Berita Tapin

Dilema Saat Harga Padi Turun di Musim Panen, Ini Yang Dilakukan Petani Tapin

Hampir setiap tahun, memasuki musim panen, masyarakat petani di Kabupaten Tapin mengeluhkan harga jual padi kering yang turun dan tidak bersahabat.

Penulis: Muhammad Tabri | Editor: Kamardi Fatih
banjarmasin post
Seorang petani Desa Serawi, Kecamatan Candi Laras Selatan, Tapin, Usup, menjemur padi di tanah lapang usai dipanen, beberapa waktu sebelumnya. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, RANTAU - Hampir setiap tahun, memasuki musim panen, masyarakat petani di Kabupaten Tapin mengeluhkan harga jual padi kering yang turun dan tidak bersahabat.

Kondisi ini menjadi dilema yang harus dihapuskan. Saat modal tidak ada untuk keperluan sehari-hari atau kembali mengolah lahan, padi pun terpaksa dijual dengan harga rendah ke tengkulak.

Padahal, sepanjang tahun merawat, hasil panen adalah satu-satunya tumpuan harapan yang bisa dijadikan sandaran sebagai penopang ke tahun berikutnya.

Dikatakan Jalil, petani di Desa Sungai Rutas, Kecamatan Candi Laras Selatan, kebanyakan petani yang bertanam dengan modal berhutang biasanya terpaksa menjual padi yang baru dipanen meskipun harga sangat murah.

Keterpaksaan itu tidak bisa dihindari karena sudah memiliki janji dengan yang memberi hutang, sedangkan modal untuk menahan padi kering lebih lama tidak ada.

"Baru-baru musim panen Mei 2024 tadi, untuk jenis Siam yang banyak diminati sempat menyentuh harga Rp 5.800 di kalangan pembelantik (Pengumpul, Red)," ujar Jalil.

Meski berangsur baik, harga ini sangat di bawah kewajaran, karena jika dijual hampir tidak ada untung dibandingkan biaya operasional perawatan.

Serupa dengan Jalil, Usup, warga Desa Serawi, Kecamatan Tapin Tengah juga mengaku sulit diterima saat harga padi Siam Kupang yang hanya dihargai Rp 6.000 per kilogram.

Menurutnya, masyarakat petani akan merasa leluasa melepas jika harga berkisar Rp 8.0000 hingga Rp 10.000 per kilogram. Namun, paling tidak menahan empat hingga lima bulan lebih.

"Saat padi menguning siap panen, petani biasa mulai terdesak. Karena upah memanen dengan mesin sudah Rp 35.0000 per karung dan Rp 10.000 untuk angkut ke rumah," katanya.

Dia pun berharap ada solusi jangka panjang untuk bisa menjaga kestabilan harga padi, agar petani lapang bertaman dan tidak risau saat musim panen. Dengan garansi harga jual bersahabat dan pasti.

Usup pun mengaku, ada yang janggal. Saat tidak musim panen harga beras di pasaran tinggi, namun saat musim panen tidak juga kunjung ada penurunan harga, sehingga bertolak belakang dengan yang ada di benak petani.

Sementara, mengutip data yang dipegang Dinas Pertanian Tapin, untuk 2024 setidaknya ada 38.220 hektare sasaran tanam dan terealisasi 30.844 hektare.
Adapun sasaran panen sekitar 37.477 hektare dengan produktivitas 5,345 ton per hektare dari sasaran 192.070 ton keseluruhan.

Angka ini dinilai surplus bagi kebutuhan masyarakat Tapin, sehingga ada peluang untuk bisa mengolah atau mengirimkan ke daerah lain.

Angka ini juga memungkinkan bisa bertambah jika pengoperasian aliran irigasi dari Bendungan Linuh dan Bendungan Tapin jika sudah direalisasi maksimal.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Medium

    Large

    Larger

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved