Berita Nasional
Mengenal Ragil, Guru Fisika yang Jadi Edukreator
Lewat gaya tutur yang sederhana, Ragil berhasil mengubah cara banyak orang melihat pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
BANJARMASINPOST.CO.ID - Di media sosial, dirinya dikenal dengan nama Kang Guru IPA. Itulah Ragil, seorang guru sains. Ragil memanfaatkan platform digital untuk membuat sains terasa dekat, ringan dan menyenangkan.
Lewat gaya tutur yang sederhana, Ragil berhasil mengubah cara banyak orang melihat pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dari yang sulit dan membingungkan menjadi asyik dan bisa dipahami siapa saja.
Saat ditemui di sela acara Unpar STEM Day, Selasa (4/11), Ragil menceritakan awal mula menjadi konten kreator. Ketika itu pandemi Covid-19 dan ia mengajar secara online.
“Saya punya waktu lebih buat mengembangkan hobi desain. Dari situ merembet ke videografi dan akhirnya jadi bikin konten edukasi. Karena saya guru, ya akhirnya saya ambil branding sebagai educreator,” kata Ragil
Sebagai lulusan pendidikan keguruan, Ragil memahami pentingnya pendekatan pedagogis dalam mengajar. Prinsip itu pula yang ia terapkan dalam setiap kontennya. “Belajar itu harus dari hal yang sederhana dulu, yang bisa bikin penasaran dan excited. Prosesnya bertahap, mulai dari menghapal, menanyakan, memahami, lalu bisa menerapkan. Jadi bukan langsung yang rumit-rumit. Kalau dari yang sederhana saja udah menarik, nanti mereka akan tertarik terus sampai paham hal yang lebih kompleks,” tutur Ragil.
Baca juga: Warga Banjarmasin Kedapatan Bawa Narkotika di Banjarbaru, Sabu Disimpan dalam Kotak Rokok
Ini dipahaminya berdasarkan pengalaman mengajar sejak 2014. Awalnya ia mengajar fisika di SMA di Bandung, lalu pindah ke Jakarta pada 2016 dan kini mengajar di jenjang SMP. Walau begitu, semangatnya terhadap sains tidak pernah berubah.
Sebagai guru dan content creator, Ragil menyadari banyak orang menganggap STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) sebagai bidang yang rumit. Ia pun berusaha mengubah persepsi itu melalui cara mengajar dan konten yang lebih membangkitkan rasa ingin tahu. Hal ini karena sebagian siswa belajar karena tuntutan. Padahal kalau rasa ingin tahunya tumbuh, mereka akan belajar tanpa beban dan hasilnya jauh lebih melekat di kepala.
Bagi Ragil, mengajar generasi Alpha, generasi yang tumbuh di tengah dunia digital dan media sosial, juga membawa tantangan tersendiri. Salah satunya terletak pada bahasa dan cara berkomunikasi.
“Tantangannya di perbendaharaan bahasa. Anak-anak sekarang banyak pakai istilah yang saya sendiri kadang nggak ngerti,” ucapnya.
Ia menilai, untuk bisa mengajar dengan efektif, guru perlu memahami dulu cara berpikir dan berkomunikasi para siswa. Dengan begitu, pesan yang disampaikan sampaikan bisa menyambung dan lebih mudah diterima. (tribunjabar.id/putri puspita nilawati)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.