Tajuk

Pemilu dan Rekor Impor Beras

Saat ini Pemilu 2024 tinggal memasuki hitungan bulan, namun tivba-tiba menjelang pesta demokrasi ini muncul kabar tentang impor beras

Editor: Irfani Rahman
banjarmasinpost.co.id/salmah saurin
Pedagang beras di Pasar Bauntung Banjarbaru. Jelang Pemilu 2024 ini beredar mengenai impor beras yang akan dilakukan 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Di tengah hiruk pikuk kampanye Pemilu 2024 berhembus kabar buruk tentang impor beras. Ini adalah permasalahan “klasik” yang tak kunjung terselesaikan. Di satu sisi pemerintah dengan berbagai alasan masih terus melakukannya sementara di sisi sebaliknya, banyak kalangan yang mengritisi kebijakan impor beras.

Tertutup oleh gegap gempita Pemilu 2024 terutama persaingan tiga pasangan capres-cawapres, Badan Pusat Statistik melansir data mengejutkan. Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini mengungkapkan impor beras pada 2023 mengalami kenaikan 613,61 persen dibanding tahun sebelumnya. Masih berrdasar data BPS, impor beras 2023 mencapai 3,06 juta ton. Ditegaskan Pudji, kenaikan ini terbesar dalam lima tahun terakhir!

Melihat ke belakang, lonjakan kenaikan impor beras pernah pula terjadi pada 2018. Kala itu kenaikannya mencapai 2,25 juta ton. Tragisnya, pada akhir 2018, terdapat sisa beras impor sebanyak 200 ribu ton. Tragisnya, 106 ribu ton di antaranya gagal disalurkan dengan dalih jenis berasnya tidak sesuai selera konsumsi masyarakat.

Ada yang menarik dari dua rekor impor beras itu. Setahun setelah 2018 berlangsung perhelatan besar yakni Pemilu 2019. Sementara 2023 sering disebut sebagai tahun politik jelang Pemilu 2024.

Ada apa? Spekulasi liar pun beredar dengan mengaitkan kepada masalah dana pemilu. Namun, terlepas dari duga menduga itu, melonjaknya impor beras memperlihatkan perlunya evaluasi mendalam terhadap program ketahanan pangan

Selain itu bila mencermati data produksi beras yang dimiliki BPS, pada Desember 2023 terdapat sekira 30,90 juta ton. Produksi beras pada 2023 ini mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya sebanyak 31,54 juta ton.

Pertanyaan yang muncul, pada kondisi penurunan sebesar 645.090 ton, mengapa dilakukan peningkatan impor beras hingga 6613,61 persen? Dalam konteks ini, program pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan apalagi kedaulatan pangan, tampaknya perlu dibedah dan dioperasi agar tidak justru melahirkan permasalahan dan “ketergantungan” pada impor beras.

Ada pendapat yang menyebut beras bukan sekadar komoditas ekonomi, juga politik.

Persoalan impor beras pun sudah multitafsir yang kerap berujung pada kegaduhan. Sudah banyak energi bangsa ini yang terkuras untuk memperdebatkan bahkan saling mencurigai tentang narasi penting-tidaknya impor beras. Dari tahun ke tahun, entah sampai kapan. (*)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Akhir Bahagia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved