Berita Tapin

SDN Rantau Kiwa 2 Tapin Utara Jadikan Menu MBG tak Termakan untuk Pakan Bebek dan Ayam

Program MBG di SDN Rantau Kiwa 2, Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin,  Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) diusahakan tidak

Penulis: Mukhtar Wahid | Editor: Edi Nugroho
(Banjarmasinpost.co.id/Muhammad Syaiful Riki)
KORBAN KERACUNAN- Ilustrasi: Kondisi di depan Rumah Sakit Ratu Zalecha dipadati keluarga siswa korban keracunan MGB. Akses masuk ke dalam rumah sakit dibatasi seiring bertambahnya jumlah pasien, Kamis (8/10/2025) sore. SDN Rantau Kiwa 2 Tapin Utara Jadikan Menu MBG tak Termakan untuk Pakan Bebek dan Ayam 

Ia menegaskan hasil pemeriksaan ini masih bersifat sementara, namun menjadi indikasi awal adanya unsur berbahaya dalam makanan yang dikonsumsi siswa.

Badan Gizi Nasional (BGN) menurunkan tim untuk menyelidiki kasus keracunan sekitar 130 siswa di Martapura Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
 
Ketua Tim Investigasi Independen BGN Karimah Muhammad menyatakan pihaknya tengah melakukan penyelidikan menyeluruh mengenai dugaan adanya zat berbahaya di instalasi  Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Tungkaran.

Penyelidikan ini dilakukan setelah muncul laporan mengenai temuan kandungan nitrat di menu yang disajikan.

 “Setelah melihat kondisi SPPG dan melakukan rapat internal tadi, kami harus mencari tahu penyebab kejadian kemarin. Buktinya ada pada kepala dinas kesehatan, dan malam ini kami akan memperoleh datanya. Setelah itu kami susun laporan resmi untuk dirilis ke media,” ujar Karimah usai mengecek SPPG Tungkaran, Sabtu (11/10/2025).

Karimah menyatakan pihaknya belum dapat memastikan penyebab keracunan sebelum hasil pemeriksaan laboratorium keluar.

 “Kami tidak boleh hanya berasumsi. Semua harus berbasis bukti. Kami harus tahu berapa angkanya, di sampel mana ditemukan, dan apakah angka tersebut benar-benar berbahaya. Sebab tidak semua zat berbahaya menjadi ancaman jika kadarnya masih di bawah batas aman,” tegas Karimah.

Mengenai penutupan sementara SPPG Tungkaran, Karimah menyebut keputusan tersebut tidak berada di tangan tim investigasi.

 “Kami hanya melaporkan hasil temuan di lapangan. Nanti, setelah laporan lengkap, baru bisa diketahui kesalahan dan tingkat pelanggarannya. Keputusan apakah SPPG ditutup atau dibuka kembali ada pada BGN atau instansi teknis lainnya,” jelasnya.

Dari pengamatan awal, Karimah menyampaikan masih ada syarat administratif dan teknis yang perlu dipenuhi pengelola SPPG.

 “Salah satunya adalah Surat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). Itu wajib bagi semua SPPG, baik baru maupun yang sudah beroperasi,” ujarnya.

Sementara ini tim investigasi juga belum melakukan pemeriksaan langsung terhadap korban dan hasil uji laboratorium. (lis/tar)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved