Tajuk
Pelajaran dari Penembakan Trump
Ini kata Calon Presiden Amerika Serikat, Donald Trump usai dirinya mengalami insiden penembakan oleh seseorang saat kampanye presiden
BANJARMASINPOST.CO.ID - TIDAK terlihat ada yang kurang dari Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, saat menuruni tangga pesawat pribadinya. Namun penjagaan terhadap Trump tampak lebih ketat dari biasanya.
Dia pun telah mengunggah pernyataan di akun media sosial miliknya. “Sungguh luar biasa tindakan seperti itu bisa terjadi di negara kita," kata Trump di Truth Social beberapa jam usai kejadian.
Trump menjadi korban penembakan saat kampanye di Kota Butler, Negara Bagian Pennsylvania, Sabtu (13/7) waktu setempat. Telinga mantan presiden tersebut tampak berdarah. Namun di tengah aksi penyelamatan oleh para pengawal, dia masih sempat mengepalkan tangan.
Penembaknya telah teridentifikasi. Namanya Thomas Matthew Crooks. Dia bahkan tewas ditembak petugas keamanan di tempat kejadian.
Pelajaran apa yang kita dapat dari kejadian ini? Ternyata pemilihan umum di negeri adidaya, yang sering mengaku sebagai negara demokrasi terbesar di dunia, lebih barbar. Tidak kali ini saja penembakan terhadap tokoh sekelas presiden terjadi di AS.
Theodore Roosevelt pernah ditembak saat berkampanye pada 1912. Franklin D. Roosevelt pada 1933. Harry Truman ditembak saat berada di seberang Gedung Putih pada 1950. Gerald Ford menghadapi dua kali percobaan pembunuhan pada 1975. Ronald Reagan mengalami penembakan pada 1981.
Bahkan ada beberapa presiden AS yang tewas akibat penembakan. Mereka adalah Abraham Lincoln pada 1865, James A. Garfield pada 1881, William McKinley pada 1901 dan John F. Kennedy pada 1963.
Indonesia juga sedang menggelar pemilu.
Persaingan dan perdebatannya tidak kalah panas. Namun demikian rakyat Indonesia tetap berkepala dingin. Ini harus terus dijaga menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak, yang juga berlangsung di Kalimantan Selatan.
Harus diingat, AS bukanlah kiblat yang baik bagi demokrasi. Negara Paman Sam, yang mengagung-agungkan kesetaraan gender, bahkan tak pernah mau dipimpin perempuan. Beda dengan sejumlah negara di Asia. Di Indonesia ada Megawati Soekarnoputri, di Pakistan ada Benazir Bhutto dan di Filipina ada Cory Aquino.
Pelajaran lain yang bisa diambil dari penembakan Trump adalah tidak ada media massa setempat yang menyebut pelaku sebagai teroris. Andai saja pelakunya kulit berwarna, berjenggot, punya nama dari Timur Tengah, tentu cap teroris akan langsung disematkan. Agama Islam pun diseret-seret.
Sebagai rakyat Indonesia, kita harus memahami hal-hal seperti ini. Semoga pemimpin yang kita pilih juga paham mengenai hal ini. Dengan demikian negeri ini bisa memilih secara tepat dengan siapa berkawan dalam percaturan dunia. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.