Sehari Tanpa Dokter di Indonesia
Pada 27 November 2013 menjadi hari tanpa dokter. Semua dokter menunjukkan solidaritas untuk menghentikan
Oleh: Dr H Wahyu W Bachtiar
Spesialis Bedah di BLUD RS Hassan Basry Kandangan
Pada 27 November 2013 menjadi hari tanpa dokter. Semua dokter menunjukkan solidaritas untuk menghentikan pelayanan kesehatan yang terencana/elektif/poliklinik. Sedangkan untuk pelayanan kesehatan yang emergency atau gawat darurat atau mengancam jiwa masih dilayani di unit gawat darurat.
Mogok melayani adalah pilihan yang sulit bagi dokter, karena setiap orang yang berprofesi dokter hampir semua mempunyai jiwa menolong yang tinggi, jiwa membantu sesama, dan pasti mau berkorban demi orang lain. Pada saat pendidikan, semua dokter diajari memeriksa air seni pasien, kotoran pasien, nanah, darah, dan cairan tubuh yang lain yang kadang membuat manusia awam termuntah-muntah mencium semerbak baunya.
Pada saat menjadi dokter muda di sebuah rumah sakit, saya terkesan dengan seorang dokter kebidanan kandungan, yang dengan santai berdiri di samping tempat tidur pasien penderita kanker indung telur stadium lanjut, sambil berbincang ramah. Bau semerbak yang membuat muntah, sudah tercium jauh sebelum kita memasuki kamar pasien ini.
Bahkan, sebelum sampai pintu kamar, baunya sudah mengganggu, apalagi berada di samping pasien, mau muntah rasanya. Tetapi, sebagai dokter kebidanan dan kandungan, dia terlihat tidak terganggu. Sedangkan kami para asistennya ada yang sampai tidak tahan keluar kamar dan muntah-muntah di kamar mandi. Demikianlah salah satu contoh, betapa mulianya profesi dokter.
Profesi dokter sudah ada sejak zaman dahulu kala, seiring perkembangan peradaban manusia. Kalau kita membaca sejarah para nabi, banyak nabi dan rasul telah berpraktik menjadi dokter segala penyakit bagi umat pada zamannya.
Sebagai contoh Nabi Isa yang berpraktik sebagai dokter mata dengan menyembuhkan orang buta. Kemudian, berpraktik sebagai dokter spesialis kulit kelamin dengan menyembuhkan penyakit sofak.
Rasul Muhammad SAW adalah seorang dokter spesialis yang lengkap. Beliau di antaranya pernah menjadi seorang dokter spesialis bedah dan ortopedi (bedah tulang), ketika menyembuhkan kaki Abdullah bin Atik yang patah, sehingga sembuh seperti sediakala. Kemudian, menyembuhkan betis Ibnu al-Hakam yang terputus pada peristiwa perang badar. Menyembuhkan luka sayatan di betis Salamah bin al-Akwa pada perang khaibar.
Beliau juga menyambung tangan orang Badui yang putus setelah dipotong oleh dirinya sendiri sehabis menampar Muhammad. Berperan sebagai seorang spesialis bedah rekonstruksi saat menyembuhkan putri raja yang cacat tanpa tangan dan kaki.
Menjadi seorang dokter spesialis mata ketika menyembuhkan mata Qatadah. Pada awalnya mata itu tergantung di pipi yang terluka pada peristiwa perang uhud.
Rasul SAW juga berperan sebagai dokter Spesialis Bedah Plastik ketika menyembuhkan luka bakar di tubuh anak kecil yang bernama Muhammad bin Hathib. Juga menyembuhkan luka bakar Amar bin Yasir akibat dibakar oleh orang kafir.
Junjungan kita itu juga berperan sebagai seorang dokter Spesialis Saraf/Neurologisketika, ketika menyembuhkan daya ingat Abu Hurayrah yang pelupa, juga menyembuhkan sakit kepala Ali bin Abi Thalib, dan menyembuhkan tangan perempuan yang lumpuh.
Beliau juga berperan sebagai dokter Neurologis Anak ketika menyembuhkan anak yang bisu sejak lahir, sehingga bisa bicara. Kemudian menyembuhkan penyakit lumpuh dan gila seorang anak. Beliau juga berperan sebagai dokter Spesialis Penyakit Kulit dan Penyakit Dalam ketika menyembuhkan penyakit kusta Sa’id bin Abyadh bin jamal di bagian wajahnya. Demikianlah kehebatan seorang manusia sempurna Nabi Besar Muhammad SAW.
Dengan demikian, dokter seharusnya adalah profesi mulia seandainya semua dokter bisa meneladani dan mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan oleh para nabi dan rasul.
Mestinya semua kalangan memahami profesi dokter ini dengan positif dan Husnudzon (berprasangka baik). Rasanya tidak ada seorang pun dokter yang berniat dengan sengaja ingin membuat mati pasiennya.
Saya belum pernah membaca riwayat seorang nabi atau rasul yang menyembuhkan pasien yang sudah sangat sekarat dan hampir meninggal, menjadi tidak meninggal dan hidup seperti orang normal. Dengan kata lain, tindakan yang dilakukan membuat manusia menjadi tidak jadi meninggal.
Kalau menghidupkan orang yang sudah meninggal dapat kita baca pada kisah Nabi Isa. Dia menghidupkan kembali orang yang telah mati, kemudian nabi Muhammad menghidupkan anak perempuan yang telah mati lama di kuburannya. Wallahualam.
Jadi sangat tidak bijaksana memenjarakan dokter yang telah berusaha sekuat tenaga, sesuai kemampuannya untuk menyelamatkan pasien yang gawat, yang akhirnya meninggal dunia.
Kasus di Manado adalah kasus yang kelihatannya bisa dijelaskan dengan mudah. Saat itu dokter dihadapkan pada pilihan yang sulit menghadapi pasien ibu hamil dengan kondisi kritis dan janin yang dalam keadaan gawat.
Kalau dibiarkan tidak ditolong dengan tindakan operasi, secara perhitungan ilmu kedokteran, ibu dan janin yang dikandungnya akan meninggal, berarti kehilangan dua nyawa. Bila berikhtiar dengan tindakan operasi, sepertinya janinnya bisa diselamatkan. Dan memang seperti itu akhir ceritanya. Janinnya selamat sedangkan ibunya meninggal dunia. Kita hanya kehilangan satu nyawa.
Tapi, keluarga tidak terima dengan kematian itu dan menganggap ada malpraktik, yang berujung pada terpenjaranya dokter-dokter yang menolong. Saat ini, kabarnya anak yang ditolong dengan selamat itu telah berumur tiga tahun.
Rasa keadilan sekaligus rasa takut sejawat para dokter terusik. Dokter yang berusaha menyelamatkan pasien hanya berhasil menyelamatkan janin, dianggap salah dan dipenjarakan. Alangkah bijaksananya jika hakim yang memutuskan perkara di mahkamah agung juga memikirkan ekses atau pengaruh keputusan itu.
Ada kekhawatiran dokter sekarang cenderung menjadi takut bertindak. Karena, walau bertindak secara medis benar, bisa diputarbalikkan secara hukum menjadi salah dan kemudian dipenjara. Ironis bukan.
Semoga tidak terjadi, seorang dokter memilih mendiamkan pasiennya dan tidak melakukan tindakan apa-apa, karena kemungkinan besar pasien itu akan berakhir dengan kematian.
Padahal sebagai manusia, sebelum nafas benar-benar sudah hilang masih ada tempat untuk melakukan usaha semaksimal mungkin. Harus difahami bahwa dalam dunia pengobatan, dokter hanya berusaha melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan. Sembuh atau tidak hanya Allah yang berhak menentukan. Karena, Dia lah yang menurunkan penyakit dan hanya Dia pula yang berhak menentukan apakah penyakit itu akan sembuh atau tidak.
Tanggal 27 semua dokter yang merasa terusik rasa keadilannya menghentikan semua pelayanan sebagai bentuk solidaritas bagi rekannya yang terpenjara, karena menolong orang. Tujuan aksi itu, agar jangan ada lagi dokter yang benar-benar menjalankan profesinya sesuai dengan keilmuan yang diperolehnya, dipenjarakan karena hasil pengobatan yang diberikan tidak seperti yang diharapkan oleh pasien dan keluarganya. Semoga Allah mencerahkan dan memberikan penerang bagi semuanya.
Kepada masyarakat, postingan puisi yang dikarang oleh anonim yang beredar luas di bb group dan dunia maya ini, mungkin bisa mewakili kegundahan dan curahan hati beserta permintaan maaf dokter bagi masyarakat.
“Hari ini kami sehari saja jadi manusia biasa, kami istirahat sejenak dari menjadi dokter agar hati kami tenang, keluarga kami tidak kecewa melihat usaha kami menolong sesama dibalas dengan cacian, hujatan dan penjara, seandainya boleh dan bisa, kami berharap saat kami semua tidak bekerja ada pak hakim yang menggantikan tugas kami melakukan resusitasi pasien, ada jaksa yang melakukan intubasi untuk pasien, ada pengacara yang memberikan informed consent/informasi kepada pasien, ada polisi yang meredam amarah pasien dan keluarganya, ada LSM dan wartawan yang menjelaskan kepada pasien kenapa usaha kami Gagal. Semoga anda semua mampu menjalani apa yang telah kami lakukan selama ini” (*)