Pilkada 2024

Penyalahgunaan Formulir C6 Salah Satu yang Digugat Tim Ridwan Kamil-Suswono, Sebut Pelanggaran Masif

Kubu pasangan calon (paslon) Ridwan Kamil-Suswono, saat ini tengah menyiapkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kepada MK.

Editor: Mariana
Tribunnews
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil dan Suswono. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Kubu pasangan calon (paslon) Ridwan Kamil-Suswono, saat ini tengah menyiapkan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) kepada Mahkamah Konstitusi (MK)

Sebagaimana diungkap Sekretaris Tim Pemenangan pasangan RIDO, Basri Baco memastikan bahwa pihaknya bersama Tim Hukum akan mengambil langkah-langkah untuk memperkarakan hasil Pilkada Jakarta 2024.

Baco menyebut ada beberapa soal yang akan digugat ke MK bukan hanya karena penyelenggara pilkada yang tidak profesional, tapi juga maraknya dugaan kecurangan dan pelanggaran diabaikan. 

Menurut Baco, KPU Jakarta dan jajarannya tidak mampu menghadirkan pilkada yang diharapkan oleh masyarakat Jakarta. 

Sehingga bukan hanya muncul berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran, partisipasi pemilih dalam pilkada Jakarta kali ini menjadi yang paling rendah sepanjang sejarah. Dari delapan juta lebih Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Jakarta hanya setengahnya saja yang menggunakan hak suara. 

Baca juga: Update Harga Emas Batangan 8 Desember 2024 Terkoreksi: Antam dan UBS Turun Tipis, Berikut Rinciannya

Baca juga: Perlakuan Kasar dan Ganggu sang Adik, Ibu di Bogor Bawa Putranya ke Kantor Polisi, Minta Dinasihati

”DPT kita ada delapan juta, yang datang ke TPS empat juta. Kalau diberlakukan 50 persen plus satu suara, maka yang memilih pemenang dua juta. Dua juta dari delapan juta itu artinya serempat atau 25 persen. Sehingga ada tiga perempat atau 75 persen tidak memilih gubernur tersebut. Ini yang saya maksud legitimasi pemenang pilkada Jakarta sangat rendah. Bagaimana dia mau menjalankan pembangunan Jakarta kalau yang mendukung dia hanya 25 persen,” kata Baco, Minggu (8/12/2024).

Dia menyebut, kondisi itu semakin buruk lantaran muncul berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran selama penyelenggaraan pilkada. 

Namun, dugaan kecurangan dan pelanggaran tersebut tidak direspons secara cepat, cermat, dan serius oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Termasuk kecurangan yang sudah terang benderang terjadi di TPS 028 Kelurahan Pinang Ranti. 

Di TPS itu ada beberapa soal, misalnya surat suara sudah tercoblos. Sampai saat ini, belum muncul rekomendasi PSU dari Bawaslu. 

”Kejadian di TPS 028 Pinang Ranti, kami akan melaporkan Bawaslu Jakarta Timur dan mungkin Bawaslu Jakarta ke DKPP karena sampai saat ini belum juga mengeluarkan rekomendasi untuk PSU di TPS 028 Pinang Ranti tersebut. Padahal nyata sekali pelanggarannya dan KPPS-nya sudah dipecat dan diberhentikan. Bahkan proses pidananya sedang berjalan di kepolisian,” beber dia. 

Politisi Partai Golkar itu juga melihat dugaan kecurangan dan pelanggaran seperti C6 atau Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara yang tidak terdistribusi kepada seluruh pemilik hak suara. 

Kondisi itu, lanjut Baco, terjadi sangat masif di seluruh TPS. Menurut dia, itu juga yang menjadi salah satu penyebab rendahnya partisipasi pemilih di pilkada Jakarta tahun ini.

Tidak hanya itu, Baco menyampaikan bahwa ada banyak orang datang ke TPS membawa C6 namun tidak diverifikasi ulang menggunakan KTP. Mereka boleh langsung mencoblos. Di saat bersamaan banyak C6 dipegang oleh KPPS dan tidak disampaikan ke masyarakat. 

Untuk itu, pihaknya menduga C6 itu disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk mencoblos. Sebab, mereka tidak diverifikasi dengan menunjukkan KTP. 

”Ada juga kasus yang kami temukan daftar absen KPPS di situ ada warga yang merasa tidak mencoblos karena tidak mendapat undangan, ternyata absen di data ikut mencoblos,” katanya. 

Berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran itu mendorong Tim Pemenangan dan Tim Hukum RIDO menggunakan hak mereka untuk menyiapkan gugatan kepada MK. 

Secara tegas Baco menyatakan, pihaknya bukan tidak bisa menerima hasil pilkada, tapi diamnya penyelenggara pilkada di Jakarta atas berbagai dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi, sehingga mereka harus membuktikan itu lewat MK. 

”Bahwa upaya menyiapkan gugatan ke MK itu adalah hak atau upaya hukum dan dibenarkan oleh hukum, bukan berarti kami tidak terima kekalahan. Tetapi, ini hak yang diberikan negara kepada peserta pilkada untuk melakukan upaya hukum, untuk membuktikan beberapa kecurangan-kecurangan pada pelaksanaan pilkada yang menurut kami tidak profesional, yang ujungnya membuat partisipasi rendah dan merugikan rakyat Jakarta,” jelasnya.

Tanggapan Kubu Pramono-Rano

Kubu pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung - Rano Karno menanggapi terkait surat undangan atau formulir C6 dalam pemungutan suara Pilgub DKI Jakarta yang dipersoalkan kubu paslon nomor urut 1 Ridwan Kamil - Suswono.

Bendahara Tim Pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung - Rano Karno,  Charles Honoris menegaskan C6 bersifat pemberitahuan.

Tidak mendapatkan C6, lanjut dia, bukan berarti calon pemilih kehilangan haknya untuk memilih.

Calon pemilih, ungkapnya, tetap bisa datang ke TPS dengan membawa KTP.

Asalkan yang bersangkutan terdaftar di TPS tersebut, lanjutnya, maka yang bersangkutan tetap bisa memilih.

Bahkan, kata dia, warga yang tidak terdaftar pun bisa datang ke TPS sebagai pemilih tambahan dan memberikan hak pilihnya pada pukul 12.00 sampai jam 13.00. 

Hal itu disampaikannya saat konferensi pers di Sekretariat Tim Pemenangan Menteng Jakarta Pusat pada Selasa (3/12/2024).

"Artinya kalau dikatakan bahwa karena C6 tidak terdistribusi dengan baik, sehingga seolah-olah di Jakarta ini ada konspirasi besar, ada upaya manipulasi, ini adalah sesuatu yang mengada-ada," kata Charles.

"Karena sekali lagi tidak mendapatkan pemberitahuan, yaitu C6 bukan berarti bahwa hak untuk memilih dari calon pemilih itu akan hilang," sambung dia.

Ia mengatakan fenomena tidak terdistribusinya C6 kepada warga tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta melainkan juga di berbagai kota dan provinsi lainnya.

Selain itu, menurutnya endahnya partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 tidak hanya terjadi di Jakarta melainkan juga di daerah lain.

"Di berbagai kota, berbagai provinsi juga ternyata teman-teman RT RW juga banyak yang tidak bisa membagikan C6 kepada semua pemilih," ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved