Berita Regioal

Pakai Dokumen Prestasi Palsu, 911 Calon Siswa yang Ikut PPDB Dianulir, Adakah dari Kalsel?

Ombudsman RI menemukan berbagai bentuk kecurangan baru dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di 10 provinsi. Ada Kalsel?

|
Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID/MUHAMMAD RAHMADI/dok
ILUSTRASI - Pelayanan dari panitia PPDB 2023 kepada orangtua atau wali calon siswa baru di SMAN 2 Banjarbaru, Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin (3/7/2023). 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Ombudsman RI menemukan berbagai bentuk kecurangan baru dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di 10 provinsi.

Kecurangan itu mulai dari pemalsuan Kartu Keluarga (KK) hingga adanya diskriminasi.

Hal tersebut disampaikan Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais, Jumat (5/7/2024).

“Kalau ditanya apakah ada kecurangan di semua provinsi? Jawabnya ada. Tapi di 10 provinsi ini cukup menonjol. Sedang di provinsi lain masalah klasik,” ucap Indraza dalam jumpa pers di kantornya di Setiabudi, Jakarta Selatan.

Adakah dari Kalimantan Selatan (Kalsel)?

Sepuluh provinsi itu yakni Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara.

Ia kemudian memaparkan sejumlah temuan. Salah satunya di jalur prestasi di Palembang, Sumatera Selatan.

“Banyak yang menggunakan dokumen prestasi aspal, asli tapi palsu. Di mana sertifikat-sertifikat itu dikeluarkan oleh dinas maupun induk olahraga. Padahal tidak ada prestasinya, tidak pernah ada perlombaannya,” ucapnya.

Imbas temuan tersebut, menurut Indraza, sebanyak 911 siswa dianulir.

Terdapat juga manipulasi dokumen di jalur zonasi seperti yang terjadi pada tahun lalu.

Dia mengatakan masih banyak yang menitip anak di kartu keluarga (KK) dengan status famili lain.

Ada pula yang memalsukan KK demi masuk sekolah pilihan. Temuan itu didapati Ombudsman di Yogyakarta.

Di Maluku Utara, Ombudsman menemukan penambahan rombongan belajar dengan mengalihfungsikan ruang laboratorium. Dia menyebut hal itu mengakibatkan sekolah memakai laboratorium sebagai ruang kelas.

“Padahal, sebenarnya sudah dijelaskan dalam Keputusan Sekjen Kemendikbud Ristek bahwa penambahan rombel (rombongan belajar) itu hanya boleh dalam kondisi khusus. Misalnya, sudah tidak ada lagi sekolah di daerah tersebut,” ucap Indraza.

Atas berbagai temuan itu, Ombudsman RI akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena ada dugaan gratifikasi. Indriza mengatakan temuan itu tak terlepas dari hasil survei KPK.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved