Opini

PNS, Profesionalisme dan Korpri

APA yang terbersit dipikiran kita tentang PNS. Ya mungkin kita teringat dengan cita-citanya, sebagaimana sebutan PNS

Editor: Edi Nugroho
Dokumentasi Banjarmasinpos.co.id
Muslimi HT, Penulis lepas, Alumni APDN Banjarbaru 1989 

Lalu seperti apakah profesional itu dapat dimaknai. Apakah profesional dimaknai sebagai sebuah kapasitas yang dilihat dari ukuran ukuran skill, knowledge dan attitude, yang oleh praktisi birokrasi dituangkan dalam berbagai instrumen untuk mengujinya. Dari sudut pandang lain, profesional digambarkan pula sebagai administrator yang bebas nilai. Profesional dalam pekerjaan, menuju pada sejati profesinya. Bebas dari pengaruh politik.

Prinsip formal itu barangkali lebih mencerminkan kapabilitas seseorang dari segi fisik dan emosinya. Bagaimana dari aspek akseptabilitas, ukuran-ukuran penilaiannya mungkin lebih rumit. Pegawai negeri adalah bagian kecil dari simpul birokrasi yang demikian banyak regulasi yang mengaturnya, sehingga posisinya menjadi perilaku kolektif dari ekspresi birokrasi itu sendiri. Pertentangan antara struktur dan kultur birokrasi, menyebabkan batasan antara keduanya dapat menjadi kabur.

Harus diakui, bahwa kelahiran birokrasi di Tanah Air, sebagian besar adalah tumbuh dari semangat aristokrasi yang lebih didominasi oleh kultur, dibandingkan dengan strukturnya. Dalam realitasnya, selama puluhan tahun, formalisasi struktur lebih dibutuhkan untuk menunjukkan bahwa vibrasi kultur telah hilang.

Itu sebabnya, di satu sisi amanat peraturan telah mampu mencapai keinginannya untuk membuat batas normatif, agar Pegawai tidak sampai masuk ke jurang politik yang dianggap terlarang atau terhadap pelanggaran atas rambu disiplin yang dibuat. Sementara di sisi lain tanggung jawab substansi undang-undang itu untuk menyediakan ruang bernapas dengan apa yang dijual secara bebas dengan istilah profesional tadi, masih menjadi tantangan dan terus saja menghadapi dilema.

Peran

Secara historis, sebagian pengangkatan pegawai termasuk gaji masih dianggap hadiah cuma-cuma dari hasil kerja pegawai yang tidak semuanya dapat dianggap memuaskan. Anggapan seperti itu tidak secara otomotis ditelan modernisasi, bahkan dengan model baru pemerintahan yang desentralistik. Anggapan seperti itu dapat mengkristal sebagai akibat dari politisasi birokrasi yang dipengaruhi oleh politik utang budi materi. Pemilihan kepala daerah, hubungan eksekutif-legislatif menyuburkan patronase yang patrimonialistik, dimana pegawai negeri dapat menjadi kehilangan identitas. Oleh karenanya, keberadaan lembaga advokasi pegawai yang mampu mengartikulasikan kepentingan pegawai secara individu dan kolektif, memberikan jaminan dan perlindungan, baik hukum dan karier PNS seperti Korpri sangat dibutuhkan.

Kehadirannya, lebih memaknai dan menunjukkan peran kongkritnya, di tengah persoalan kekininan yang dihadapi PNS saat ini. Diharapkan ini mampu melawan pragmatisme, hingga menumbuhkan semangat dan kepercayaan.

Tumbuhnya lembaga kajian, lembaga penelitian atau lembaga studi yang memiliki keberpihakan terhadap kedudukan, hak dan peran PNS adalah sangat penting. Keberadaannya dapat menjadi pengendali, untuk bersinergi dengan kekuatan media massa dan lembaga hukum. Diperlukan komitmen dan role model , untuk mendukung upaya nyata dalam menciptakan PNS yang tangguh dan professional sesuai cita cita yang diinginkan. (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Desentralisasi MBG

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved