Viral Regional

Murid SD Takut ke Sekolah Setelah Teman Mereka Tewas Akibat Dipukul Guru Pakai Batu

Murid SD Inpres One takut bersekolah setelah satu teman mereka meninggal dunia akibat dipukul guru olahraga pakai batu

|
dok polres tts
DIAMANKAN - Polres Timor Tengah Selatan (TTS) mengamankan Yafet Nokas, guru olah raga SD Inpres One yang sebabkan satu murid sekolah itu meninggalkan dunia. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Dunia pendidikan di Indonesia kembali jadi sorotan. Sebuah peristiwa tragis di Kecamatan Santian, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur, menimbulkan keprihatinan berbagai kalangan. 

Seorang murid SD Inpres One bernama Rafi To (10) meninggal dunia diduga akibat penganiayaan oleh guru penjaskes, Yafet Nokas (51). 

Yang mencengangkan, perlakuan buruk tersebut juga dialami murid lainnya. Hal ini terungkap dari pengakuan Yusmina Toh (42), warga Desa Poli lainnya.

Dia adalah ibu dari satu murid lain yang juga jadi korban pemukulan oleh guru yang sama. 
Tapi anaknya tidak sampai meninggal dunia.

“Sejak kejadian itu, anak-anak kami tidak mau lagi ke sekolah. Kami paksa pun mereka tidak mau,” ucap Yusmina saat diwawancarai Pos Kupang, pada Rabu (15/10/2025). 

“Mereka selalu bilang, mama terlalu paksa kami, tapi mama tidak tahu apa yang kami alami di sekolah,” tutur Yusmina menirukan ucapan anaknya.

Dengan dengan nada sedih Yusmina mengungkapkan, peristiwa itu meninggalkan ketakutan besar bagi anak-anak di lingkungan mereka.

Tidak hanya keluarga korban yang berduka, sejumlah orangtua murid lain turut merasakan trauma mendalam. 

Pasalnya, menurut Yusmina, pemukulan yang dilakukan guru penjaskes itu tidak hanya menimpa Rafi To, tapi juga sembilan murid lainnya, termasuk anak di. 

Yusmina menceritakan, kekerasan di sekolah itu sudah sering terjadi dan anak-anak kerap menunjukkan bekas luka kepada orangtua mereka.

“Mereka sering datang cerita, bahkan kasih tunjuk tanda-tanda bekas pukulan di betis. Ada bekas kena kayu, ada yang benjol di kepala,” beber dia. 

“Tapi kami sebagai orangtua biasanya cuma diam saja. Karena kejadian itu di jam sekolah. Kami takut kalau lapor nanti malah kami yang dapat masalah,” ujar Yusmina.

Sampai akhirnya kejadian pada Jumat, 26 September 2025 itu jadi puncak dari ketakutan anak-anak. 

Saat itu, anak Yusmina tiba di rumah dalam keadaan menangis keras.

“Dia pulang sambil menangis. Dia bilang Mama kami kena pukul, sambil tunjuk kepala. Waktu saya lihat, memang ada benjolan. Saya langsung suruh dia tukar pakaian, lalu saya kasih obat amoksilin dan kompres dengan air panas dari termos,” cerita Yusmina.

Dia menambahkan, sang suami yang sedang merantau di Makassar juga mengetahui peristiwa tersebut. 

“Saya sempat telepon bapaknya, tapi bapaknya bilang tidak usah buat apa-apa karena takut nanti saya dapat masalah. Tapi saya bilang, ini anak kecil, kenapa dipukul pakai batu, sampai benjol begitu, kasihan sekali,” tutur Yusmina.

Sejak kejadian itu, hampir semua anak di sekitar lingkungan tempat tinggal Rafi enggan kembali ke sekolah. Trauma dan ketakutan begitu kuat melekat di benak anak-anak.

“Sekarang bukan cuma 10 anak korban itu yang tidak mau ke sekolah, tapi hampir semua anak di ingkungan kami juga sudah takut. Mereka lihat sendiri Rafi sampai meninggal, jadi mereka takut. Kami sebagai orangtua bingung harus bagaimana,” tanya Yusmina.

Dia pun berharap agar pemerintah daerah dan pihak sekolah segera turun tangan menangani kondisi anak-anak serta memastikan proses hukum terhadap pelaku berjalan adil.

Ayub To, tetangga sekaligus om dari almarhum Rafi To, juga menyampaikan keprihatinannya terhadap tindakan guru penjaskes tersebut. 

Dia meminta agar kepolisian menindaklanjuti kasus itu secara serius dan memastikan keadilan bagi para korban.

“Kami minta Kepolisian Resor TTS benar-benar usut tuntas kasus ini. Jangan sampai dibiarkan. Kalau tidak, nanti guru-guru lain juga bisa berbuat hal yang sama. Kasus seperti ini tidak boleh terulang,” ucap Ayub.

Menurut Ayub, peristiwa itu telah menimbulkan efek sosial yang luas di lingkungan sekitar. Anak-anak takut datang ke sekolah, sementara para orang tua diliputi rasa khawatir dan tidak tahu harus berbuat apa.

“Kami kasihan lihat anak-anak. Mereka seharusnya belajar, tapi sekarang malah takut pergi ke sekolah. Ini bukan hanya soal kekerasan, tapi sudah menghancurkan semangat mereka untuk belajar,” ujarnya.

Pantauan Pos Kupang di lapangan, suasana di sekitar lingkungan itu masih diliputi kesedihan dan kecemasan. Para orang tua terlihat cemas setiap kali membahas soal kejadian tersebut.

Cerita duka tentang kekerasan di sekolah itu kini menjadi pembicaraan utama warga. Mereka berharap keadilan bisa ditegakkan dan keamanan di lingkungan sekolah kembali terjamin. 

Sementara itu, Polres TTS telah menangani kasus ini. Mereka mengamankan  guru penjaskes, Yafet Nokas. 

Kapolres TTS, AKBP Hendra Dorizen, menuturkan, Rafi To  meninggal dunia setelah diduga dianiaya guru olahraganya, Yafet Nokas . Pelaku memukul korban menggunakan batu.

"Korban meninggal pada Kamis 2 Oktober sekitar pukul 18.00 Wita," sebut kapolres.

AKPB Hendra mengatakan insiden itu  terjadi pada Jumat (26/9/2025) di  halaman SD Inpres One. 

Saat itu, Yafet memanggil Rafi dan sembilan temannya karena tidak mengikuti upacara gladi serta tidak masuk sekolah minggu.

Setelah mengumpulkan mereka, Yafet mengambil batu dan memukul Rafi bersama delapan temannya di bagian kepala sebanyak empat kali.

Korban mengeluh sakit di kepala dan pulang ke rumah. Keesokan harinya, Rafi tidak masuk sekolah karena demam tinggi. 

Dia pun akhirnya mengembuskan napas terakhir enam hari berselang. (Pos-Kupang.com)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved