serambi Ummah
Hidup Bermasyarakat Harus Ta’awun
Di antara kunci hidup bermasyarakat menurut Islam adalah menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas).
BANJARMASINPOST.CO.ID- Di antara kunci hidup bermasyarakat menurut Islam adalah menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas).
Selain itu, manusia di dalam Islam dianjurkan saling tolong-menolong (ta’awun) dalam kebaikan dan ketakwaan, serta menjauhi tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan (Surat Al-Maidah ayat 2).
Menurut Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dadang Kahmad, prinsip ta’awun ini telah terpatri dalam diri dan kepribadian masyarakat Indonesia.
“Oleh karena itu saya kira ini menjadi filosofi dari negara kita, bangsa kita yaitu gotong royong, satu prinsip yang sangat bagus saya kira semua suku bangsa Indonesia ini menjunjung tinggi tolong-menolong,” ujar dia.
Baca juga: Bernilai Ibadah
Baca juga: Tak Kuasa Tolak Orang Minta Tolong
Dalam program Nasihat Ayahanda di Youtube TvMu, beberapa waktu lalu, Dadang menyebut bahwa nilai ta’awun atau tolong menolong juga menjadi ukuran baik atau tidaknya seorang muslim. Di Muhammadiyah, ajaran ini dikenal dengan teologi Al-Ma’un.
“Satu yang menyebabkan salat kita diterima adalah kita menolong orang lain. Sedangkan orang yang salatnya lalai ialah orang yang salatnya riya karena sesuatu, bukan karena Allah, lalu tidak ikhlas dan tidak pernah menolong orang. Mafhum mukhalafahnya ialah salat yang diterima itu ialah salat yang ikhlas karena Allah dan dia suka menolong orang lain. Itulah yang disebut teologi Al-Ma’un,” papar Prof Dadang Kahmad.
Dari Al-Ma’un, prinsip tolong menolong yang dipahami oleh Muhammadiyah adalah dengan menunjukkan simpati sekaligus empati kepada sesama warga masyarakat secara inklusif.
“Karena tolong-menolong itu tidak dibatasi oleh lokasi, tidak dibatasi oleh etnis, tidak dibatasi oleh bangsa, tidak dibatasi oleh sekat-sekat yang lain. Seluruh manusia ini berhak kita tolong dan berhak kita berikan bantuan jika mereka memerlukan bantuan,” kata Dadang.
“Kalau kita abai terhadap itu, maka saya katakan kita bukan orang yang baik, kita bukan orang yang bagus, bukan orang yang saleh, tapi kita itu orang yang egois. Nah itulah yang tidak dikehendaki oleh agama kita agama Islam dan tidak dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Maka itulah egoisme, jauhkan sifat egois itu. Lihatlah kanan kiri siapa yang perlu kita bantu baik tenaga, pikiran maupun harta kita,” pesannya. (muhammadiyah.or.id)
| Aturan Mahar Pernikahan dalam Islam, KUA Kalumpang: Penghormatan bagi Wanita |
|
|---|
| Mahar Pernikahan Sesuai Kesepakatan, Bukan Syarat Sah Akad Nikah |
|
|---|
| Adab Makan Sesuai Syariat Islam, MUI Balangan: Jadikan Makanan Pembawa Berkah dan Tidak Mubazir |
|
|---|
| Tokoh Agama Berperan Jaga Keharmonisan, Tanamkan Nilai-nilai Segar Membangun |
|
|---|
| Kiprah Ustadz Muhammad Syafiq SHI MH di Bidang Dakwah, Sebar Ilmu hingga ke Pegunungan Meratus |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.