Wanted: DirjenPas yang Tidak Pas-pasan
DICARI, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (DirjenPas) yang tidak pas-pasan. Yaitu DirjenPas yang bukan hanya di atas rata-rata
DICARI, Direktur Jenderal Pemasyarakatan (DirjenPas) yang tidak pas-pasan. Yaitu DirjenPas yang bukan hanya di atas rata-rata, tapi manusia setengah malaikat. Tidak perlu berpanjang kalam untuk menegaskan bahwa, tantangan di bidang pemasyarakatan sekarang sedang sangat tinggi. Ancaman keamanan dan ketertiban sedang menjadi persoalan keseharian bagi para petugas lapas. Hari Minggu yang lalu, kembali terjadi insiden dan dibakarnya Lapas Labuhan Ruku, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Maka, mencari orang nomor satu di dalam suasana seperti sekarang tentu harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Iya, DirjenPas adalah orang nomor satu di jajaran pemasyarakatan, bukan menteri, apalagi wamen. Menteri tentu saja adalah orang nomor satu di Kementerian Hukum & HAM, tetapi bukan di pemasyarakatan.
Menkumham membawahi keseluruhan sebelas unit utama di Kemenkumham, termasuk salah satunya pemasyarakatan. Namun, yang nomor satu di bidang pemasyarakatan, tetaplah DirjenPas. Maka, posisi DirjenPas adalah jabatan yang sangat-amat strategis. Jabatan yang sangat penting dalam rangka melakukan upaya pembenahan di lingkungan pemasyarakatan. Ibaratnya, memilih DirjenPas yang pas, bukan DirjenPas yang pas-pasan sudah bisa menyelesaikan sebagian dari masalah, dan sebaliknya.
Maka, ketika Pak Amir Syamsudin memutuskan untuk membuka proses seleksi DirjenPas, saya langsung menyetujuinya. Maksudnya jelas, untuk memastikan proses seleksi DirjenPas adalah yang terbaik, dan karenanya, dapat dipilih pula DirjenPas yang the best. Seringkali proses yang terbuka demikian dikritik sebagai ketidakpahaman kami bahwa DirjenPas seharusnya diisi oleh kader pemasyarakatan sendiri, karena karakter persoalan di pemasyarakatan yang unik dan khas. Inilah pendapat yang mendikotomikan calon DirjenPas dari “dalam” dan dari “luar” secara tajam.
Pendapat yang demikian tidak sepenuhnya keliru, tetapi jauh dari maksud dan tujuan kami ketika memutuskan proses seleksi DirjenPas yang terbuka. Bagi kami tidak ada sama sekali dikotomi orang dalam-luar demikian. Bagi kami yang penting bukan orang dalam, apalagi luar. Yang lebih prinsipil bagi kami, sekali lagi, adalah proses seleksi yang terbaik, yang insya allah menghasilkan DirjenPas yang terbaik pula.
Untuk memastikan proses seleksi the best tersebut panitia seleksi kami putuskan didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat yang tidak diragukan lagi kredibilitas dan integritasnya. Maka di samping kami sendiri yang mewakili Kemenkumham (Wamen, Sekjen, Irjen, Dirjen HAM, dan DirjenPas), diputuskan pula Prof Komaruddin Hidayat, Abdullah Hehamahua, Dr Imam Prasodjo dan Prof Saldi Isra sebagai anggota dari Panitia Seleksi.
Kesembilan anggota pansel akan memastikan lima tahapan seleksi berjalan dengan baik dan fair, yaitu seleksi: administrasi, tes tertulis, profile assesment, wawancara dengan pansel dan Menkumham dan last but not least, tes kesehatan. Ujian profile assesment akan dilakukan oleh konsultan independen yang ditugaskan khusus untuk mendapatkan kandidat terbaik yang memenuhi syarat-syarat antaralain:
Pertama, integritas, integritas, integritas. Syarat pertama ini tidak ada batas toleransi sedikitpun. Integritas moral adalah prasyarat yang tidak bisa ditawar sedikitpun. Itulah pondasi dasar untuk menyelesaikan persoalan di lembaga pemasyarakatan. Sama-sama dipahami, bertugas di pemasyarakatan ada keterbasan SDM, sarana-prasarana dan anggaran. Maka di tengah keterbatasan demikian, salah satu pilar utama yang menyangga segala kekurangan itu adalah integritas moral yang tidak terbeli oleh apapun.
Kedua, kemampuan bekerja di bawah tekanan yang luar biasa. Pressure adalah salah satu keseharian yang mengiringi tugas-tugas pemasyarakatan dari mulai petugas di lapangan, sampai pucuk pimpinan yang tertinggi. Salah satu yang paling harus mempunyai daya tahan banting pastinya adalah the number one: DirjenPas.
Ketiga, lebih merupakan eksekutor (decision maker) ketimbang selaku intelektual pemikir. Dalam situasi banyak persoalan lapangan, tentu saja tipikal DirjenPas yang fasih dalam mengambil keputusan adalah lebih utama, tentu berdasarkan pertimbangan yang tetap matang.
Keempat, lebih merupakan risk taker bukan safety player. Dalam mengambil keputusan, keberanian dalam mengambil risiko juga merupakan nilai lebih. Bagaimanapun tipikal cari aman dalam ikhtiar pembenahan lapas sekarang bukanlah pilihan. Persoalan di lapas harus diselesaikan dengan sikap-sikap lugas. Itu berarti ada resiko-resiko, misalnya, ancaman gangguan keamanan dan ketertiban. Maka seorang DirjenPas, tetap dengan perhitungan yang matang, harus berani mengambil resiko yang terukur, dan tidak kemudian diam saja, tanpa pembenahan, karena takut akan resiko dan ancaman.
Kelima, meskipun risk taker sang DirjenPas tetap harus merupakan seorang problem solver, bukan trouble maker. Karena adalah mudah untuk menjadi seorang yang berani mengambil risiko dan pada saat yang sama pembuat masalah. Tetapi akan jauh lebih sulit untuk menjadi pemberani yang mengambil resiko sekaligus pemberi solusi. Dalam hal pemasyarakatan, maka resiko yang diambil harus merupakan penyelesaian masalah, bukan justru menghadirkan masalah-masalah baru.
Keenam, sang DirjenPas adalah orang yang kreatif, inovatif, dan pastinya tidak konservatif. Yaitu seseorang yang terbiasa hadir dengan ide-ide perubahan, yang tidak biasa-biasa saja, bukan business as usual. Sekali lagi di tengah keterbatasan SDM, sarana-prasarana dan anggaran dibutuhkan pimpinan yang punya ide-ide brilian untuk menjawab berbagai dan tantangan di dunia pemasyarakatan.
Ketujuh, sang DirjenPas tentu harus mempunyai kemampuan beradaptasi dan bekerjasama dalam teamwork. Tidak mungkin membenahi pemasyarakatan sendirian, karena persoalannya terlalu kompleks. Maka, sang DirjenPas haruslah seseorang yang mudah diterima oleh jajaran pemasyarakatan sendiri. Artinya, kalau seandainya dia berasal dari luar pemasyarakatan, maka kemampuan individualnya untuk mudah diterima dan mempengaruhi perubahan secara masif adalah nilai tambah yang sangat berharga.
Kedelapan, yang tidak kalah pentingnya, sang DirjenPas harus sehat secara fisik dan psikis, sehat jasmani dan rohani. Karena tanpa kondisi fisik dan mental yang prima, akan sangat sulit untuk menjalankan tugas-tugas dan menjawab tantangan kekinian di jajaran pemasyarakatan.