Pencopotan Gelar Guru Besar

Beredar Daftar Profesor yang Dibatalkan Kemdiktisaintek, Alumni dan Wakil Rektor ULM Gelar Pertemuan

Sejumlah alumnus menggelar pertemuan informal di sebuah kafe Jalan Dahlia, Banjarmasin menyusul Kabar pencabutan gelar guru besar ULM

Editor: Hari Widodo
Banjarmasinpost.co.id/rifqi soelaiman
LOKASI PERTEMUAN ALUMNI ULM - Kafe di Jalan Dahlia Banjarmasin yang dijadikan tempat pertemuan para alumni, Rabu (1/10/2025). Soal pencabutan gelar guru besar jadi sorotan 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Kabar pencabutan gelar guru besar belasan dosen Universitas Lambung Mangkurat (ULM) terus bergulir. Di tengah simpang siur informasi, sejumlah alumnus menggelar pertemuan informal di sebuah kafe Jalan Dahlia, Banjarmasin, Rabu (1/10/2025) siang. 

Pertemuan juga dihadiri Wakil Rektor I Iwan Aflanie serta Profesor Udiansyah, salah satu guru besar di Fakultas Kehutanan.

Forum kecil tersebut berawal dari keresahan alumni terhadap kabar pencabutan gelar 17 guru besar. Terlebih belakangan beredar daftar mereka, yang disebut bagian dari Surat Keputusan (SK) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) bertanggal 10 Juli 2025.

Namun, alumni dan pihak rektorat yang hadir sepakat tidak mengeluarkan pernyataan mengenai isi pertemuan.

Meski begitu, Prof Udiansyah menegaskan pencabutan gelar guru besar seharusnya dilakukan melalui SK dari Kemdiktisaintek.

“Kalau ada pencabutan, ya harus dengan SK juga. Karena pemberian gelar itu dasarnya SK,” ucap mantan Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah XI Kalimantan itu, Rabu malam.

Mengenai daftar yang beredar, Prof Udiansyah menilai keabsahannya hanya bisa dipastikan oleh lembaga yang berwenang menerbitkannya.

Lebih jauh, ia mengingatkan dampak administratif jika pencabutan gelar itu benar. Permasalahan bisa muncul ketika guru besar yang berstatus dekan enggan menandatangani dokumen akademik mahasiswa seperti ijazah atau Surat Keterangan Lulus (SKL).

“Alumni bakal terlambat menerima ijazah, bahkan kehilangan kesempatan kerja,” ungkapnya.

Pria kelahiran Kotabaru pada 1960 itu juga menyinggung pentingnya sikap proaktif rektorat menyikapi polemik ini.

Menurutnya, universitas semestinya tidak membiarkan isu berkembang liar di luar, apalagi menunda klarifikasi.

“Kalau pimpinan tahu tapi bilang belum menerima, itu soal integritas. Kalau memang tidak tahu dan tidak ada usaha mencari tahu, berarti tidak punya kapasitas,” kritiknya.

Di sisi lain, ia menilai kasus ini tak hanya merugikan mahasiswa dan alumni, tapi juga mencoreng dosen ULM yang selama ini berprestasi.

“Kasihan para guru besar yang bekerja benar. Universitas harus hadir membantu mereka. Banyak dosen ULM berprestasi, skor Sinta kita tinggi di Kalimantan. Tapi karena tata kelola tidak transparan, jadinya ULM dipandang buruk,” jelasnya.

Rektor Prof Ahmad Alim Bachri saat dikonfirmasi, Rabu siang, mengaku belum mengetahui kebenaran SK tersebut.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved