Sengketa Pilkada Banjarbaru

Sidang Sengketa Pilkada Banjarbaru: Ahli Sebut KPU Hadapi Dilema Soal Surat Suara   

Ini kata saksi ahli pada sidang sengketa hasil Pemilihan Wali Kota Banjarbaru 2024, soal KPU Kota Banjarbaru tidak cetak suara ulang

|
Tangkapan Layar Youtube MK
BERI KETERANGAN - Khairul Fahmi, ahli dari pihak termohon (KPU Banjarbaru memaparkan pandangannya terkait fenomena Pilkada Kota Banjarbaru 2024, Jumat (7/2/2025). 

BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA – Sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Wali Kota Banjarbaru 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan perdebatan soal keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjarbaru yang tidak mencetak ulang surat suara usai mendiskualifikasi salah satu pasangan calon.

Dalam sidang yang digelar Jumat (7/2/2025), pasangan calon nomor urut 1, Lisa Halaby-Wartono, sebagai pihak terkait, menghadirkan Heru Widodo sebagai ahli.

Heru menjelaskan, diskualifikasi pasangan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah pada 31 Oktober 2024 memicu persoalan teknis dan anggaran bagi KPU Kota Banjarbaru.

"KPU menghadapi tantangan besar, mulai dari pencetakan ulang surat suara hingga pendistribusiannya yang memerlukan waktu lama. Bahkan, pencetakan ulang berpotensi melampaui hari pemungutan suara serentak nasional pada 27 November 2024," ujar Heru di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Baca juga: Sidang Perdana di MK: Pilkada Banjarbaru 2024 Dinilai Bukan Pemilihan, Tapi Langsung Penetapan

Baca juga: Hasil Sidang Sengketa Pilkada Banjarbaru, Hakim MK Nyatakan Perkara No 5 Lanjut, Ini Kata Tim Hanyar

Dalam dokumen jawaban yang disampaikan KPU Kota Banjarbaru, pengadaan surat suara awal menghabiskan Rp21 juta, penyortiran dan pelipatan Rp40 juta, serta pengepakan logistik Rp4,8 juta.

Alur distribusi surat suara pun cukup panjang, dengan pencetakan 13 hari, pengiriman 6 hari, dan penyortiran serta pengecekan logistik memakan waktu tambahan.

Ahli lainnya, Khairul Fahmi, menekankan waktu yang tersisa setelah diskualifikasi terlalu sempit untuk mencetak ulang surat suara yang hanya menampilkan satu pasangan calon.

Ia merujuk pada Pasal 54C UU Pilkada, yang menyebutkan pemilihan calon tunggal melawan kolom kosong hanya bisa dilakukan jika ada waktu cukup sebelum hari pemungutan suara.

Namun, pihak pemohon, Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus) Kalsel, Muhamad Arifin menilai keputusan KPU Kota Banjarbaru sebagai bentuk malpraktik pemilu.

Dalam sidang, pemohon menghadirkan Titi Anggraini sebagai ahli. Titi menegaskan, KPU tidak boleh menggunakan alasan biaya dan waktu untuk mengabaikan aturan.

"Pilwalkot Banjarbaru telah menghilangkan opsi kolom kosong bagi pemilih. Ini manipulasi aturan yang mengorbankan hak rakyat," tegas Titi.

Ahli lain, Bambang Eka Cahya Widodo, mengkritik keputusan KPU RI Nomor 1774 Tahun 2024 yang menetapkan suara pemilih yang mencoblos pasangan yang didiskualifikasi sebagai suara tidak sah.

Ia menilai KPU Kota Banjarbaru telah menempatkan keputusan administratif di atas hukum yang lebih tinggi, yakni Pasal 54C ayat (1) dan (3) UU Pilkada.

"KPU seharusnya mencari solusi lain, termasuk menunda pemilihan sesuai Pasal 431 UU Pemilu, seperti yang dilakukan di daerah-daerah yang terkena bencana," ujar Bambang.

(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved