BANJARMASINPOST.CO.ID - Serangan cacar monyet kini mulai melanda sejumlah negara.
Penyakit terbilang langka biasa disebut monkeypox memang tidak seganas Covid-19.
Monkeypox adalah infeksi langka yang disebabkan oleh poxvirus yang termasuk dalam famili dan genus yang sama dengan virus variola, yang menyebabkan cacar.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), awalnya infeksi menyebabkan gejala demam, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Baca juga: Pengakuan Mengejutkan Pembunuh Pria Bertato, Pelaku Sebut Disuruh Korban Agar Ilmunya Keluar
Baca juga: Wakil Wali Kota Banjarbaru Menghayati Nilai Perjuangan Brigjen TNI Hasan Basry
Setelah itu, ruam muncul di wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Akhirnya menimbulkan bercak-bercak perubahan warna, lecet, koreng dan benjolan di kulit.
Di Afrika, penyakit ini telah menjadi endemik, dengan infeksi fatal terjadi pada sekitar 10 peraen kasus, tapi sebagian besar kasus penyakitnya tetap ringan dan sembuh dalam waktu sekitar dua hingga empat minggu.
Secara historis, kasus cacar monyet di luar Afrika telah dikaitkan dengan perjalanan internasional atau impor hewan.
Hewan pengerat Afrika dan primata manusia dapat membawa virus.
Namun, sumber dari enam infeksi yang tidak terkait dengan perjalanan di Inggris masih menjadi misteri, dan belum diketahui secara pasti apakah kasus baru yang ditemukan di Spanyol dan Portugal terkait dengan infeksi di Inggris.
"Ini langka dan tidak biasa," kata Dr. Susan Hopkins, kepala penasihat medis untuk UKHSA seperti dikutip dari Live Science, Kamis (19/5/2022).
“UKHSA dengan cepat menyelidiki sumber infeksi ini, karena bukti menunjukkan bahwa mungkin ada penularan virus monkeypox di masyarakat, menyebar melalui kontak dekat,” lanjut dia.
Secara umum, virus cacar monyet tidak menyebar dengan mudah antar manusia, namun dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak dengan kulit yang rusak, saluran pernapasan atau selaput lendir mata, hidung atau mulut.
Sebagian besar penularan antar manusia diperkirakan terjadi melalui tetesan pernapasan, seperti tetesan ludah dan lendir yang mengandung partikel virus.
"Tetesan pernapasan umumnya tidak dapat melakukan perjalanan lebih dari beberapa kaki, sehingga kontak tatap muka yang lama diperlukan agar penularan terjadi,” tulis CDC.
Kendati begitu, orang juga dapat tertular virus dari benda yang terkontaminasi, terutama pakaian dan linen, atau bersentuhan dengan cairan tubuh yang terkontaminasi kulit yang rusak.
Baca juga: Terungkap Hingga 17 Mei 2022 Indonesia Telah Tolak Masuk 453 WNA, Ada Warga Singapura