Berita Viral

Tak Terima Dipukul Sapu, Anak Laporkan Ibunya ke Polisi, Berawal dari Menolak Bereskan Tempat Tidur

Anak melaporkan ibunya ke polisi. Kali ini terjadi gara-gara tak terima dipukul sapu. Dia tak mau bereskan tempat tidur dan asyik bermain ponsel.

|
Editor: Murhan
Dok Humas Polres Malang
ANAK LAPORKAN IBU - Anak yang lapor polisi karena dipukul ibunya di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Sabtu (1/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Lagi-lagi peristiwa anak melaporkan ibunya ke polisi
  • Kali ini, anak melapor ke polisi karena tak terima dipukul pakai sapu
  • Ternyata, sang ibu memukul karena anaknya tak mau membereskan tempat tidur

BANJARMASINPOST.CO.ID - Lagi-lagi kejadian anak melaporkan ibunya ke polisi. Kali ini terjadi gara-gara tak terima dipukul sapu.

Ternyata, anak itu dipukul pakai sapu karena tak mau bereskan tempat tidur dan asyik bermain ponsel.

Diketahui, anak yang melaporkan ibunya ke polisi itu adalah TFS (17) warga Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

TFS melapor ke polisi karena dipukul ibu kandungnya sendiri, S (45).

Kasihumas Polres Malang AKP Bambang Subinajar mengatakan TFS membuat laporan ke polisi melalui layanan darurat 110, Sabtu (1/11/2025).

Mendapat laporan itu, jajaran Polsek Tumpang pun mendatangi kediaman TFS.

Dari hasil pemeriksaan anggota polisi, ternyata pukulan ibunya itu bukan bermaksud melakukan penganiayaan.

Baca juga: Fakta Sosok Raja Solo Pakubuwono XIII yang Meninggal Dunia Hari Ini: Profil Hingga Riwayat Penyakit

Sang ibu memukulnya karena TFS bandel.

Ia enggan membereskan tempat tidur dan justru asyik bermain ponsel.

“Setelah dilakukan klarifikasi, ternyata peristiwa tersebut merupakan kesalahpahaman antara anak dan orang tua,” ungkapnya melalui pesan singkat, Sabtu, melansir dari Kompas.com.

Bambang menyampaikan, peristiwa itu bermula saat ibu meminta anaknya melipat selimut dan merapikan sprei tempat tidur.

Namun, permintaan itu tidak segera dilakukan karena sang anak sibuk dengan ponselnya.

“Merasa kesal, sang ibu memukul anaknya tiga kali menggunakan sapu hingga menimbulkan memar ringan di bagian tangan dan paha,” bebernya.

Usai kejadian itu, S pergi ke kebun untuk bekerja.

Tak disangka, anaknya melapor ke layanan 110.

Atas peristiwa itu, polisi datang mengklarifikasi S dan TFS, sekaligus memediasi keduanya di balai desa setempat.

“Akhirnya, Keduanya saling memaafkan dan disepakati penyelesaian secara kekeluargaan dengan surat pernyataan bersama. Tidak lupa kami juga menasehati TFS agar selalu disiplin,” pungkasnya.

Sebelumnya beberapa waktu lalu, seorang anak polisikan ayah kandungnya.

Siswa SMA swasta di Sidoarjo, Jawa Timur kelas XII itu bernama IV (16).

Selama 10 tahun sang ayah yang bekerja di Magelang, Jawa Tengah, ia tidak pernah diberi nafkah.

Ini membuat IV setiap hari harus  menggoreng adonan kue untuk dijual di sekolah agar memiliki uang saku.

IV yang tinggal bersama ibu inisiatif membantu meringankan beban karena merasa terlalu banyak menanggung seluruh biaya sekolahnya.

"Minta uang saja ke ayah selalu dimarahi, bahkan nomor teleponku diblokir,"  ujarnya.

Puncaknya kekecewaan terhadap ayahnya terjadi Desember 2024 lalu saat ponselnya rusak.

IV meminta Rp 500 ribu ke ayahnya untuk biaya servis.

Sempat dijanjikan akan diberi awal tahun 2025 namun janji itu tak ditepati.

Bahkan akun WhatsApp IV diblokir.

"Aku dibilang anak yang bisanya minta uang,"  katanya.

Keputusan melaporkan ayahnya ke Polda Jatim atas tuduhan penelantaran anak bukan pilihan mudah.

Namun bagi IV, ini adalah satu-satunya jalan untuk memperjuangkan haknya. 

Sebab tiap kali meminta nafkah yang merupakan haknya sebagai anak tidak jarang mendapat komentar bernada tidak mengenakkan dari keluarga ayahnya.

"Padahal aku gak minta nafkah banyak, cuma minta bentuk apa yang jadi kebutuhan.

Saya sakit hati belum tentu tentu tiap bulan dapat Rp 100 ribu, tapi tiap kali minta uang WhatsApp diblokir. Ayah itu gak pernah kasih nafkah sejak 2015, makanya aku akan melaporkan ayah," ujarnya.
Johan Widjaja, pengacarannya mengaku, kliennya membuat laporan ini karena sudah terlalu jengkel dengan sikap ayah.

Kliennya merasa tak punya pilihan lain selain melaporkan ke polisi.

Dia berharap dari laporan tersebut di IV bisa mendapat haknya sebagai anak.

"Penelantaran anak itu bisa masuk ranah pidana. Itu diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," tandas Johan Widjaja.

Tak Mungkin Balas Kebaikan Orangtua

Membalas kebaikan orang tua adalah tugas yang tidak pernah bisa sepenuhnya kita lunasi.

Kasih sayang dan pengorbanan mereka, terutama ibu, tak terukur dengan apapun.

Mereka merawat, membimbing, dan mendampingi kita sejak lahir dengan harapan kita tumbuh menjadi orang yang baik.

Sebagai anak, kewajiban kita bukanlah sekadar membalas, tetapi terus menjaga, merawat, dan menghormati mereka dengan cinta dan rasa syukur.

Ustadz Adi Hidayat dari capture Youtube, Senin (3/3/2025).
Ustadz Adi Hidayat dari capture Youtube, Senin (3/3/2025). (Youtube Adi Hidayat Official)

Dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube @dailyqueen20, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyampaikan pesan menyentuh hati mengenai hubungan anak dengan orang tua, khususnya ibu.

UAH menegaskan bahwa tidak ada perbuatan anak yang mampu membalas perjuangan seorang ibu yang telah merawat anaknya hingga dewasa.

"Ibu merawat anak agar hidup, sedangkan anak merawat orang tua hanya untuk mengantarkan pada kematian," ujar UAH dalam video tersebut.

UAH menjelaskan bahwa seorang ibu merawat anaknya dengan tujuan agar anak itu bisa tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang baik.

"Tidak ada yang bisa membalas kasih sayang ibu," kata UAH.

Dia juga menekankan bahwa pengorbanan ibu tidak hanya meliputi fisik, tetapi juga emosional, di mana seorang ibu rela menahan lelah, sakit, bahkan kesulitan untuk memastikan anaknya mendapatkan yang terbaik.

(Banjarmasinpost.co.id/TribunJatim.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved