Berita Viral
Sudah Bayar Rp503 Juta, Sri Pilu Anaknya Gagal Masuk Polisi, Malah Gugur di Seleksi Tahap Awal
Bayar Rp503 juta, Ni Komang Sri Wahyuni Utami pilu anaknya gagal masuk polisi. Dia sudah gugur pada seleksi tahap pertama penerimaan anggota Polri
BANJARMASINPOST.CO.ID - Sudah bayar Rp503 juta, Ni Komang Sri Wahyuni Utami (48) pilu anaknya gagal masuk polisi.
Bahkan, anaknya sudah gugur pada seleksi tahap pertama penerimaan anggota Polri itu.
Dalam ceritanya, uang itu awalnya disetorkan korban agar anaknya bisa lolos menjadi anggota polisi Republik Indonesia (Polri).
Tergiur iming-iming jalan pintas itu, akhirnya korban setuju hingga menyetorkan uang tersebut secara dicicil.
Kasi Humas Polres Klungkung, Iptu I Dewa Nyoman Alit Purnawibawa mengatakan, korban telah membuat laporan ke Polres Klungkung, Sabtu (25/10/2025).
"Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh unit Reskrim,” ujar Dewa, Selasa (28/10/2025).
Baca juga: Turun dari Mobil Lalu Mengemis di Lampu Merah, Kakek Berbaju Lusuh Itu Bikin Publik Merasa Tertipu
Berdasarkan laporan korban, peristiwa bermula sekitar April 2023.
Saat itu, pelapor yang berprofesi sebagai pedagang di Terminal Galiran berkenalan dengan seorang pria berninisal Komang OI.
Dari pembicaraan keduanya, Komang OI mengaku mengenal seseorang yang bisa membantu meluluskan calon anggota Polri.
Korban kemudian diperkenalkan kepada seorang perempuan berinisial Kadek TKW.
Dalam pertemuan di sebuah warung makan di kawasan Lebih, Gianyar, Tuisna mengaku mampu meloloskan anak korban, I Kadek RB, menjadi anggota Polri dengan syarat menyediakan dana Rp 500 juta.
Merasa yakin dengan bujuk rayu dan jaminan pengembalian uang jika anaknya gagal, korban menyerahkan uang secara bertahap.
Pembayaran pertama sebesar Rp250 juta diserahkan tunai di rumah kontrakan Kadek TKW di Batubulan, Gianyar, pada 6 Mei 2023.
Pembayaran kedua dilakukan melalui transfer ke rekening atas nama Kadek TKW di Bank BPD Bali sebesar Rp250 juta pada 13 Juni 2023.
Tak hanya itu, korban juga sempat diminta menambah Rp3 juta untuk biaya transportasi pengiriman uang ke Jakarta.
Namun setelah seleksi penerimaan Polri berlangsung, anak korban dinyatakan tidak lulus pada tahap pemeriksaan kesehatan awal (Rikkes Awal).
Saat korban meminta pengembalian uang, namun Kadek TKW disebut terus menunda-nunda dan tak kunjung mengembalikannya.
“Atas kejadian ini, korban mengaku mengalami kerugian total sekitar Rp503 juta. Kami mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap oknum yang mengatasnamakan institusi Polri atau menjanjikan kelulusan dalam seleksi,” tegas Iptu Alit Purnawibawa.
Ia menambahkan, setiap proses penerimaan anggota Polri dilakukan secara transparan, objektif, dan tanpa biaya.
Polres Klungkung kini tengah menelusuri keberadaan terlapor serta mengumpulkan alat bukti untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Modus lain penipuan penerimaan Polri
Banyak modus penipu yang digunakan berkedok penerimaan Polri.
Di antaranya adalah modus mengatasnamakan Kapolri.
Seperti yang dialami oleh Dwi Putranto, yang apes berharap anaknya bisa jadi perwira polisi malah kena tipu Rp 2,6 miliar.
Anak Dwi Putranto berinisial F.
Dwi merupakan seorang wiraswasta asal Kabupaten Pekalongan.
Berharap anaknya bisa jadi perwira polisi, Dwi sampai nekat menempuh 'jalan pintas'.
Ternyata jalan pintas itu tak berbuah hasil.
Dia tak menyangka jalan pintas tersebut berujung kehilangan uang miliaran rupiah.
Dwi mengaku menjadi korban dugaan penipuan oleh empat orang yang menjanjikan bisa meloloskan anaknya masuk Akademi Kepolisian (Akpol) lewat jalur khusus.
Dua dari pelaku disebut merupakan anggota aktif Polres Pekalongan.
Total kerugian Dwi mencapai Rp2,6 miliar.
Uang sebanyak itu ia kumpulkan dari hasil tabungan, dan meminjam saudara yang saat itu kebetulan menjual dua mobil mewah Rubicon dan Mini Cooper.
“Uang itu hasil kerja keras saya. Demi anak, saya percaya. Tapi ternyata saya ditipu,” kata Dwi kepada tribunjateng.com, Rabu (22/10/2025).
Kasus ini bermula pada 9 Desember 2024, ketika Dwi menerima pesan WhatsApp dari Aipda F, anggota Polres Pekalongan.
Dalam pesan itu, F menawarkan bantuan untuk memasukkan anak Dwi ke Akpol lewat jalur khusus yang disebut-sebut sebagai “kuota Kapolri”.
“Katanya ini kuota khusus, tinggal bayar Rp3,5 miliar. Separuh dulu tanda jadi, sisanya setelah panpus (pantukhir pusat),” ujar Dwi.
Awalnya ia menolak, tapi bujukan terus berdatangan.
Beberapa hari kemudian, F datang ke rumah Dwi bersama Bripka A, anggota Polres Pekalongan, yang mengaku mantan anggota Densus dan adik leting F.
Keduanya meyakinkan Dwi bahwa mereka memiliki akses langsung ke seorang purnawirawan jenderal polisi bernama Babe, yang disebut-sebut bisa memastikan kelulusan taruna melalui jalur istimewa.
Mereka juga menyebut ada figur bernama Agung, yang dikatakan sebagai adik dari Kapolri, berperan mengatur kuota khusus tersebut.
“Katanya sebelumnya ada yang mau pakai kuotanya tapi ga jadi karena orangnya daftar tentara, jadinya ada satu kuota kosong,” tuturnya.
Untuk menunjukkan keseriusan, Dwi diminta menyerahkan uang muka Rp 500 juta tunai pada 21 Desember 2024 di sebuah cafe, Semarang.
Uang diserahkan langsung kepada F dan A.
Beberapa minggu kemudian, pada 8 Januari 2025, keduanya kembali meminta Rp1,5 miliar dengan alasan proses administrasi di Jakarta harus segera ditutup.
“Mereka mendesak. Katanya malam itu juga atau paling lambat besok pagi harus dibayar. Saya sampai pinjam ke saudara yang habis jual dua mobil,” ujar Dwi.
Uang Rp1,5 miliar itu diserahkan langsung kepada A di rumah Dwi.
Selang beberapa waktu, Dwi dipertemukan dengan dua sosok baru Agung dan Joko, yang diperkenalkan sebagai penghubung langsung ke Babe.
Menurut Dwi, Agung diperkenalkan sebagai adik dari Kapolri dan disebut sebagai pihak yang bisa “menyetujui” nama anaknya agar masuk daftar kuota khusus.
Sementara Joko disebut sebagai orang lapangan yang akan mengurus teknis di Jakarta dan Ancol.
Pertemuan Dwi dan Joko berlangsung di Kediri, Jawa Timur.
“Katanya nanti anak saya akan diurus langsung sama Babe lewat Joko. Jadi semua tahapannya tinggal jalan,” tutur Dwi.
Atas permintaan itu, Dwi melakukan empat kali transfer ke rekening atas nama Joko, dengan total Rp650 juta.
Ia juga sempat mengizinkan anaknya berangkat ke Jakarta karena dijanjikan akan menjalani pelatihan dan karantina sebelum seleksi lanjutan.
“Anak saya benar dibawa ke Jakarta. Katanya untuk persiapan dan diperkenalkan ke Babe. Tapi setelah itu tidak ada perkembangan apa pun,” ujarnya.
Kenyataan pahit datang setelah hasil seleksi tahap pertama diumumkan anaknya gagal di pemeriksaan kesehatan (rikes).
Dwi pun mencoba menagih janji pengembalian uang, tapi para pelaku justru saling melempar tanggung jawab.
“Mereka janji mau mengembalikan, tapi sampai sekarang tidak ada kabar. Semuanya diam,” kata Dwi.
Merasa ditipu, Dwi akhirnya melapor ke Polda Jawa Tengah pada Agustus 2025.
Laporan itu mencantumkan empat nama Aipda F, Bripka A, Agung, dan Joko.
Menurut Dwi, penyidik sudah menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan, dan dirinya sudah dimintai keterangan.
“Saya serahkan semua bukti transfer, percakapan WhatsApp, dan kronologinya,” ujarnya.
Kasus ini menambah panjang daftar dugaan praktik jual-beli kursi di rekrutmen Akpol.
Padahal, Polri secara tegas melarang segala bentuk pungutan, perantara, atau jalur khusus dalam seleksi penerimaan anggota.
Dwi kini hanya berharap uangnya bisa kembali dan para pelaku mendapat hukuman setimpal.
“Saya percaya karena sudah kenal sejak 2011,” katanya.
(Banjarmasinpost.co.id/Tribunbali.com)
| Turun dari Mobil Lalu Mengemis di Lampu Merah, Kakek Berbaju Lusuh Itu Bikin Publik Merasa Tertipu |
|
|---|
| Soal Kenaikan Gaji ASN Dijawab Menkeu Purbaya, Intip Besaran Gaji PNS yang Terjadi Saat Ini |
|
|---|
| Bak Dracin, Nenek Pencuci Piring Diantar Kerja Pakai Mobil Rp6 Miliar, Terkuak Siapa Dia Sebenarnya |
|
|---|
| Baru Umumkan Jual Bakso Babi, Padahal Sejak 2016 Tak Pasang Label Non-Halal, Dewan Masjid Syok |
|
|---|
| Viral Direkam Warga, Patwal Parkir di Tempat Disabilitas Bandara Juanda Jawa Timur |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.