Nasional

Kader PDI-P di DPR RI Usul Politik Uang Dilegalkan, Begini Penjelasan Djarot Syaiful Hidayat

PDIP kembali jadi sorotan. Dalam sebuah rapat, salah satu kadernya di DPR RI, Hugua terang-terangan mengusulkan agar money politics dilegalkan

Editor: Rahmadhani
KOMPAS/LASTI KURNIA
Kelompok gabungan dari Panwaslu dan lembaga swadaya masyarakat, menyatakan menolak prkatik politik uang dalam pelaksanaan Pemilukada DKI Jakarta, pada aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (24/6/2012). Baik memberi atau menerima uang dalam pelaksanaan kampanye pemilukada dianggap sebagai praktik korupsi. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - PDIP kembali jadi sorotan. Dalam sebuah rapat, salah satu kadernya di DPR RI, Hugua terang-terangan mengusulkan agar money politics atau politik uang dilegalkan.

Kubu PDIP langsung merespon dsn memberikan klarifikasi atas pernyataan Hugua tersebut.

Diberitakan sebelumnya, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP, Hugua, menuai sorotan setelah mengusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melegalkan money politic atau politik uang selama Pemilu.

Hal itu disampaikan Hugua dalam rapat dengan pendapat (RPD) Komisi II DPR bersama KPU RI, Bawaslu RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri, pada Rabu (15/5/2024) lalu.

Setelah pernyataan kadernya menuai sorotan, PDIP buka suara.

Ketua DPP PDIP, Djarot Syaiful Hidayat menyebut usulan tersebut merupakan bentuk kekecewaan kadernya.

Baca juga: Caleg Terpilih Harus Mundur Bila Maju Pilkada, Ini Respon Bacalon Kepala Daerah di Banjarbaru

Baca juga: Mantap Maju sebagai Bakal Calon Wakil Gubernur Kalsel, Hasnur Mengaku Jalankan Tugas DPP

Kata Djarot, kekecewaan itu ditengarai adanya praktik demokrasi liberal money politic yang hampir terjadi di semua wilayah selama Pemilu.

"Ini sebetulnya bentuk kejengkelan, bentuk keputusasaan, bentuk keprihatinan dan kegeraman yang mendalam," kata Djarot di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Djarot berujar, politik uang sangat masif terjadi.

Bahkan, politik uang juga terjadi di tempat pemungutan suara (TPS).

"Tidak ada lagi istilah serangan fajar boleh, subuh boleh, zuhur boleh, ashar boleh, magrib boleh, bebas, tengah malam boleh dan ada beberapa tempat itu terang-terangan di dekat TPS, tapi dibiarin saja," paparnya.

Menurutnya, politik uang juga terjadi selama gelaran Pilpres 2024 lalu.

Djarot menegaskan, Hugua hanya ingin meluapkan kekecewaan terkait penyelenggaran Pemilu yang penuh politik uang.

"Jadi ungkapan kekecewaan, kejengkelan diungkapkan dengan cara seperti itu yang tentu saja kita tolak. Ini sebagai warning supaya Pilkada tidak lagi diwarnai seperti ini meskipun rasanya sulit," jelasnya.

"Jangan sampai jika terjadi money politic, biaya elektoral tinggi akan ditanggung dibiayai pemodal, oligarki, pemilik tambang, pemilik kebun, para kontraktor," tandasnya.

Pernyataan senada diungkap Juru Bicara (Jubir) MPDIP, Chico Hakim.

Ia menegaskan, pernyataan Hugua hanya sekedar sarkasme terhadap KPU.

"Yang bersangkutan menyampaikan pernyataan tersebut tidak lebih mengarah ke sarkasme," kata Chico, Rabu.

Chico berujar, Hugua seolah sudah muak dengan maraknya politik uang selama gelaran Pemilu 2024.

Terlebih, menurutnya, tidak ada penindakan dari pihak penyelenggara Pemilu dan aparat terkait politik uang yang marak terjadi.

"Praktik sogok menyogok yang begitu lazim terjadi di negeri ini sudah pada taraf yang memprihatinkan, dari mulai membeli suara rakyat hingga membeli predikat WTP dari oknum BPK," ucapnya.

* Kader PDIP Minta Politik Uang Dilegalkan

Sebelumnya, Hugua mengusulkan KPU melegalkan politik uang dalam batasan tertentu selama Pemilu.

Menurut Hugua, politik uang adalah suatu keniscayaan. Pasalnya, ia menilai anggota DPR bisa saja tidak terpilih tanpa politik uang.

"Tidak kah kita pikir money politic dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu?," ujar Hugua di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu lalu.

Karena itu, Hugua meminta KPU melegalkan politik uang dengan batasan tertentu.

Ia berujar, kontestasi seperti itu akan berdampak bagi yang tidak memiliki uang.

"Jadi kalau PKPU ini istilah money politic dengan cost politic ini coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa," ucap Hugua.

"Sehingga Bawaslu juga tahu kalau money politic batas ini harus disemprit, sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan pemenang ke depan adalah para saudagar."

"Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalkan maksimum Rp 20.000 atau Rp 50.000 atau Rp 1.000.000 atau Rp 5.000.000," tandasnya.

Berita ini sudah tayang di Tribunnews

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved